ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

2. CEDERA KEPALA
A. Penyebab
B. Klasifikasi
C. Pengelolaan Cedera Kepala
D. Pertimbangan untuk Operasi
E. Obat-obat Terapeutik
F. Pemantauan dan Pengontrolan T.I.K
G. Pengelolaan Cedera Penyerta
H. Sekuele Cedera Kepala
I. Prognosis
J. Konklusi
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        . PERTIMBANGAN UNTUK OPERASI
        
        Anestesia
        
        Pertimbangan  utama dalam memilih obat  anestesi,  atau 
        kombinasi obat-abatan anestesi, adalah pengaruhnya ter- 
        hadap TIK. Karena semua obat yang menyebabkan vasodila- 
        tasi serebral mungkin berakibat peninggian TIK, pemaka- 
        iannya sedapat mungkin harus dicegah. Satu yang  terbu- 
        ruk dalam hal ini adalah ketamin, yang merupakan  vaso- 
        dilator kuat dan karenanya secara umum dicegah  penggu- 
        naannya pada pasien cedera kepala. Semua obat  anestesi 
        inhalasi dapat meninggikan aliran darah serebral secara 
        ringan hingga berat. Obat inhalasi volatil seperti  ha- 
        lotan. enfluran dan isofluran, semua meninggikan aliran 
        darah serebral, namun mereka mungkin aman pada  konsen- 
        trasi  rendah. Isofluran paling sedikit  kemungkinannya 
        menyebabkan vasodilatasi serebral. Nitrous oksida bere- 
        fek vasodilatasi ringan yang mungkin secara klinik  ti- 
        dak bermakna, dan karenanya dipertimbangkan sebagai  o- 
        bat yang baik untuk digunakan pada pasien cedera  kepa- 
        la.  Kombinasi yang umum digunakan adalah nitrous oksi- 
        da  (50-70 % dengan oksigen), relaksan otot  intravena, 
        dan  tiopental. Penggunaan hiperventilasi dan  mannitol 
        sebelum dan selama induksi dapat mengaburkan efek vaso- 
        dilatasi dan membatasi hipertensi intrakranial pada ba- 
        tas tertentu saat kranium mulai dibuka. Bila selama  o- 
        perasi pembengkakan otak maligna terjadi, yang  refrak- 
        tori  terhadap hiperventilasi dan  mannitol,  tiopental 
        (Pentothal)  pada dosis besar (5-10 mg/kg) harus  digu- 
        nakan.  Obat ini dapat menyebabkan hipotensi,  terutama 
        pada pasien hipovolemik, karenanya harus digunakan  ha- 
        ti-hati. Sebagai pilihan terakhir, penggunaan hipotensi 
        terkontrol, dengan trimetafan (Arfonad) atau nitroprus- 
        sida (Nipride) dapat dipertimbangkan. Pada setiap  kea- 
        daan,  penting untuk memastikan  penyebab  pembengkakan 
        otak,  seperti kongesti vena akibat kompresi leher  dan 
        adanya hematoma tersembunyi baik ipsi atau  kontralate- 
        ral dari sisi kraniotomi.
        
        
        Hematoma Subdural 
        
        Subdural hematoma akuta mungkin diakibatkan oleh perda- 
        rahan  otak yang mengalami laserasi, pembuluh  kortikal 
        tulang, atau vena bridging yang mengalami avulsi. Umum- 
        nya  cedera otak yang nyata, tampak pada lobus  frontal 
        inferior  dan lobus temporal. Untuk mencapai garis  te- 
        ngah, baik regio frontal, temporal dan parietal,  seba- 
        iknya  dibuat  flap yang luas dalam  menindak  hematoma 
        subdural akuta. Insisi scalp adalah tanda tanya standar 
        dimulai tepat anterior tragus pada arkus zigomatik, me- 
        lengkung keposterior diatas telinga kegaris tengah  dan 
        turun digaris tengah kesekitar satu sentimeter atau te- 
        pat  sebelum batas rambut. Bila pasien cepat  memburuk, 
        dekompresi temporal segera dapat dilakukan melalui kra- 
        niektomi kecil. Ini akan mengurangi tekanan pada batang 
        otak dan mungkin dapat mencegah atau memulihkan hernia- 
        si tentorial yang telah terjadi. Bila hal ini tercapai, 
        sisa flap dapat dilengkapkan. Perluasan medial  kranio- 
        tomi adalah sekitar 1.5 sm dari garis tengah untuk men- 
        cegah  cedera sinus sagittal superior atau  salah  satu 
        dari lakuna vena atau vena draining. Pada saat yang sa- 
        ma, bukaan flap memungkinkan operator melihat vena dra- 
        ining utama dengan mudah, dan dapat mencapai vena  yang 
        mengalami avulsi dekat garis tengah. Perluasan anterior 
        flap tulang mungkin bervariasi, tergantung luasnya  ke- 
        rusakan  frontal  dan klot darah yang  tampak  pada  CT 
        scan. Kraniektomi subtemporal berguna sebagai katup te- 
        kanan. Sudah diperlihatkan bahwa kraniektomi  subtempo- 
        ral luas dapat memudahkan kontrol hipertensi  intrakra- 
        nial pada keadaan dimana semua tindakan medikal  gagal. 
        Operatif ultrasound secara rutin digunakan untuk memas- 
        tikan adanya hematoma intraserebral yang sebelumnya ti- 
        dak terdeteksi atau lesi massa yang membesar pada  sisi 
        lain  otak. Kebanyakan pasien dengan hematoma  subdural 
        akuta mempunyai kontusi atau hematoma intraserebral.
        
        
        Hematoma Epidural
        
        Hematoma epidural yang khas berlokasi diregio  temporal 
        dan sering akibat dari robeknya pembuluh meningea media 
        sekunder atas fraktura tulang tengkorak atau berhubung- 
        an  dengan cedera sinus vena. Umumnya  cenderung  lebih 
        kecil  dan  dengan perjalanan yang  lebih  ringan.  Ini 
        mungkin untuk kasus sangat jarang, terutama bila datang 
        keahli  bedah saraf  setelah beberapa jam sejak cedera, 
        lebih aman ditindak non operatif. Namun kebanyakan  he- 
        matoma epidural merupakan gawat darurat bedah dan harus 
        dievakuasi sesegera mungkin. Karena otak dibawah  hema- 
        toma epidural umumnya cukup normal, setiap usaha  untuk 
        mengurangi  tekanan  dilakukan sesegera  mungkin  untuk 
        mencegah kerusakan otak. Outcome dari operasi untuk he- 
        matoma  epidural sangat tergantung  pada keadaan klinis 
        pasien  sebelum evakuasi operatif. Bila klotnya  besar, 
        atau terdapat keraguan atas luasnya kerusakan otak  di- 
        bawahnya, dianjurkan membuat flap kraniotomi luas stan- 
        dar. Pada keadaan dimana hematoma epidural jelas terba- 
        tas  pada satu regio dan dimana tidak  disertai  adanya 
        perdarahan subdural tampak pada CT scan, flap kranioto- 
        mi modifikasi yang lebih kecil dapat digunakan.
        
        
        Hematoma Intraserebral
        
        Cedera otak sering merupakan fenomena yang terjadi lam- 
        bat.  CT scan saat masuk sering menjadi  buruk  setelah 
        beberapa  hari, akibat dari apa yang  disebut  hematoma 
        intraserebral traumatika  yang tertunda  (DTICH/delayed 
        traumatic  intracerebral  hematomas).  Fenomena  klinis 
        yang menarik ini patogenesisnya tidak jelas dan progno- 
        sisnya diperdebatkan.  Kontusi paling sering  berlokasi 
        pada permukaan anterior dan inferior lobus frontal  dan 
        temporal. Kontusi yang berukuran sekitar 2 sm harus se- 
        gera didebridemen bila menyebabkan efek massa yang nya- 
        ta.  Harus tetap bekerja didaerah yang nekrotik  secara 
        hati-hati dan cegah kerusakan jaringan normal  sekitar- 
        nya. Hal ini tak selalu mudah dilakukan dan  memerlukan 
        ketelitian atas pertimbangan klinis. Sebagai patokan u- 
        mum,  debridemen  lobus temporal kiri  dilakukan  lebih 
        konservatif  dibanding debridemen sisi kanan,  terutama 
        pada pasien tidak kidal. 
        
        
        Hematoma Fossa Posterior
        
        Untungnya kurang umum terjadi dibanding lesi  supraten- 
        torial.  Umumnya, pendekatan operatif  agresif  diambil 
        dalam mengelola lesi ini, karena pasien dapat  memburuk 
        secara  cepat. Pasien dengan hematoma  fossa  posterior 
        dapat  memburuk dari keadaan resposif ke  keadaan  koma 
        dalam  hitungan menit. Selanjutnya, karena umumnya  me- 
        merlukan waktu lebih lama untuk mengevakuasi setiap le- 
        si dan karena struktur otak yang terletak difossa  pos- 
        terior yang sangat kritis untuk fungsi vital,  operator 
        tidak boleh berlalai-lalai dengan waktu. Posisi telung- 
        kup atau tiga perempat telungkup dengan penyangga kepa- 
        la Mayfield lazim digunakan.
        
        
        Fraktura depressed
        
        Fraktura tengkorak dianggap nyata depressed bila tabula 
        luar dari tengkorak terletak dibawah tingkat tabula da- 
        lam tulang sekitarnya. Kadang-kadang depresi tidak tam- 
        pak  pada sinar-x polos, namun biasanya jelas  pada  CT 
        scan. Fraktura tengkorak depressed dapat tertutup  atau 
        terbuka. Kebanyakan fraktura depressed tertutup terjadi 
        pada anak-anak kecil dan mungkin dengan jenis bola ping 
        pong. Indikasi operasi yang paling umum pada setiap ka- 
        sus  adalah kosmetik, terutama pada  fraktura  frontal. 
        Pada fraktura depressed terbuka, luka sering kotor  dan 
        terkontaminasi. Sering kulit, rambut atau debris  asing 
        lainnya terdapat diantara fragmen tulang yang  depress- 
        ed,  bahkan bila luka tampak relatif bersih dari  luar. 
        Karenanya,  kecuali pada cedera yang sangat  sederhana, 
        diharuskan merawat setiap fraktura dalam kamar operasi. 
        Sering laserasi dural terjadi dibawah fraktura, dan de- 
        ngan sangat hati-hati harus ditutup secara primer.  Ba- 
        gaimanapun, dura yang utuh tidak berarti tiadanya  kon- 
        tusi  otak dibawahnya. CT scan pra bedah karenanya  sa- 
        ngat berguna dalam menentukan luasnya operasi yang  ha- 
        rus  dilakukan. Secara umum dapat diterima untuk  meng- 
        ganti  fragmen tulang pada daerah kraniektomi.  Infeksi 
        pasca  bedah dilaporkan kurang dari 5 persen.  Fraktura 
        depressed  yang terletak diatas sinus vena utama  sulit 
        untuk ditindak.
        
        
        Cedera Kepala Penetrasi
        
        Bila disebabkan peluru, beratnya cedera kepala  tergan- 
        tung kaliber senjata, jarak tembak, dan trajek  peluru. 
        Sinar-x polos tengkorak dan CT scan tidak ternilai  da- 
        lam  merencanakan pengelolaan setiap kasus. Pada  kasus 
        militer dapat dijumpai cedera kecepatan tinggi dari se- 
        napan, dan ini lebih mematikan. Luka militer bisa  juga 
        akibat peluru tabur, yang biasanya berkecepatan  rendah 
        karena  bentuknya yang tak beraturan. Cedera  penetrasi 
        juga  bisa sekunder atas berbagai objek nonmissil,  se- 
        perti pisau atau gunting, yang menyebabkan kerusakan o- 
        tak fokal namun dengan sedikit cedera 'shock' diffusa.
             Pendekatan operatif terhadap cedera kepala  penet- 
        rans  agak berbeda dengan cedera kepala tertutup.  Bila 
        objek yang mengalami penetrasi tetap pada tempatnya dan 
        direncanakan untuk dikeluarkan dari tengkorak,  dibiar- 
        kan  tetap ditempatnya hingga pasien  betul-betul  siap 
        untuk intervensi operatif. Ini untuk mencegah perdarah- 
        an yang tidak terkontrol, yang mungkin terjadi  setelah 
        pengangkatan setiap objek. Berbeda dengan operasi  ter- 
        hadap cedera kepala tertutup, operasi untuk cedera  ke- 
        pala penetrating biasanya termasuk diantaranya  membuat 
        bukaan kranial yang terbatas. Bukaan scalp mungkin  ha- 
        nya berupa ekstensi linear atau bentuk S dari luka  ma- 
        suk atau flap bentuk U terbatas. Bukaan kedalam kranium 
        mungkin  via kraniektomi, atau bila operator  menyukai, 
        melalui kraniotomi kecil. Kegunaan utama operasi adalah 
        untuk mendebridemen otak yang nekrotik, membuang  frag- 
        men  tulang dan benda asing lainnya dari parenkhima  o- 
        tak, menghentikan perdarahan, mengevakuasi semua  hema- 
        toma, serta akhirnya memastikan penutupan dura yang ke- 
        dap  air serta scalp.  Sering fragmen peluru  mengalami 
        penetrasi kesisi lain dari otak. Kecuali bila mudah di- 
        capai, operasi tidak harus dilakukan pada sisi  lainnya 
        dalam  usaha mengangkat peluru. Kebijaksanaan  standard 
        tentara  adalah  melakukan reoperasi pasien  yang  luka 
        tembak pelurunya  telah ditutup dirumah-sakit garis de- 
        pan, untuk mengambil semua fragmen tulang. Namun  Viet- 
        nam Head Injury Study mendemonstrasikan  dengan CT scan 
        bahwa hampir semua pasien masih mempunyai sisa  fragmen 
        tulang  walau telah dengan operasi kedua dan  tampaknya 
        tidak  menunjukkan  peningkatan  insidens   komplikasi. 
        Pengangkatan lengkap setiap fragmen tulang tidak  mung- 
        kin dilakukan tanpa merusak otak normal. Karenanya saat 
        ini dipercaya bahwa debridemen dalam tingkat yang dapat 
        dipertanggung-jawabkan dibawah perlindungan  antibiotik 
        adalah pilihan yang aman dan dapat dipertanggung-jawab- 
        kan. Ini juga terbukti dari pengalaman tentara  dipepe- 
        rangan Lebanon.
        

        Cedera Sinus Venosus
        
        Cedera  sinus  vena termasuk cedera yang  paling  sulit 
        yang dihadapi ahli bedah saraf. Sinus utama bisa  dili- 
        gasi atau direkonstruksi. Umumnya dibenarkan bahwa  se- 
        pertiga anterior sinus sagittal superior aman untuk di- 
        ligasi, namun ligasi sepertiga posterior paling memung- 
        kinkan untuk menyebabkan infark venosa massif otak. Li- 
        gasi  sepertiga tengah efeknya agak tidak bisa  diduga, 
        dan ligasi sinus transversus dominan juga dapat  mence- 
        lakakan.  Bila  akan dilakukan  reparasi  sinus  utama, 
        shunt Kapp-Gielchinsky merupakan alat yang sangat  ber- 
        guna.  Ini suatu shunt vaskular yang khas, namun  memi- 
        liki balon yang dapat dikembangkan pada kedua ujungnya. 
        Ia  bisa  digunakan untuk mempertahankan  aliran  darah 
        vena saat rekonstruksi direncanakan atau dilangsungkan. 
        Seringkali  secara tehnik lebih mudah menggunakan  flap 
        dural untuk menjahit cedera sinus. Manuver bedah  saraf 
        standar lainnya menggunakan penekanan, gelfoam,  Surgi- 
        cel dan sarana hemostatik lainnya mungkin tidak  terni- 
        lai dalam mengontrol perdarahan. Penggunaan unit  auto- 
        transfusi  cepat  dapat  mengurangi  jumlah   kebutuhan 
        transfusi  darah, jadi mengurangi beban bank darah  dan 
        menekan risiko transfusi darah terhadap pasien.