Jurnal Akuntansi
Selamat datang di Bagian Jurnal Akuntansi, Disini Anda Dapat memperoleh
informasi tentang Akuntansi, serta bagian ini dapat membantu para mahasiswa yang sedang menerjakan tugas-tugas atau pun tugas akhir (skripsinya) di sini.
Persembahan dari :Erwin
Susanto, SE
Balanced Scorecard
- Latar Belakang
Pada saat sekarang ini, dunia ekonomi sudah dirasakan makin
mengglobal. Persaingan yang terjadi bukan antar perusahaan dalam satu negara saja melainkan juga antar negara. Persaingan juga meningkat bukan saja dari sisi jumlahnya tetapi juga
intensitas persaingannya. Persaingan itu semakin dipertajam dengan berubahnya karakter lingkungan perusahaan. Lingkungan perusahaan yang dahulu hanya mengutamakan produksi dan
mencari keuntungan. Sedangkan lingkungan perusahaan yang sekarang lebih mengutamakan kecepatan informasi dan penciptaan nilai bagi pelanggan atau customernya. Perusahaan sekarang
juga lebih bersaing berdasarkan kompetensi dan proses.
Adanya perubahan atas lingkungan perusahaan tersebut memaksa perusahaan untuk mengubah pola pikir yang lama dan menyesuaikannya dengan keadaan serta kebutuhan saat ini.
Perusahaan dituntut untuk mampu mengidentifikasi, mengelola, dan memperbaiki proses bisnis yang penting. Hal itu agar perusahaan memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat
bertahan di tengah persaingan ketat dunia usaha.
Seiring dengan berubahnya kondisi dan tuntutan terhadap perusahaan, maka pengukuran kinerja keberhasilan perusahaanpun ikut berubah. Pengukuran kinerja ini sangat penting bagi
perusahaan untuk masa kini dan masa depan. Pengukuran kinerja ini merupakan usaha memetakan strategi ke dalam tindakan pencapaian target tertentu. Tidak hanya target akhir yang
perlu diukur dan menjadi ukuran kinerja perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kompetensi dan proses yang telah dilaksanakan.
Pengukuran keberhasilan tidak lagi hanya bisa dilihat dari jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pengukuran
secara tradisional itu kurang dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengukur dan mengelola semua kompetensi perusahaan. Kinerja perusahaan tidak lagi dianggap baik
jika hanya dilihat dari laporan keuangan yang dihasilkan. Ukuran – ukuran finansial saja tidak mampu mencerminkan kompleksitas dan nilai yang melekat dalam perusahaan dengan
orientasi proses.
Oleh karena itu diperlukan
sistem pengukuran baru yang menghubungkan ukuran – ukuran finansial dan non finansial. Ukuran – ukuran baru itu diharapkan akan bermanfaat karena lebih berfokus pada tindakan.
Sistem pengukuran yang baru itu penting bagi inisiatif strategis. Salah satu sistem pengukuran kinerja strategis adalah Balanced Scorecard.
2. Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam
makalah ini adalah:
a. Apakah Balanced Scorecard itu?
b. Apakah kelebihan Balanced Scorecard dibandingkan alat ukur kinerja tradisional?
Apa sajakah perspektif yang dijadikan titik pusat dari Balanced Scorecard serta bagaimana
cara pengukuran kinerjanya?
A. Balanced Scorecard
Balanced Scorecard pertama kali diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton sebagai alat ukur kinerja perusahaan untuk lingkungan
bisnis modern. Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem kelemahan pengukuran kinerja manajemen yang terlalu berfokus pada keuangannya. Selanjutnya
Balanced Scorecard mengalami perkembangan dalam implementasinya di perusahaan. Yaitu tidak hanya sebagai alat pengukuran namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana
strategi dan menjadi inti dari sistem manajemen strategis.
Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan bahwa Balanced Scorecard tetap mempertahankan ukuran finansial tradisional. Namun, Balanced
Scorecard melengkapi seperangkat ukuran tersebut dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran itu diterjemahkan dari visi dan strategi perusahaan
yang ditinjau dari empat perspektif yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Mulyadi (2001:1) mendefinisikan Balanced Scorecard
berdasarkan asal katanya yaitu balanced (seimbang) dan scorecard (kartu skor). Pengertian Balanced Scorecard menurut asal katanya adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor
hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapan digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan
personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kata
berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan
ekstern.
Balanced
Scorecard ini dipakai sebagai alat analisa untuk memberi informasi bagi pihak internal perusahaan. Dengan Balanced Scorecard ini data – data keuangan tetap dipakai tetapi
didukung dengan investasi pada pelanggan, pemasok, karyawan, proses, dan teknologi informasi. Jadi informasi yang diberikan kepada pihak internal perusahaan bukan hanya untuk
jangka pendek melainkan juga untuk jangka panjang perusahaan.
Ancella Hermawan (1996) mendefinisikan kata “balanced” sebagai penekanan atas penyeimbangan beberapa faktor pengukuran yaitu:
1. Keseimbangan antara
pengukuran eksternal untuk pemegang saham dan pelanggan dengan pengukuran internal dari proses bisnis internal dan proses belajar dan pertumbuhan
2. Keseimbangan antara
pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang.
3. Keseimbangan antara unsur obyektivitas yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah, dengan unsur
subyektivitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.
B. Keunggulan Balanced Scorecard
Balanced Scorecard ini memiliki banyak kelebihan
dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional. Ini sekaligus menjawab kebutuhan akan pengukuran kinerja yang baru.
Mulyadi (2001) menjelaskan beberapa keunggulan Balanced
Scorecard yaitu komprehensif, koheren, seimbang dan terukur.
1.
Komprehensif berarti bahwa Balanced Scorecard memperluas perspektif yang sebelumnya hanya terbatas pada keuangan saja. Perluasan itu kearah tiga
perspektif yang lain yaitu: customer, proses bisnis intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan itu menghasilkan manfaat sebagai berikut:
a. Menjanjikan kinerja
keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang
b.
Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks
2. Koheren berarti
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis. Kekoherenan itu akan
memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategis yang menghasilkan sasaran strategis yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan.
3. Seimbang berarti empat
perspektif yang ada di dalam Balanced Scorecard mencerminkan keseimbangan antara pemusatan ke dalam (internal focus) dengan ke luar (external focus). Keseimbangan
antara proses bisnis intern dan pertumbuhan dan pembelajaran sebagai internal focus dengan kepuasan customer dan kinerja keuangan sebagai external focus.
4. Terukur berarti
sasaran strategis yang sulit diukur secara tradisional dalam Balanced Scorecard dilakukan pengukuran agar dapat dikelola dengan baik. Sasaran strategis yang sulit diukur adalah
customer, proses bisnis intern serta pertumbuhan dan pembelajaran.
Mengenai kesesuaian dengan kondisi lingkungan bisnis saat ini, Balanced Scorecard juga menampakkan kelebihannya
dibandingkan pengukuran kinerja tradisional. John Corrigan (1996) menjelaskan “ The Balanced Scorecard represents an opportunity for organizations to
develop a measurement systems that enhances performance within the dynamics of today’s business environment”
Ancella Hermawan (1996) menyatakan bahwa dengan Balanced
Scorecard suatu unit bisnis tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran finansial, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pengukuran bagaimana suatu unit usaha menciptakan nilai
bagi pelanggan yang ada sekarang dan di masa yang akan datang, bagaimana unit usaha harus meningkatkan kemampuan internalnya serta berinvestasi pada manusia, system, dan prosedur
yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang.
Sedangkan pengukuran kinerja secara tradisional membawa dampak yang ternyata juga akan membahayakan posisi
kompetitif perusahaan di masa yang akan datang.
Pengukuran kinerja hanya didasarkan pada aspek keuangan semata, karena aspek ini bersifat kuantitatif dan karenanya menjadi mudah untuk diukur. Pengukuran
kinerja tradisional dirasakan terlalu menekankan pada perngukuran laba murni tanpa melihat bagaimana pelanggan, karyawan, proses bisnis dan pengendalian di dalam operasi
organisasi yang lainnya, walaupun sebenarnya aspek – aspek tersebut juga menjadi pemicu dalam pelaporan keuangan suatu perusahaan. Namun hanya diletakkan sebagai pendukung dan
bukan pengukur yang utama.
Sementara itu Mulyadi (2001) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja keuangan hanya mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek (pada
umumnya satu tahun). Hal itu menyebabkan eksekutif lebih berfokus pada kinerja jangka pendek dan mengabaikan faktor – faktor non keuangan untuk mewujudkan kinerja jangka panjang
perusahaan.
Kaplan dan
Norton (1996) menjelaskan beberapa kelemahan alat ukur kinerja tradisional, sebagai berikut:
1.Ukuran finansial tidak cukup untuk mengevaluasi perjalanan
perusahaan di dalam lingkungan yang kompetitif.
2.Ukuran finansial menceritakan hanya sebagian, tidak semua tindakan masa lalu dan tidak mampu memberikan pedoman yang memadai bagi upaya penciptaan
nilai finansial masa depan yang dilaksanakan saat ini dan masa yang akan datang.
3.Sistem tradisional kurang mendukung investasi jangka panjang dan hanya menekankan pada usaha pengembalian investasi
jangka pendek yang tujuannya mempengaruhi harga saham saat ini.
4.Sistem tradisional lebih menyukai bentuk investasi yang mudah diukur dibandingkan investasi pada aktiva tidak berwujud seperti
inovasi, kemampuan pekerja, dan kepuasan pelanggan yang lebih sulit diukur secara kuantitatif.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja tradisional hanya menekankan sisi keuangan saja, tanpa memperhatikan aspek non
keuangan. Hal itu mengakibatkan keputusan jangka pendeklah yang menjadi perhatian manajemen. Sementara keputusan – keputusan yang berfungsi untuk dapat bertahan dalam jangka
panjang, yaitu aspek non keuangan terabaikan.
C.
Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard
Empat perspektif yang menjadi fokus dalam Balanced Scorecard ini
sebenarnya terbagi atas dua sub yaitu perspektif keuangan dan non-keuangan. Perspektif non keuangan ini dijabarkan lagi kedalam perspektif customer, proses bisnis intern, serta
pertumbuhan dan pembelajaran.
1. Perspektif Keuangan/ Finansial
Tujuan finansial merupakan tujuan akhir dari sebuah perusahaan. Hal itu masih tetap dipertahankan oleh Balanced Scorecard. Tujuan finansial ini merupakan fokus tujuan dan ukuran
ketiga perspektif yang lainnya. Dalam menentukan tujuan dan ukuran keuangan ini, perlu diidentifikasi dimana posisi perusahaan saat ini. Menurut Kaplan dan Norton (1996) posisi
perusahaan ada tiga yaitu: growth (pertumbuhan), sustained (bertahan), dan harvest (penuaian). Masing – masing tahap memiliki tujuan keuangannya sendiri serta
pengukuran yang menyertainya.
a. Tahap pertumbuhan.
Tahap ini merupakan tahap awal suatu siklus usaha. Dalam tahap ini perusahaan berusaha mengembangkan produk atau jasa yang dimilikinya. Perusahaan membutuhkan
banyak sumber daya untuk mengembangkan bisnisnya. Perusahaan banyak melakukan investasi pada aktiva tetap, jaringan distribusi, pelanggan dan sebagainya. Tujuan keuangan pada
tahap ini adalah tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pangsa pasar sasaran dan pertumbuhan pendapatan.
b. Tahap bertahan
Sebagian perusahaan berada pada posisi
bertahan ini. Pada tahap ini perusahaan masih menarik secara investasi tetapi investor menuntut tingkat pengembalian yang tinggi. Perusahaan diharapkan dapat mempertahankan pangsa
pasarnya. Pertumbuhan dari segi penjualan produk atau jasa mungkin kecil. Investasi yang dilakukan perusahaan lebih banyak ke arah penambahan kapasitas dan perbaikan berkelanjutan.
Tujuan keuangan dalam tahap ini adalah profitabilitas. Tujuan yang seperti ini dinyatakan dalam ukuran yang terkait dengan laba akuntansi seperti laba operasi dan marjin kotor.
c. Tahap menuai
Pada tahap menuai ini, perusahaan sudah
mencapai tingkat kematangan dalam siklus hidupnya. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi secara signifikan dalam pengembangan dan pembangunan fasilitas baru. Investasi yang
dilakukan adalah investasi dalam jangka pendek dan mempunyai kejelasan pengembalian modalnya. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas balik ke perusahaan.
Tujuan keuangan utamanya adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
Pengukuran yang dipakai pada perspektif ini masih menggunakan berbagai
ukuran keuangan seperti return on investment (ROI), residual income (RI), dan economic value added (EVA).
2. Perspektif Customer
Definisi customer menurut Mulyadi (2001:224) adalah
“siapa saja yang menggunakan keluaran pekerjaan seseorang atau suatu tim.” Dalam hal ini, customer dapat bersifat intern maupun ekstern dari sudut organisasi. Customer tidak dapat
disamakan dengan pelanggan. Pelanggan mempunyai pengertian sebagai pembeli berulang kali (repeat buyer). Sedangkan customer mencakup repeat buyer dan
on time buyer.
Dalam
perspektif customer ini, manajer perusahaan akan mengidentifikasikan segmen pasar dimana perusahaan akan beroperasi kemudian akan mengukur kinerja perusahaan berdasarkan segmen
tersebut. Pengukuran yang biasa dilakukan adalah kepuasan konsumen, jumlah penambahan customer baru, profitabilitas customer, dan pangsa pasar pada segmen tersebut. Selain itu,
pengukuran yang bisa dilakukan oleh perusahaan didasarkan pada nilai – nilai yang diinginkan pelanggan atas produk/jasa yang dihasilkan perusahaan. Misalnya, waktu produksi,
kualitas, dan harga.
Kaplan dan Norton (1996)
membagi pengukuran atas customer ini menjadi dua yaitu kelompok pengukuran customer utama dan pengukuran di luar kelompok utama.
Kelompok pengukuran utama customer ini terdiri dari:
a. Market Share
Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu.
b. Customer Retention
Mengukur suatu tingkatan dimana perusahaan
dapat mempertahankan hubungannya dengan customer.
c.
Customer Acquisition
Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan perusahaan menarik atau memenangkan customer atau bisnis baru.
d. Customer Satisfaction
Menilai tingkat kepuasan atas kinerja –
kinerja tertentu dalam proporsi nilai.
e. Customer Profitability
Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari customer atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan customer tersebut.
Kelompok pengukuran
diluar nilai utama terdiri dari :
a. Atribut produk/jasa
Atribut produk/jasa ini meliputi fungsi, harga, dan mutu produk/ jasa.
b. Hubungan customer
Hubungan customer ini mencakup penyampaian produk/jasa kepada customer dan bagaimana perasaan customer setelah membeli
produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra
dan reputasi
Citra dan reputasi ini menggambarkan faktor – faktor tak
berwujud yang membuat customer tertarik pada suatu perusahaan.
3. Perspektif Proses
Bisnis Intern
Menurut Kaplan dan Norton (1996)
rantai nilai dari proses bisnis intern ini meliputi tiga proses bisnis utama yaitu inovasi, operasi, dan layanan purna jual.
a. Proses inovasi
Dalam proses inovasi ini, perusahaan
meneliti kebutuhan customer yang masih tersembunyi. Lalu perusahaan menciptakan produk/jasa yang dibutuhkan tersebut. Aktivitas ini menentukan suksesnya perusahaan dalam jangka
panjang. Pengukuran yang digunakan untuk proses inovasi ini antara lain: prosentase penjualan produk baru, jumlah produk baru dibandingkan dengan pesaing atau rencana, kemampuan
proses manufaktur, waktu yang diperlukan untuk memperoleh generasi produk berikutnya, waktu siklus, perolehan, titik impas waktu (break even time)
b. Proses operasi
Proses operasi ini berawal dari penerimaan
pesanan customer sampai dilakukannya pengiriman produk/jasa pada customer. Proses operasi ini mudah diukur karena sifat kejadiannya rutin. Pengukuran proses operasi dapat
menggunakan pengukuran – pengukuran seperti waktu respons, kualitas, dan biaya ditambah dengan pengukuran fleksibilitas dan karakteristik spesifik dari produk/jasa yang
menciptakan nilai untuk pelanggan.
c. Layanan purna jual
Layanan purna jual ini mencakup kegiatan
garansi, aktivitas perbaikan, penanganan atas barang rusak dan dikembalikan, serta pemrosesan pembayaran. Pengukuran yang digunakan dalam layanan purna jual ini sama dengan
pengukuran pada proses opeasi yaitu waktu, kualitas,dan biaya.
4. Perspektif Pertumbuhan
dan Pembelajaran
Dalam rangka mencapai tujuan proses
bisnis intern perusahaan harus memiliki personel yang memiliki kemampuan dan kecakapan tinggi. Kaplan dan Norton (1996) memiliki tiga kategori utama dalam perspektif ini yaitu:
kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, dan motivasi, pemberdayaan dan keselarasan.
a. Kapabilitas pekerja
Pengukuran kemampuan pekerja dilakukan dengan mengukur
kepuasan pekerja, kesetiaan pekerja, dan produktivitas pekerja. Kepuasan pekerja merupakan penentu dari kedua pengukuran berikutnya. Pengukuran kepuasan pegawai dapat dilakukan
dengan menggunakan angka indeks dengan skala tertentu. Sedangkan untuk kesetiaan pekerja dapat diukur lewat rasio perputaran pekerja, dan untuk produktivitas pekerja dapat
menggunakan rasio pendapatan perusahaan per pekerja.
b. Kapabilitas sistem
informasi
Informasi merupakan suatu
sarana penunjang untuk meningkatkan kemampuan pekerja. Dengan adanya informasi, maka pekerja dapat mengetahui perkembangan di dalam dan di luar perusahaan. Pengukuran kapabilitas
sistem informasi dapat dilakukan dengan mengukur seberapa besar informasi yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan yang diantisipasikan.
c. Motivasi, pemberdayaan,
dan keselarasan
Pekerja membutuhkan motivasi yang dapat membuatnya bekerja lebih giat dan
mencapai hasil – hasil yang lebih baik. Pengukuran terhadap motivasi ini dapat dilakukan melalui penghitungan jumlah usulan yang diberikan dengan yang diimplementasikan, jumlah
perbaikan, keselarasan antara individu dengan organisasi, dan kinerja kelompok/tim.
KESIMPULAN
Perubahan
lingkungan operasi perusahaan saat ini menuntut perusahaan untuk bertindak cepat dan tepat untuk dapat memenangkan persaingan. Oleh karena itu, perusahaan harus lebih berusaha
untuk mencermati tindakan – tindakan yang telah, sedang, dan akan dilakukannya. Peranan pengukuran kinerja menjadi penting dalam perusahaan untuk menilai sejauh mana tindakan
perusahaan telah membawa ke arah posisi kompetitif yang kuat di pasaran.
Pengukuran
kinerja secara tradisional tidak lagi mencukupi sebagai indikator keberhasilan suatu perusahaan karena hanya menekankan pada aspek keuangan saja. Balanced Scorecard menawarkan
suatu alternatif pengukuran baru yang lebih menekankan pada aspek – aspek keuangan dan non keuangan. Aspek non keuangan yang dimaksud adalah aspek customer, proses bisnis intern,
serta pertumbuhan dan pembelajaran. Diharapkan dengan Balanced Scorecard ini, perusahaan dapat memperoleh keseimbangannya baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Corrigan, John, “The Balanced
Scorecard – The New Approach to Performance Measurement”, Australian Accountant, August 1995, pages 47 – 48
Hermawan, Ancella, “Balanced Scorecard sebagai Sarana Akuntansi Manajemen
Strategik”, PPL – B Akuntansi Manajemen, September 1996, halaman 46 – 68
Kaplan, Robert S. dan Norton, David P., Balanced Scorecard – Menerapkan Strategi menjadi Aksi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000
Mulyadi,
Balanced Scorecard – Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat, Jakarta, 2001