26
Agustus 2001
SPIRITUAL VIOLENCE Lukas 10:25-28;29-32;33-37
Kekerasan fisikal dan spiritual.
Biasanya kekerasan atau violence lebih tampak dalam
bentuk fisik, seperti perampokan, pemukulan, ketidak adilan,
perkosaan, dstnya. Tetapi bila dilihat lebih cermat, sebenarnya
kekerasan juga terjadi dalam bentuk spiritual.
Luk. 10:25-37 adalah cerita dari YAOHUSHUA kepada seorang guru Torah
tentang orang Samaria yang baik hati. Kita lihat strategi
YAOHUSHUA dalam menjawab pertanyaan Perushim, yaitu
menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lalu membuat aib
mereka terbuka dan mereka bungkam. YAOHUSHUA sudah tahu
mereka bertanya bukan karena tidak tahu, mereka sudah
punya kerangka berpikir sendiri.
Dalam cerita ini penderita kekerasan fisik adalah orang
yang dirampok dan digebuki sampai sekarat. Sebenarnya
orang Samaria yang menolong orang itu juga menerima
kekerasan, tetapi dalam bentuk spiritual. Kekerasan
fisik relatif sebentar diderita, tetapi kekerasan spiritual
lebih lama. Orang Samaria itu tidak dipandang sebelah
mata oleh orang Perushim. Dalam jawaban guru Torah itu
tampak bahwa dia tidak sudi menyebut secara langsung
orang Samaria itu sebagai sesama dia. Ini adalah bentuk
kekerasan spiritual. Kekerasan ini akan masih terasa
ketika dia sampai dirumah atau bahkan seumur hidupnya.
Sebaliknya korban kekerasan fisik hanya sebentar bahkan
mungkin sekali dipandang sebagai pahlawan atau martir.
Akar
kekerasan
Mengapa kekerasan terjadi?
Dalam jaman modern atau abad 19 ada konsep bahwa akar
kekerasan adalah karena kurangnya pendidikan dan perekonomian.
Jadi kalau orang sudah terdidik dan cukup ekonominya
pasti tidak melakukan kekerasan.
Tetapi dalam jaman setelah PDI dan PDII, kita bisa lihat
konsep-konsep pasar global selalu ada penentangnya dimanapun
dipromosikan. Artinya masih dirasakan adanya ketidak
adilan dan mereka protes. Padahal mereka sudah cukup
terdidik dan ekonominya mapan, tetapi masih terjadi
kekerasan.
Maka pada jaman post modern konsep akar kekerasan
yaitu karena seseorang tidak mau mengakui status orang
lain sama dengan dirinya sendiri.
Orang, biasanya memandang orang lain berdasar atribut
orang itu, bukan berdasar persamaan sebagai sesama manusia.
Atribut itu misalnya kekayaan, pendidikan, suku, agama,
aliran, dlsb. Berdasar atribut inilah orang memasukkan
orang lain dalam kerangka pikirnya sebagai sesama atau
bukan sesama. Sesama artinya bisa dia terima, bukan
sesama berarti dia tolak. Itulah akar kekerasan!
Oleh karena itu bentuk kekerasan spiritual dapat terjadi
dimanapun bahkan di gereja dan didalam doa. Orang dalam
memandang pihak lain, ingin pihak lain punya kerangka
berpikir seperti dia. Kalau orang atau bahkan Tuhan,
dia pikir tidak sesuai dengan konsep dia, maka dia tolak.
Juga dari pikiran seperti itu muncul masalah SARA (suku,
aliran, ras, agama)..
Merebut
indendensi pihak lain.
Misalnya dalam menganalisa hasil suatu doa. Kita sebagai
dependent berdoa kepada pihak independent
yaitu Tuhan. Analisa yang salah demikian, setelah kita
berusaha, berdoa dengan sangat dan juga berpuasa, berharap
permohonan kita dikabulkan. Tetapi ternyata Tuhan diam
seribu bahasa, tidak menjawab. Kita pikir, Tuhan tidak
bersikap baik terhadap kita. Kita kesal dan kecewa.
Disini tampak usaha untuk merebut independensi Tuhan.
Analisa yang benar adalah, jelas sebagai pihak independen,
maka adalah hak Tuhan memberi perlakuan apa saja kepada
kita.
Begitu juga "perampokan" independensi terjadi dalam
hubungan antara suami dengan isteri atau hubungan diantara
sahabat. Satu pihak menuntut pihak lain untuk masuk
dalam kerangka pikirnya, kalau tidak, maka dia pikir,
bukan suami/isteri atau sahabat dia.
Dibentuk
oleh prejudice atau Firman YAOHU UL.
Guru Torah itu jelas orang yang pandai, ini terlihat
dari jawabannya, dia dapat merangkum semua hukum menjadi
ringkas menggunakan ayat yang berasal dari Imamat 19:18
dan Ul 6:5. Intinya, mengasihi YAOHU UL dan mengasihi
sesama manusia.
Tetapi kita lihat dia tidak rela atau tidak sudi mengakui
orang Samaria sebagai sesama secara terang-terangan.
Prejudice dia, orang Samaria tidak sama dengan
dia, padahal Firman menghendaki orang Samaria termasuk
sesama manusia yang juga harus dikasihi.
Demikianlah, memang inilah model kita semua. Kita lebih
senang dibentuk oleh prejudice kita dari pada
dibentuk oleh Firman YAOHU UL. Kita lebih senang melihat
atribut orang itu daripada melihat orang itu sebagai
sama-sama manusia.
Satu illustrasi tentang isi doa yang lucu sebagai berikut:
Pada umur 20 th. saya berdoa: "YAOHU pakailah
saya supaya dapat merubah dunia ini!"
Pada umur 40 th, saya bedoa lebih baik lagi: "YAOHU
pakailah saya untuk membina mereka agar dapat turut
merubah dunia."
Tetapi pada umur 60 th, saya rubah doa saya menjadi:
"YAOHU, rubahlah saya dahulu!".
Sayang saya sudah berumur 60 tahun, sudah tidak banyak waktu lagi!
Jadi bagus sekali kalau kita dapat berdoa memohon agar
kita dulu yang dibentuk oleh Firman YAOHU UL.
"YAOHU ABI, bentuklah saya menurut FirmanMu!
Saya mohon didalam nama YAOHUSHUA hol MEHUSHKHAY.
Amnao!"
|