BRIGADE SIAGA BENCANA SUMATERA BARAT

MODUL KURSUS PPGD PPNI SUMBAR / BSB SUMBAR



DAFTAR ISI :
MODUL I : Airway / Ventilasi
MODUL II : Kardiovaskuler
MODUL III ; Medikal
MODUL IV : Trauma
MODUL V : Pediatrik / Obstetrik
MODUL VI : Area Lainnya
TOPIK LAIN


Editor :
1. Jasmarizal, SKp, MARS. 
2. Dr. Syaiful Saanin, SpBS.
3. Rahdiyul Ermanto, SKep.


Kontributor :
Tim PPGD PPNI Sumbar / BSB Sumbar :
1. Jasmarizal SKp, MARS.
2. Dr. Syaiful Saanin, SpBS.
3. Dr. Andi Rusli.
4. Azizah, AmK.
5. Linda, AmK.
6. Sumirah, SKp.
7. Rossiyanti, SKp.
8. Martalena, AmK.
9. Dodi Indra, AmK.
10. Novrizon AmK.
11. Rosman Riyadi, AmK.
12. Rahdiyul Ermanto, SKep. 
13. Rita Prima Putri, SKM.
14. Ns. Devy Verini, MKes.
15. Adzanri, SS, AmK.


Edisi Pertama, 2010
PPGD-AGD / Modul / 1-1


Hak Cipta © milik Tim PPGD PPNI / BSB Sumbar Sumbar, 2010.
Hanya dipakai dikalangan sendiri.
Kembali




MODUL I: AIRWAY / VENTILASI


KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
Memberikan bantuan pernafasan.


OBJEKTIF KOGNITIF
Setelah menyelesaikan bagian ini, mampu :
1.1. Menjelaskan indikasi, kontra-indikasi, keuntungan, kerugian, komplikasi dan teknik 	       
     dalam memberikan ventilasi secara :
	1. Mulut-mulut
	2. Mulut-hidung
	3. Mulut-masker
	4. BVM (bag-valve-mask) satu orang
	5. BVM dua orang
	6. Hambatan aliran, peralatan ventilasi bertenaga oksigen
1.2. Membandingkan tehnik ventilasi pada dewasa dan pediatrik.
1.3. Menjelaskan indikasi, kontra-indikasi, keuntungan, kerugian, komplikasi dan teknik 	       
     dalam memberikan ventilasi dengan ATV (ventilator transport otomatis).
1.4. Menentukan cara ventilasi pasien dengan stoma termasuk mulut-stoma, BVM-stoma.
1.5. Menjelaskan pertimbangan khusus pengelolaan jalan nafas dan ventilasi pada cedera
		wajah.
1.6. Menjelaskan pertimbangan khusus pengelolaan jalan nafas dan ventilasi pada pasien 	       
		pediatrik.


OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Setelah menyelesaikan bagian ini, mampu : 
1.7. Mendemonstrasikan cara ventilasi dengan tehnik:
	1. Mulut-masker
	2. BVM satu orang
	3. BVM dua orang
	4. BVM tiga orang
	5. Hambatan aliran, peralatan ventilasi bertenaga oksigen
	6. ATV (ventilator transport otomatis)
	7. Mulut-stoma
	8. BVM-stoma
1.8. Memberikan ventilasi pediatrik tehnik satu dan dua orang
1.9. Melakukan ventilasi BVM dengan nebulizer volume kecil in-line
1.10. Melakukan penilaian untuk memastikan letak tepat ETT.
1.11. Melakukan intubasi trakhea secara:
	1. Intubasi oro-trakhea
	2. Intubasi naso-trakhea
	3. Jalan nafas multi-lumen
1.12. Melakukan ventilasi kateter transtrakheal (krikotiroidotomi jarum).



DEKLARATIF
I. Ventilasi
	A. Mulut-mulut
		1. Bentuk dasar umum dari ventilasi
		2. Indikasi
			a. Apnea sebab berbagai mekanisme ketika alat ventilasi lain tidak ada
		3. Kontra-indikasi
			a. Pasien sadar
			b. Pembatasan risiko penyakit menular
		4. Keuntungan
			a. Tidak ada peralatan khusus dibutuhkan
			b. Memberikan volume tidal cukup
			c. Memberikan oksigen memadai
		5. Kerugian
			a. Hambatan psikologis dari:
				i. Masalah sanitari
				ii. Masalah penyakit menular:
					a. Kontak langsung darah/cairan tubuh
					b. Risiko penyakit menular yang tidak diketahui saat kejadian
		6. Komplikasi
			a. Hiper-inflasi paru-paru
			b. Distensi lambung
			c. Manifestasi kontak darah/cairan tubuh
			d. Hiperventilasi diri penolong
	B. Mulut-hidung
		1. Ventilasi melalui hidung
		2. Indikasi
			a. Apnea karena berbagai mekanisme
		3. Kontra-indikasi
			a. Pasien sadar
		4. Keuntungan
			a. Tidak dibutuhkan peralatan khusus
		5. Kerugian
			a. Kontak langsung darah/cairan tubuh
			b. Hambatan psikologis penolong	
		6. Komplikasi
			a. Hiper-inflasi paru-paru pasien
			b. Distensi lambung
			c. Manifestasi darah/cairan tubuh
			d. Hiperventilasi diri penolong 
	C. Mulut-masker
		1. Menunjang ventilasi mulut-mulut
		2. Indikasi
			a. Apnea karena berbagai mekanisme
		3. Kontra-indikasi
			a. Pasien sadar
		4. Keuntungan
			a. Barier fisik antara penolong dengan darah/cairan tubuh
			b. Katub satu arah mencegah percikan darah/cairan tubuh
			c. Mungkin lebih mudah mendapatkan sekat wajah
		5. Kerugian
			a. Bermanfaat bila siap pakai
		6. Komplikasi
			a. Hiper-inflasi paru-paru pasien
			b. Hiperventilasi diri penolong
			c. Distensi lambung
		7. Cara yang digunakan
			a. Posisikan kepala dengan cara yang benar
			b. Posisikan dan sekat masker diatas mulut dan hidung
			c. Ventilasi secukupnya 
	D. BVM satu orang
		1. Volume tetap balon kembang sendiri dapat memberikan volume tidal memadai dan pengayaan oksigen.
		2. Indikasi
			a. Apnea karena berbagai mekanisme
			b. Usaha bernafas tidak mencukuoi
		3. Kontra-indikasi
			a. Pasien sadar intoleran
		4. Keuntungan
			a. Barier darah/cairan tubuh baik
			b. Volume tidal baik
			c. Pengayaan oksigen
			d. Penolong dapat melakukan ventilasi waktu lama tanpa lelah
		5. Kerugian
			a. Cara sulit bagi penolong
			b. Sekat masker mungkin sulit didapat dan dipertahankan
			c. Hantaran volume tidal tergantung keutuhan sekat masker
		6. Komplikasi
			a. Hantaran volume tidal tidak memadai
			b. Tehnik buruk
			c. Sekat masker buruk
			d. Distensi lambung
		7. Cara menggunakan
			a. Posisi memadai
			b. Pilih ukuran tepat sesuai pangkal hidung kepipi
			c. Posisikan, lebarkan/tekuk/sekat masker
			d. Tahan masker ditempatnya
			e. Peras lengkap balon dalam 1,5-2 detik untuk dewasa
			f. Cegah over-inflasi
			g. Reinflasi lengkap setelah beberapa detik
		8. Pertimbangan khusus
			a. Medikal
				i. Amati
					a. Distensi lambung
					b. Perubahan kelenturan balon saat ventilasi
					c. Perbaikan atu perburukan status ventilasi (perubahan warna,
						reaksi, kebocoran udara sekitar masker)
			b. Trauma
				i. Sangat sulit dilakukan bila immobilisasi tulang belakang leher pada
					tempatnya 
	E. BVM oleh dua orang
		1. Cara paling efisien
		2. indikasi
			a. Ventilasi BVM pada semua pasien
				i. Terutama berguna bila immobilisasi leher terpasang
				ii. Kesulitan dalam mendapatkan dan mempertahankan sekat masker memadai 
		3. Kontra-indikasi
			a. Pasien sadar, intoleran
		4. Keuntungan
			a. Sekat masker sangat baik
			b. Hantaran vollume sangat baik
		5. kerugian
			a. Memerlukan tenaga ekstra
		6. komplikasi
			a. Hiper-inflasi paru-paru pesien
			b. Distensi lambung
		7. Cara penggunaan
			a. Penolong pertama mempertahankan sekat masker secara memadai
			b. Penolong kedua memeras balon
		8. Pertimbangan khusus
			a. Amati gerak dada
			b. Cegah over-inflasi
			c. Amati gangguan pada paru-paru  karena ventilasi 
	F. BVM oleh tiga orang
		1. indikasi
			a. BVM pada pasien
				i. Terutama bila dengan immobilisasi leher
				ii. Kesulitan mendapatkan atau mempertahankan sekat masker memadai
		2. kontra-indikasi
			a. Pasien sadar, intoleran
		3. keuntungan
			a. Sekat masker sangat baik
			b. Kepadatan vollume sangat baik
		4. kerugian
			a. Memerlukan tenaga ekstra
			b. Berdesakan sekitar jalan nafas
		5. komplikasi
			a. Hiper-inflasi paru-paru pesien
			b. Distensi lambung
		6. Cara penggunaan
			a. Penolong pertama mempertahankan sekat masker secara memadai
			b. Penolong kedua mempertahankan masker ditempatnya
			c. Penolong ketiga memeras balon dan mengamati gangguan
		7. Pertimbangan khusus
			a. Cegah over-inflasi
			b. Amati gangguan pada paru-paru  karena ventilasi 
	G. Hambatan aliran, alat ventilasi bertenaga oksigen
		1. Tekanan buka katup pada sfingter sekitar 39 cm air
		2. Alat ini bekerja pada atau dibawah 30 cm air untuk mencegah distensi lambung
		3. indikasi
			a. Menghantarkan oksigen konsentrasi/volume tinggi (1l/dtk)
			b. Kondisi terkait pasien sadar
			c. Pasien tidak sadar dengan persaratan
		4. kontra-indikasi
			a. Pasien tidak mendukung
			b. Volume tidal buruk
			c. Anak kecil
		5. keuntungan
			a. Mengatur sendiri
			b. Membawa oksigen volume/konsentrasi tinggi
			c. Membawa oksigen sesuai reaksi atas usaha inspirasi (tidak ada sisa oksigen)
			d. Penghantaran volume oksigen diatur oleh usaha inspirasi meminimalkan risiko over-inflasi
			e. Penghantaran oksigen juga dibatasi kurang dari 30 cm air
		6. kerugian
			a. Tidak dapat mengamati gangguan pada paru-paru
			b. Memerlukan sumber oksigen
		7. komplikasi
			a. Distensi lambung
			b. Barotrauma
		8. Cara
			a. Masker ditahan secara manual ditempatnya
			b. Tekanan negatif saat inspirasi mentriger tombol pengangkutan oksigen atau tombol pelepas triger medik
			c. Pasien diamati kelayakan volume tidal dan oksigenasi 
	H. Ventilator transport otomatik (ATV)
		1. Volume/frekuensi terkontrol
		2. indikasi
			a. Peniningkatan ventilasi pasien yang diintubasi
			b. Dalam kondisi dimana BVM digunakan
			c. Dapat digunakan saat RJP
		3. kontra-indikasi
			a. Pasien sadar
			b. Sumbatan jalan nafas
			c. Peningkatan hambatan jalan nafas
				i. Pneumatoraks (pasca dekompresi jarum)
				ii. Asma
				iii. Edema paru-paru
		4. keuntungan
			a. Memungkinkan petugas mengerjakan hal lain
			b. Ringan
			c. Portabel
			d. Durabel
			e. Mekanik sederhana
			f. Volume tidal bisa diatur
			g. Frekuensi bisa diatur
			h. Sesuai dengan tangki oksigen portabel
		5. kerugian
			a. Tidak dapat mendeteksi pergeseran pipa
			b. Tidak dapat mendeteksi peningkatan tahanan jalan nafas
			c. Sulit untuk diamankan
			d. Tergantung tekanan tangki oksigen 
	I. Penekanan krikoid - manuver Sellick
		1. Penekanan pada cincin krikoid
		2. Oklusi esofagus
		3. Mempermudah intubasi dengan mendorong farings keposterior
		4. Membantu mencegah emesis psif
		5. Membantu meminimalkan distensi lambung saat ventilasi BMV
		6. Indikasi
			a. Pasien tidak sadar yang memerlukan ventilasi BVM
			b. Pasien tidak dapat menjaga jalan nafasnya
		7. Kontra-indikasi
			a. Penggunaan dengan perhatian bila cedera tulang belakang leher
		8. Keuntungan
			a. Tidak invasif
			b. Meminimalkan risiko aspirasi sepanjang penekanan dipertahankan
		9. Kerugian
			a. Bisa menimbulkan emesis ekstrim bila penekanan dihentikan
			b. Dibutuhkan penolong kedua untuk ventilasi BVM
			c. Penekanan berlebihan bisa mengobstruksi trakhea pada anak kecil
		10. Komplikasi
			a. Trauma laring pada penekanan berlebihan
			b. Ruptur esofageal pada tekanan lambung tinggi yang belum diatasi
			c. Penekanan berlebihan bisa mengobstruksi trakhea pada anak kecil
		11. Cara
			a. Tentukan bagian posterior cincin krikoid
			b. Lakukan penekanan posterior mantap
			c. Pertahankan penekanan sampai jalan nafas aman dengan ETT 
	J. Ventilasi artifisial pasien pediatrik
		1. Batang hidung rata berakibat lebih sulit mendapatkan sekat masker yang baik
		2. Penekanan masker pada wajah untuk mendapatkan sekat masker lebih baik berakibat obstruksi
		3. Sekat masker terbaik didapat dengan menggeser rahang bawah (BVM 2 orang)
		4. Ventilasi BVM
			a. Ukuran balon
				i. Neonatus aterm dan bayi, minimum volume tidal 450 ml (BVM pediatrik)
				ii. Hingga usia 8 tahun, disukai BVM pediatrik namun mungkin dipakai BVM dewasa (1500 ml)
				iii. Anak diatas usia 8 tahun memerlukan BVM dewasa untuk ventilasi memadai
				iv. Ukuran masker memadai
				v. Pita resusitasi berdasar panjang
				vi. Batang hidung hingga sekat dagu
			b. Posisi dan sekat masker tepat (klem-EC)
				i. Tempatkan masker diatas mulut dan hidung. Cegah penekanan pada mata
				ii. Gunakan satu tangan, letakkan jempol pada masker pada puncak
					dan telunjuk pada masker dipipi (C-grip)
				iii. Dengan penekanan mantap, tekan masker kebawah untuk menjaga kemantapan masker
				iv. Pertahankan jalan nafas dengan mengangkat tonjolan tulang dagu 
					dengan tetap mempertahankan posisi jari-jari bentuk ‘E’. Cegah
					melakukan penekanan pada daerah lunak dibawah dagu
				v. Bisa dengan satu atau dua penolong
			c. Ventilasi sesuai standar
			d. Dapatkan penembangan dada pada tiap nafas
				i. Mulai ventilasi dan katakan ‘pompa’. Berikan volume cukup untuk
					mulai mengembangkan dada. JANGAN OVER-VENTILASI
			e. Berikan waktu memadai untuk ekshalasi
				i. Mulai lepaskan pemompaan dengan berkata ‘lepas, lepas’
			f. Lanjutkan ventilasi dengan menggunakan ‘pompa, lepas, lepas’
			g. Nilai ventilasi BVM
				i. Lihat pengembangan dada memadai
				ii. Dengan bunyi paru-paru pada ruang inter-kostal ketiga pada garis mid-aksiler
				iii. Nilai perbaikan warna dan.atau denyut jantung
			h. Gunakan penekanan krikoid untuk meminimalkan inflasi lambung dan regurgitasi pasif
				i. Tentukan cincin krikoid dengan meraba trakhea pada tonjolan pita horizontal inferior dari kartilago tiroid dan
					membran krikoid
				ii. Gunakan penekanan kebawah yang mantap menggunakan satu ujung jari pada bayi serta jempol dan telunjuk pada 
					anak-anak
				iii. Cegah penekanan berlebihan karena bisa berakibat penekanan dan penyumbatan trakhea bada bayi 
	K. Ventilasi pasien dengan stoma
		1. Mulut-stoma
			a. Tentukan lokasi stoma dan tampilkan
			b. Masker saku-stoma lebih disukai
				i. Sekat sekitar daerah stoma. Periksa ventilasi memadai
				ii. Sekat mulut dan hidung bila tampak kebocoran udara
		2. BVM-stoma
			a. Tentukan lokasi stoma dan tampilkan
			b. Sekat sekitar daerah stoma. Periksa ventilasi memadai
			c. Sekat mulut dan hidung bila tampak kebocoran udara 
	L. Ventilasi kanula trans-laringeal
		1. Ventilasi paru-paru volume/tekanan tinggi melalui kanulasi trakhea dibawah
			glottis
			a. Penghantaran oksigen berbeda dari cara lain
			b. Penghantaran oksigen volume besar melalui lubang kecil
			c. Penghantaran tekanan sangat tinggi keparu-paru bila dibanding cara lain (50 psi berbanding kurang dari 1 psi
				melalui regulator)
		2. Indikasi
			a. Apnea
			b. Terlambat atau kegagalan ventilasi dengan cara lain
		3. Kontra-indikasi
			a. Obstruksi total jalan nafas (baik inspirasi maupun ekspirasi)
			b. Peralatan tidak segera tersedia
		4. Keuntungan
			a. Cepat dilakukan
			b. Memberikan ventilasi memadai bila dilakukan tepat
			c. Tidak memanipulasi tulang belakan leher
			d. Tidak memperngaruhi usaha intubasi
		5. Kerugian
			a. Memerlukan ventilator jet
			b. Menghabiskan oksigen jumlah besar dalam waktu singkat
			c. Mungkin tidak memproteksi aspirasi
		6. Peralatan
			a. Kateter IV diameter besar (14-16)
			b. Siring 10 cc
			c. Air atau salin 3 cc (tambahan)
			d. Sumber oksigen (50 psi)
		7. Cara
			a. Siapkan peralatan
			b. Cari membran krikotiroid
			c. Insersikan jarum dengan siring digaris tengah dengan membran krikotiroid dengan sudut kecil terhadap sternum
			d. Isap piston siring hingga udara terisap bebas (gelembung bila ada cairan disiring)
			e. Dorong 1 cm
			f. Pertahankan jarum mantap, hubungkan kateter kerugian sambungan
			g. Hubungkan ventilator jet
			h. Ventilasi sekali tiap 5 detik
			i. Ekshalasi secara pasif melalui glottis
		8. Komplikasi
			a. Perdarahan
				i. Karena peletakan kateter tidak benar
			b. Emfisema subkutan
				i. Dari kebocoran berlebihan sekitar tepi kateter atau trauma laring
					yang tidak terlacak
			c. Obstruksi jalan nafas
				i. Akibat perdarahan berlebihan atau udara subkutan yang menekan trakhea
			d. Baro-trauma
				i. Akibat inflasi berlebihan
			e. Hipo-ventilasi
II. Tehnik jalan nafas
	A. Tehnik intubasi endotrackeal
		1. Pasien medikal
			a. Intubasi oro-trakheal melalui laringoskopi langsung
		2. Pasien trauma
			a. Intubasi oro-trakheal melalui laringoskopi langsung
			b. Tehnik intubasi naso-trakheal	
				i. Indikasi
		3. Memastikan letak
			a. Re-visualisasi langsung
			b. Kondensasi pipa
			c. Auskultasi
			d. Palpasi balon kuf pada takik sternal
			e. Oksimetri denyut
			f. CO2 ekspirasi
			g. Hambatan pada BVM
		4. Ekstubasi field
		5. Peralatan pengaman pipa endotrakheal
	B. jalan nafas multi-lumen
		1. Jalan nafas lumen Faringo-trakheal
			a. Indikasi
			b. Keuntungan 
			c. Kerugian 
			d. Cara
			e. Komplikasi 
			f. Pertimbangan khusus
		2. Pipa kombi/Combitube
			a. Indikasi 
			b. Keuntungan
			c. Kerugian 
			d. Cara
			e. Komplikasi 
			f. Pertimbangan khusus
Kembali




MODUL II: KARDIO-VASKULER


KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
	• Memberikan tindakan pada pasien gangguan kardio-vaskuler
	• Mengusahakan resusitasi pasien henti jantung
	• Memberikan tindakan pasca resusitasi pasien henti jantung


OBJEKTIF KOGNITIF
Selesai unit ini, paramedik mampu:
2.1 Mengetahui hambatan terapeutik utama dalam menindak semua jenis aritmia
2.2 Mengetahui intervensi terapeutik mekanikal, farmakologikal dan elektrikal utama
2.3 Berdasar kondisi lapangan, mengenal kebutuhan intervensi segera pasien dengan gangguan kardio-vaskuler
2.4 Mengenal indikasi klinis pacu jantung buatan transkutan dan permanen
2.5 Menjelaskan komponen dan fungsi sistem pacu jantung transkutan
2.6 Menjelaskan makna tiap tombol dan indikator pada sistem pacu transkutan dan bagaimana mengatur setting
2.7 Menjelaskan tehnik pemakaian sistem pacu transkutan
2.8 Memilih tindakan yang akan diambil untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi pada pasien diduga infark miokardial
2.9 Menjelaskan obat jantung tersering digunakan dalam hal efek terapeutik serta dosis, cara pemberian, efek samping dan 
    efek toksisknya
2.10 Membuat daftar tindakan yang diberikan pada pasien gagal jantung kongestif akut
2.11 Menjelaskan obat farmakologis yang paling sering digunakan pada gagal jantung kongestif dalam hal efek terapeutik, 
     dosis, cara pemberian, efek samping dan efek toksik
2.12 Mengenal tanggung-jawab paramedik dalam mengelola pasien dengan tamponade kardiak
2.13 Berdasar prioritas masalah klinis yang ditemukan, nyatakan tanggung-jawab pengelolaan untuk pasien dengan gawat-darurat  
     hipertensif
2.14 Mengetahui obat terpilih untuk kegewatan hipertensif, rasional penggunaan, kewaspadaan klinis dan kerugian obat anti-
     hipertensif yang dipilih
2.15 Menjelaskan obat farmakologis tersering digunakan dalam syok kardiogenik dalam hal efek terapeutik, dosis, cara pemberian, 
     efek samping dan efek toksiknya
2.16 Mengetahui tanggung-jawab paramedik dalam pengelolaan pasien syok kardiogenik
2.17 Mengetahui tindakan kritis yang diperlukan dalam merawat henti jantung
2.18 Menjelaskan obat farmakologis tersering digunakan dalam pengelolaan henti jantung dalam hal efek terapeutiknya
2.19 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan kebutuhan pacu jantung
2.20 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan gagal jantung
2.21 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan tamponade kardiak
2.22 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan kegawatan hipertensif
2.23 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan syok kardiogenik
2.24 Mengintegrasikan prinsip patofisiologi dalam menilai dan mengelola pasien dengan nyeri dada (chest pain)

OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Selesai unit ini, paramedik mampu:
2.25 Menata dan menggunakan sistem pacu transkutan
2.26 Mencontohkan pada model pasien dengan tanda dan gejala gagal jantung, mengatur posisi pasien agar nyaman dan membaik
2.7 Mendemonstrasikan penampilan yang baik atas keterampilan psikomotor tehnik bantuan hidup dasar dan lanjut berdasar AHA.
Petunjuk termasuk:
	- Resusitasi kardio-pulmoner
	- Defibrilasi
	- Kardioversi tersinkronisasi
	- Pacu transkutan


DEKLARATIF
I. Pengelolaan pasien dengan aritmia
	A. Penilaian
	B. Farmakologis
		1.	Gas (oksigen)
		2.	Simpatetik (epinephrine)
		3.	Antikholinergik (atropine)
		4.	Antiarrhithmik (lidocaine)
		5.	Beta bloker
			a.	Selektif (metoprolol)
			b.	Non-selektif (propranolol)
		6.	Vasopressor (dopamine)
		7.	Calcium channel blocker (verapamil)
		8.	Nukleosida Purine (adenosine)
		9.	Inhibitor aggregasi platelet (aspirin)
		10.	Agen Alkalinizing (sodium bicarbonate)
		11.	Glykosida kardiak (digitalis)
		12.	Narkotika/ analgesika (morphine)
		13.	Diuretika (furosemide)
		14.	Nitrat (nitroglycerin)
		15.	Antihipertensif (sodium nitroprusside)
	C.	Elektrikal
		1.	Kegunaan
		2.	Cara
			a.	Kardioversi tersinkhronisasi
 			b.	Defibrillasi
		3.	Pacu jantung
			a.	Fungsi pacu jantung terimplan
				i.	Karakteristik
				ii.	Artifak pacu jantung
				iii.	ECG tracing of capture
				iv.	Gagal menerima
					a.	Temuan EKG
					b.	Makna klinis
				v.	Gagal mendapat
					a.	Temuan EKG
					b.	Makna klinis
				vi.	Gagal memacu
					a.	Temuan EKG
					b.	Makna klinis
				vii.	Takhikardia akibat pemacu
					a.	Temuan EKG
					b.	Makna klinis
					c.	Tindakan
			b.	Pemacu transkutan
				i.	Kriteria penggunaan
				ii.	Bradikardia
					a.	Patient hipotensif/ hipoperfusi
					b.	Tidak ada perubahan setelah intervensi farmakologis
				iii.	AV blok derajat dua
					a.	Patient hpotensif/ hipoperfusi
					b. 	Tidak ada perubahan setelah intervensi farmakologis
				iv.	AV blok lengkap
					a.	Patient hpotensif/ hipoperfusi
					b. 	Tidak ada perubahan setelah intervensi farmakologis
				v.	Asistol
				vi.	Overdrive
					a.	Terjadi perburukan dari takhikardia berulang
		4.	Pengaturan
			a.	Penempatan elektroda
			b.	Pengaturan frekuensi dan mili-amper (mA)
			c.	Artifak alat pacu
			d.	Perekaman
			e.	Gagal menerima sinyal
				i.	Kausa
				ii.	Implikasi
				iii.	Intervensi
			f.	Gagal merekam
				i.	Kausa
				ii.	Implikasi
				iii.	Intervensi
			g.	Gagal  memacu
				i.	Kausa
				ii.	Implikasi
				iii.	Intervensi
			h.	Bahaya
			i.	Kompliksasi
			i.	Intervensi
	D.	Transport
		1.	Indikasi transport cepat
		2.	Indikasi  transport tidak diperlukan
		3.	Indikasi merujuk
	E.	Strategi pendukung dan komunikasi
		1.	Penjelasan pada pasien, keluarga dan yang berkepentingan lain
		2.	Komunikasi dan transfer data pada dokter
	
II.	Infark miokardial
	A.	Epidemiologi
	B.	Morbiditas / Mortalitas
	C.	Temuan pada Penilaian Inisial
	D.	Riwayat Terarah
	E.	Pemeriksaan Fisik Lengkap
	F.	Pengelolaan
		1.	Posisi nyaman
		2.	Pharmacologis
			a.	Gas
			b.	Nitrat
			c.	Inhibitor Agregasi Trombosit
			d.	Analgesia
			e.	Peningkatan atau penurunan frekuensi jantung
			f.	Kemungkinan anti-aritmik
			g.	Kemungkinan anti hipertensif
		3.	Elektrikal
			a.	Monitoring ECG Konstan
			b.	Defibrilasi/ kardioversi tersinkhronisasi
			c.	Pemacuan transkutan pacing
		4.	Transport
			a.	Kriteria transport cepat
				i.	Tidak ada perbaikan dengan medikasi
					a.	Hipotensi/ hipoperfusi
					b.	Perubahan signifikan pada ECG
			b.	Kriteria ECG untuk transport cepat dan reperfusi
				i.	Waktu onset dari pain
				ii.	Abnormalities irama ECG
			c.	Indikasi untuk “Tidak Transport”
				i.	Menolak
				ii.	Tidak ada indikasi lain untuk tidak transport
			d.	Strategi pendukung dan komunikasi
				i.	Penjelasan pada pasien, keluarga, yang berkepentingan lain					
               ii.	Komunikasi dan transfer data pada dokter

III.	Gagal Jantung
	A.	Epidemiologi
	B.	Morbiditas / Mortalitas
	C.	Initial Assessment
	D.	Riwayat Terarah
	E.	Pemeriksaan Fisik Lengkap
	F.	Komplikasi
	G.	Pengelolaan
		1.	Posisi nyaman
		2.	Farmakologis
			a.	Gas
			b.	Reduksi Afterload
			c.	Analgesia
			d.	Diuresis
			e.	Lai-lain
		3.	Transport
			a.	Refusal
			b.	No other indications for no-transport
	H.	Strategi Pendukung dan Komunikasi
		1.	Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
		2.	Komunikasi dan transfer data dengan dokter

IV.	Tamponade Kardiak
	A.	Patofisiologi
	B.	Morbiditas / Mortalitas
	C.	Initial Assessment
	D.	Riwayat Terarah
	E.	Pemeriksaan Fisik Lengkap
	F.	Pengelolaan
		1.	Pengelolaan Jalan Nafas dan Ventilasi
		2.	Sirkulasi
		3.	Farmakologis
		4.	Non-farmakologis
		5.	Transport cepat untuk perikardiosentesis
	G.	Strategi Pendukung dan Komunikasi
		1.	Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
		2.	Komunikasi dan transfer data dengan dokter

V.	Hypertensive Emergencies
	A.	Epidemiologi penyebab pemicu
	B.	Mortalitas / Morbiditas
		1.	Encefalopati Hipertensif
		2.	Stroke
	C.	Initial Assessment
		1.	Airway/breathing
		2.	Circulation
	D.	Riwayat Terarah
		1.	Keluhan Utama
		2.	Riwayat Pengobatan
		3.	Penggunaan Oksigen Dirumah
	E.	Pemeriksaan Fisik Lengkap
		1.	Airway
		2.	Breathing
		3.	Circulation
		4.	Diagnostic signs/symptoms
	F.	Pengelolaan
		1.	Non-farmakologis
			a.	Posisi Nyaman
			b.	Airway dan ventilation
		2.	Farmakologis
			a.	Gas
			b.	Lain-lain
		3.	Transport cepat
			a.	Refusal
			b.	No other indications for no transport
	G.	Strategi Pendukung dan Komunikasi
		1.	Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
		2.	Komunikasi dan transfer data dengan dokter

VI.	Syok Kardiogenik
	A.	Patofisiologi
	B.	Morbiditas / Mortalitas
	C.	Initial Assessment
	D.	Pemeriksaan Fisik Lengkap
	E.	Pengelolaan
		1.	Posisi Nyaman
			a.	Mungkin menyukai duduk tegak dengan posisi tungkai dependen
		2.	Farmakologis
			a.	Gas
			b.	Vasopressor
			c.	Analgesia
			d.	Diuretik
			e.	Glikosida
			f.	Agonis Simpatetik
			g.	Agent Alkalinizing
			h.	Lain-lain
	F.	Transport
		1.	Tidak ditransport
		2.	Tidak ada indikasi lain untuk tidak mentransport
	G.	Strategi Pendukung dan Komunikasi
		1.	Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
		2.	Komunikasi dan transfer data dengan dokter

VII.	Henti Jantung
	A.	Patofsiologi
	B.	Initial assessment
	C.	Riwayat Terarah
	D.	Pengelolaan
		1.	Istilah terkait
			a.	Resusitasi - usaha mengembalikan nadi dan nafas spontan pada pasien dengan henti jantung lengkap
			b.	Survival - pasien sudah diresusitasi dan  bertahan hidup setelah dipulangkan dari RS
			c.	Kembalinya Sirkulasi Spontan (ROSC) - pasien sudah diresusitasi hingga titik nadi berdenyut tanpa RJP; mungkin
				atau tidak disertai kembalinya pernafasan spontan; pasien mungkin atau tidak untuk bertahan hidup
		2.	Indikasi untuk TIDAK memulai tehnik resusitasi
			a.	Tanda-tanda nyata kematian
				i.	Misal - rigor; lividitas menetap; dekapitasi
			b.	Protokol Lokal
				i.	Misal - Protokol Lanjut Luar RS
		3.	Pengelolaan airway dan ventilasi lanjut
		4.	Sirkulasi
			a.	RJP bersamaan dengan defibrilasi
			b.	Terapi IV
			c.	Defibrillasi
			d.	Farmakologis
				i.	Gas (oksigen)
				ii.	Simpatetik
				iii.	Antikolinergik
				iv.	Antiarrhitmik
				v.	Vasopressor
				vi.	Agent Alkalinizing
				vii.	Parasimpatolitik
		5.	Transport cepat
		6.	Strategi Pendukung dan Komunikasi
			a.	Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
		2.	Komunikasi dan transfer data dengan dokter
Kembali




MODUL III: MEDIKAL

KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
	•	Reaksi alergi
	•	Mengalami reaksi alergi
	•	Menilai pasien
	•	Memberikan tindakan pada pasien yang nyaris tenggelam
	•	Menilai pasien yang kemungkinan mengalami overdosis


OBJEKTIF KOGNITIF
Selesai unit ini, paramedik mampu:
3.1 Menjelaskan manifestasi fisik pada anafilaksis
3.2 Membuat manifestasi diferensial reaksi alergi dari anafilaksis
3.3 Menemukan tanda dan gejala terkait anafikasis
3.4 Mendiferensiasi antara berbagai intervensi tindakan dan farmakologis yang digunakan pada pengelolaan anafilaksis
3.5 Mengkorelasi temuan abnormal saat penilainan dengan makna klinis pasien anafilaksis
3.6 Mengembangkan rencana tindakan berdasar kondisi lapangan pada pasien reaksi alergi dan anafilaksi
3.7 Membuat daftar tanda dan gejala nyaris tenggelam
3.8 Menjelaskan tidak adanya tanda-tanda bermakna antara tenggelam di air segar dan  air asin, terkait nyaris tenggelam
3.9 Mendiskusikan tampilan tenggelam “kering” dan “basah” dan perbedaan pengelolaannya
3.10 Mendiskusikan komplikasi dan tindakan pencegahan hipotermi dalam hal nyaris tenggelam
3.11 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien nyaris tenggelam
3.12 Membedakan berbagai tindakan dan intervensi dalam mengelola nyaris tenggelam
3.13 Menggabungkan prinsip patofisiologi dan temuan klinis untuk merancang sesuai kondisi lapangan dan penerapan tindakan untuk 
     pasien nyaris tenggelam
3.14 Membedakan kegawatan zat toksik berdasar temuan saat penilaian
3.15 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien yang terpapar zat toksik
3.16 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien dengan keracunan paling sering akibat overdosis
3.17 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien yang menggunakan obat yang paling sering 
	  disalahgunakan
3.18 Membuat daftar kegunaan klinis, nama jalanan, farmakologi, temuan klinis dan pengelolaan pasien yang menggunakan obat berikut 
	  atau yang terpapar zat berikut :
	•	Kokaine
	•	Mariyuana dan kannabis
	•	Amfetamin dan sejenis amfetamin
	•	Barbiturat
	•	Sedatif-hipnotik
	•	Sianida
	•	Narkotik/ opiat
	•	Obat kardiac
	•	Kaustik
	•	Zat yang biasa ada dirumah
	•	Obat kegunaan seksual/kesenangan seksual
	•	Karbon monoxida
	•	Alkohol
	•	Hidrocarbon
	•	Obat psikiatrik
	•	Obat anti-depressan dan  sindrom serotonin
	•	Litium
	•	Inhibitor MAO
	•	Penghilanh nyeri tidak diresepkan
	•	Agen antiinflammator nonsteroidal
	•	Salisilate
	•	Asetaminofen
	•	Metal
	•	Tumbuhan dan jamur


DEKLARATIF
	I.	Anafylaksis
		A.	Epidemiologi
		B.	Patofisiologi
		C.	Temuan
			1.	Tidak semua tanda dan gejala ditemukan pada setiap kasus
			2.	Riwayat
				a.	Paparan sebelumnya
				b.	Pengalaman pada paparan sebelumnya
				c.	Onset dari gejala
				d.	Dyspnea
			3.	Tingkat kesadaran
				a.	Tak dapat bicara
				b.	Gelisah
				c.	Penurunan tingkat kesadaran
				d.	Tidak respon
			4.	Jalan nafas atas
				a.	Parau
				b.	Stridor
				c.	Edema/ spasme faringeal
			5.	Jalan nafas bawah
				a.	Tachipnea
				b.	Hipoventilasi
				c.	Usaha otot tambahan
				d.	Retraksi abnormal
				e.	Ekspirasi memanjang
				f.	Wheezing
				g.	Suara nafas berkurang
			6.	Kulit
				a.	Kemerahan
				b.	Rashes
				c.	Edema
				d.	Lembab
				e.	Gatal
				f.	Kaligata
				g.	Pucat
				h.	Sianotik
			7.	Tanda-tanda vital
				a.	Takikardia
				b.	Hipotensi
			8.	Gastrointestinal
				a.	Kram abnormal
				b.	Nausea/ vomiting
				c.	Diarrhea
			9.	Alat bantu
				a.	Monitor kardiak
				b.	Pulse oximetry low
				c.	End tidal CO2 high
		D.	Pengelolaan anafilaksis
			1.	Singkirkan agen pemicu (misal : sengat)
			2.	Airway dan ventilasi
				a.	Posisi
				b.	Oksigen
				c.	Ventilasi bantuan
				d.	Jalan nafas lanjut
			3.	Sirkulasi
				a.	Jalur vena
				b.	Resusitasi cairan
			4.	Farmakologis
				a.	Oksigen
				b.	Epinefrin - peran utama tindakan
					i.	Bronkodilator
					ii.	Menurunkan permeabilitas vaskuler
				c.	Antihistamin
				d.	Antiinflammator/ immunosuppressan
				e.	Vasopressor
			5.	Dukungan psikologis
			6.	Pertimbangan transport
		E.	Pengelolaan reaksi allergi
			1.	Tanpa dispnea
				a.	Antihistamin
			2.	Dengan dispnea
				a.	Oksigen
				b.	Epinefrin Subkutan
				c.	Antihistamin
	II.	Nyaris tenggelam
		A.	Definisi
			1.	Kejadian terbenam dengan paling tidak pemulihan sementara
		B.	Patofisiologi
			1.	Tenggelam basah versus kering
				a.	Cairan pada posterior orofaring merangsang laringospasme
				b.	Aspirasi terjadi setelah relaksasi otot
				c.	Hambatan nafas terjadi dengan atau tanpa aspirasi
				d.	Aspirasi tampil sebagai obstruksi airway
			2.	Petimbangan air segar versus air asin
				a.	Malau mekanistik berbada, tidak ada perbedaan akibat metabolik
				b.	Tidak ada perbedaan tindakan diluar RS
			3.	Pertimbangan hipotermik pada nyaris tenggelam
				a.	Sindroma seperti pada umumnya
				b.	Mungkin perlindungan organ pada nyaris tenggelam pada air dingin
				c.	Pertama selalu tindak hipoksia
				d.	Tindak hipotermia pada semua pasien nyaris tenggelam
		C.	Tindakan 
			1.	Amankan jalan nafas
				a.	Rekomendasi perdebatan terkait abdominal thrusts profilaksis
				b.	Data ilmiah perdebatan untuk mendukung abdominal thrusts profilaksis
				c.	Ventilasi
				d.	Oksigen
			2.	Perimbangan trauma
				a.	Episode terbenam dengan etiologi tidak diketahui mengharus kan dilakukan pengelolaan trauma
			3.	Komplikasi pasca resusitasi
				a.	Adult respiratory distress syndrome (ARDS) atau gagal ginjal sering terjadi pasca resusitasi
				b.	Gejala mungkin tidak tampil dalam 24 jam atau lebih pasca resusitasi
				c.	Semua pasien nyaris tenggelam harus ditransport untuk evaluasi
	III.	Toksikologi Umum, penilaian dan pengelolaan
		A.	Jenis kedaruratan toksikologis
			1.	Keracunan unintentional
				a.	Kesalahan dosis
				b.	Reaksi idiosinkratik
				c.	Keracunan pada anak
				d.	Paparan lingkungan
				e.	Paparan kerja
				f.	Terlantar dan penyalahgunaan
			2.	Penyalahgunaan obat/alkohol
			3.	Keracunan/overdosis intentional
				a.	Kimia
				b.	Serangan/pembunuhan
				c.	Bunuh diri
		B.	Menggunakan pusat kontrol keracunan
		C.	Rute absorbsi
			1.	Telan
			2.	Inhalasi
			3.	Suntikan
			4.	Absorpsi
		D.	Keracunan melalui telan
			1.	Contoh
			2.	Temuan pada penilaian
			3.	Pertimbangan pengelolaan umum
		E. 	Keracunan melalui inhalasi
			1.	Contoh
			2.	Temuan pada penilaian
			3.	Pertimbangan pengelolaan umum
		F.	Keracunan melalui injeksi
			1.	Contoh
			2.	Temuan pada penilaian
			3.	Pertimbangan pengelolaan umum
		G.	Keracunan melalui absorpsi
			1.	Contoh
			2.	Temuan pada penilaian
			3.	Pertimbangan pengelolaan umum
		H.	Alkoholisme
			1.	Epidemiologi
			2.	Masalah psikologis
			3.	Masalah psiko-sosial
			4.	Patofisiologi penggunaan alkohol jangka panjang
				a.	Kerusakan end organ
				b.	Malnutrisi
				c.	Sindroma Withdrawal
			5.	Temuan saat penilaian
		I.	Sindroma toksik
			1.	Kolinergik
				a.	Agen penyebab umum
					i.	Pestisida (organofosfat / karbamat)
					ii.	Agen saraf (sarin / Soman)
				b.	Temuan saat penilaian
					i.	Nyeri kepala
					ii.	Dizziness
					iii.	Lemah
					iv.	Nausea
					v.	SLUDGE (salivation, lacrimation, urination, defecation, GI upset, emesis)
					vi.	Bradikardia, wheezing, bronkokonstriksi, miosis, koma, kejang
					vii.	Diaphoresis, kejang
				c.	Pengelolaan
			2.	Antikolinergik
				a.	Agen penyebab umum
				b.	Temuan saat penilaian
				c.	Pengelolaan
			3.	Hallusinogen
				a.	Agen penyebab umum
					i.	lysergic acid diethylamide (LSD)
					ii.	phenyclicidine (PCP)
					iii.	Peyote
					iv.	jamur
				b.	Temuan saat penilaian
					i.	Nyeri dada
				c.	Pengelolaan
			4.	Narkotik/ opiat
				a.	Agen penyebab umum
					i.	heroin
					ii.	morfin
					iii.	kodein
					iv.	meperidin
					v.	propoxyfen
				b.	Temuan saat penilaian
					i.	Euphoria
					ii.	Hipotensi
					iii.	Depres/henti nafas
					iv.	Nausea
					v.	Pupil pinpoint
					vi.	Kejang
					vii.	Koma
				c.	Pengelolaan
			5.	Simpatomimetik
				a.	Agen penyebab umum
				b.	Temuan saat penilaian
				c.	Pengelolaan
	IV.	Toksikologi khas, penilaian dan pengelolaan
		A.	Kokain
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		B.	Mariyuana dan kannabis
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		C.	Amfetamines dan sejenis
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		D.	Barbiturat
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		E.	Sedatif-hipnotik
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		F.	Sianida
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		G.	Narkotik/ opiat
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		H.	Obat jantung
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		I.	Kaustik
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		J.	Keracunan zat umum dirumah
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		K.	Penyalahgunaan obat kegunaan/kesenangan seksual
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		L.	Karbon monoxida
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		M.	Alkohol
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		N.	Hidrocarbon
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Assessment findings
			5.	Pengelolaan
		O.	Antidepressan Trisiklik
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		P.	Anti-depressan dan sindrom serotonin baru
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		Q.	Litium
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		R.	Obat penghilang nyeri non resep
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		S.	Obat anti-inflammatori nonsteroidal
			1.	Salisilat
			2.	Penggunaan klinik
			3.	Agen penyebab umum
			4.	Nama jalanan
			5.	Temuan saat penilaian
			6.	Pengelolaan
		T.	Asetaminofen
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		U.	Metal
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
		V.	Tumbuhan dan jamur
			1.	Penggunaan klinik
			2.	Agen penyebab umum
			3.	Nama jalanan
			4.	Temuan saat penilaian
			5.	Pengelolaan
Kembali



MODUL IV: TRAUMA

KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
	•	Melakukan penilaian trauma secara cepat
	•	Melakukan tindakan pada pasien dengan syok / hipoperfusi
	•	Menilai pasien cedera kepala
	•	Menilai pasien dengan kemungkinan cedera tulang belakang
	•	Melakukan tindakan pada pasien dengankemungkinan cedera tulang belakang
	•	Melakukan tindakan pada pasien dengan cedera dada
	•	Melakukan tindakan pada pasien dengan cedera abdomen terbuka


OBJEKTIF KOGNITIF 
Selesai unit ini, paramedik mampu:
4.1 Menyatakan alasan untuk melakukan penilaian trauma secara cepat
4.2 Memberikan contoh dan menjelaskan mengapa pasien harus mendapatkan penilaian 	      
	trauma cepat
4.3 Menerapkan teknik pemeriksaan fisik pada pasien trauma
4.4 Menjelaskan cakupan penilaian trauma cepat dan mendiskusikan apa yang harus dievaluasi
4.5 Mengenal kasus dimana penilaian cepat mungkin berubah dalam upaya memberikan pelayanan pada pasien
4.6 Mendiskusikan rencana tindakan dan pengelolaan pada perdarahan dan syok
4.7 Mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi rencana tindakan berdasar keadaan pada pasien perdarahan atau syok
4.8 Memahami temuan dari penilaian pada cedera kepala/otak terkait proses patofisiologi
4.9 Mengklasifikasi cedera kepala (ringan, sedang, berat) sesuai temuan penilaian
4.10 Memahami temuan dari penilaian pada konkusi/gegar otak, cedera aksonal difus sedang dan berat, terhadap patofisiologi cedera
4.11 Memahami temuan dari penilaian terkait fraktura tengkorak terhadap patofisiologinya
4.12 Memahami temuan dari penilaian pada kontusi otak terkait patofisiologinya
4.13 Memahami temuan dari penilaian pada perdarahan intrakranial terkait patofisiologi nya, termasuk:
	•	Epidural
	•	Subdural
	•	Intracerebral
	•	Subarakhnoid
4.14 Menggabungkan prinsip patofisoplogi dan penilaian pada pasien cedera kepala/otak
4.15 Membedakan jenis cedera kepala/otak berdasar penilaian dan riwayat
4.16 Menentukan penekanan pada pasien cedera kepala/otak sehubungan temuan penilaian
4.17 Menjelaskan temuan penilain terkait cedera spinal
4.18 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera spinal
4.19 Menggabungkan prinsip patofisiologi terhadap penilaian pada pasien cedera spinal
4.20 Membedakan cedera spinal berdasar penilaian dan riwayat
4.21 Menentukan penekanan berdasar temuan penilaian cedera spinal
4.22 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera spinal
4.23 Menjelaskan temuan penilaian terkait cedera spinal traumatika
4.24 Menjelaskan pengelolaan cedera spinal traumatika
4.25 Menggabungkan prinsip patofisiologi terhadap penilaian pada pasien cedera spinal traumatika
4.26 Membedakan cedera spinal traumatika dan non traumatika berdasar penilaian dan riwayat
4.27 Menentukan penekanan pada cedera spinal traumatika berdasar temuan penilaian
4.28 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera spinal traumatika
4.29 Menjelaskan temuan penilaian terkait cedera spinal non traumatika
4.30 Menjelaskan pengelolaan cedera spinal non traumatika
4.31 Menggabungkan prinsip patofisiologi terhadap penilaian pada pasien cedera spinal non traumatika
4.32 Membedakan cedera spinal traumatika dan non traumatika berdasar penilaian dan riwayat
4.33 Menentukan penekanan pada cedera spinal non traumatika berdasar temuan penilaian
4.34 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera spinal non traumatika
4.35 Mendiskusikan pengelolaan cedera toraks
4.36 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera dinding dada
4.37 Mendiskusikan pengelolaan cedera dinding dada
4.38 Mendiskusikan pengelolaan cedera paru-paru
4.39 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera paru-paru
4.40 Mendiskusikan pengelolaan cedera miokard
4.41 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasiencedera miokard
4.42 Mendiskusikan pengelolaan cedera vaskuler
4.43 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera vaskuler
4.44 Mendiskusikan pengelolaan cedera diafragma
4.45 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera diafragma
4.46 Mendiskusikan pengelolaan cedera esofagus
4.47 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera esofageal
4.48 Mendiskusikan pengelolaan cedera trakheobronkhial
4.49 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera trakheo bronkhial
4.50 Mendiskusikan pengelolaan asfiksia  traumatika
4.51 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien asfiksia traumatika
4.52 Menentukan penekanan pada cedera toraks berdasar temuan penilaian
4.53 Menjelaskan pengelolaan cedera abdominal
4.54 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada trauma abdomen
4.55 Menentukan penekanan pada cedera abdominal berdasar temuan penilaian
4.56 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera abdominal

OBJEKTIF PSIKOMOTOR 
Selesai unit ini, paramedik mampu:
4.57 Menerapkan teknik pemeriksaan fisik, mendemonstrasikan penilaian pasien trauma
4.58 Mendemonstrasikan penilaian trauma cepat untuk menilai pasien berdasar mekanisme cedera
4.59 Mendemonstrasikan pengelolaan pasien dengan tanda dan gejala syok hemoragik
4.60 Mendemonstrasikan pengelolaan pasien dengan tanda dan gejala syok hemoragik terkompensasi
4.61 Mendemonstrasikan pengelolaan pasien dengan tanda dan gejala syok hemoragik terdekompensasi
4.62 Mendemonstrasikan penilaian klinis untuk menentukan dasar pengelolaan memadai untuk pasien diduga cedera spinal traumatika
4.63 Mendemonstrasikan penilaian klinis untuk menentukan dasar pengelolaan memadai untuk pasien diduga cedera spinal non traumatika
4.64 Mendemonstrasikan imobilisasi pasien urgen dan non urgen dengan temuan penilaian dengan cedera spinal berdasar hal berikut:
	•	Terlentang
	•	Telungkup
	•	Setengah telungkup
	•	Duduk
	•	berdiri
4.65 Mendemonstrasikan metode sesuai untuk stabilisasi helmet pada pasien berpotensicedera spinal
4.66 Mendemonstrasikan tehnik berikut dalam pengelolaan cedera toraks:
	•	Dekompresi jarum
	•	Stabilisasi fraktur
	•	Intubasi elektif
	•	Monitoring ECG
	•	Oksigenasi and ventilasi
4.67 Mendemonstrasikan penilaian klinis untuk menentukan dasar pengelolaan memadai untuk pasien diduga traumati abdominal

DEKLARATIF 

I.	Riwayat dan pemeriksaan fisik terarah pada pasien trauma
	A.	Menelaah mekanisme cedera
		1.	Membantu menentukan pasien prioritas
		2.	Membantu mengarahkan penilaian
		3.	Mekanisme cedera yang bermakna
			a.	Terlempar dari kendaraan
			b.	Pasien tewas pada kendaraan yang sama
			c.	Jatuh lebih dari 6 meter / 20 feet
			d.	Kendaraan terbalik
			e.	Tabrakan kecepatan tinggi
			f.	Pejalan kaki ditabrak kendaraan
			g.	Kecelakaan sepede motor
			h.	Unresponsif atau perubahan status  mental
			i.	Penetrasi kepala, dada, abdomen
			j.	Cedera tersembunyi
				i.	Sabuk pengaman
					a.	Bila terpasang ketat, mungkin menyebabkan cedera
					b.	Bila terpasang, tidak berarti tidak terjadi cedera
				ii.	Kantong udara
					a.	Mungkin tidak berguna tanpa sabuk pengaman
					b.	Pasien mungkin membentur setir setelah mengempes
					c.	Angkat kantung udara yang sudah berfungsi dan lihat lingkar setir akan adanya kerusakan
		4.	Pertimbangan tambahan pada bayi dan anak
			a.	Jatuh dari 3 meter / 10 feet
			b.	Kecelakaan sepeda
			c.	Kecelakaan kendaraan kecepatan sedang
	B.	Lakukan pemeriksaan fisik trauma cepat pada pasien dengan mekanisme cedera bermakna untuk menentukan cedera mpengancam jiwa
		1.	Pada pasien sadar, gejala harus dicari sebelum dan saat penilaian trauma
		2.	Lanjutkan stabilisasi spinal
		3.	Pikirkan rencana transport
		4.	Nilai status mental
		5.	Ketika melihat dan meraba, cari dan rasakan adanya cedera atau tanda cedera
		6.	Pemeriksaan
			a.	Nilai kepala, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
			b.	Nilai leher, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
			c.	Pasang kolar immobilisasi spinal leher (CSIC) (mungkin gunakan informasi dari unit cedera kepala)
			d.	Nilai dada
			e. 	Nilai abdomen, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
			f.	Nilai pelvis, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
			g.	Nilai keempat ekstremitas, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
			h.	Gulingkan pasien dengan memperhatikankewaspadaan tulang belakang dan nilai tubuh posterior, lihat dan raba, periksa 
				adanya cedera atau tanda cedera
			i.	Cari peralatan identifikasi medis
			j.	Nilai tanda-tanda vital dasar
			k.	Nilai riwayat pasien
			l.	Keluhan utama
			m.	Riwayat penyakit yang diderita saat ini
			n.	Riwayat medis sebelumnya
			o.	Status kesehatan terakhir

II.	Syok
		A.	Epidemiologi
		B.	Patofisiologi
		C.	Derajat syok
		D.	Penilaian
		E.	Rencana pengelolaan / tindakan
			1.	Dukungan airway dan ventilatori
				a.	Ventilasi dan isap bila perlu
				b.	Berikan oksigen konsentrasi tinggi
				c.	Kurangi peninggian tekanan intra toraks pada pneumotraks tension
			2.	Dukungan sirkulatori
				a.	Kontrol perdarahan
				b.	Penambah volume Intravena
					i.	Jenis
						a.	Cairan isotonic
						b.	Cairan hipertonik
						c.	Cairan sintetik
						d.	Darah dan produk darah
						e.	Cairan experimental
						f.	Pengganti darah
					ii.	Kecepatan pemberian
						a.	Perdarahan eksternal yang dapat dikontrol
						b.	Perdarahan eksternal yang tidak dapat dikontrol 						
                       c.	Perdarahan internal
				c.	Pakaian anti syok pneumatik (Pneumatic anti-shock garment)
							i.	Dampak
								a.	Meningkatkan tekanan arterial dibagian sebelah atas pakaian
								b.	Meningkatkan tahanan vaskuler sistemik
								c.	Immobilisasi pelvis dan mungkin tungkai bawah
								d.	Meningkatkan tekanan intra abdominal
							ii.	Mekanisme
								a.	Meningkatkan tahanan vaskuler sistemik melalui kompresi langsung pada jaringan dan 
									pembuluh darah
								b.	Menyebabkan sedikit efek autotransfusi
							iii.	Indikasi
								a.	Hipoperfusi disertai pelvis unstable
								b.	Keadaan penurunan TVS/SVR yang tidak bisa dikoreksi dengan cara lain
								c.	Protokol lokal, keadaan lain dengan hi poperfusi dengan hipotensi
								d.	Studi penelitian
							iv.	Kontraindikasi
								a.	Hamil lanjut (tidak ada inflasi rongga perut)
								b.	Objek tertancap pada abdomen atau eviserasi (tidak ada inflasi rongga perut)
								c.	Ruptur diafragma
								d.	Syok kardiogenik
								e.	Edema paru
							v.	Dekompresi dada jarum pada pneumotoraks tension untuk memperbaiki output kardiak yang 
								terganggu
							vi.	Menemukan perlunya transport segera dugaan tamponade kardiak untuk perikardiosentesis
			3.	Intervensi farmakologis
				a.	Syok hipovolemik
					i.	Volume expander
				b.	Syok kardiogenik
					ii.	Inotropik positif jantung
					iii.	Vasokonstriktor
					iv.	Obat perubah frekuensi
				c.	Syok distributif
					i.	Volume expander
					ii.	Inotropik positif jantung
					iii.	Vasokonstriktor
					iv.	PASG
				d.	Syok obstruktif
					i.	Volume expander
				e.	Syok spinal
					i.	Volume expander
			4.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
			5.	Pertimbangan transport
				a.	Indikasi transport cepat
				b.	Indikasi transport kepusat trauma
				c.	Pertimbangan transportasi medis udara
	
III.	Cedera kepala
		A.	Meninjau anatomi dan fisiologi
		B.	Mekanisme cedera
		C.	Kategori Umum cedera
		D.	Penyebab cedera otak
		E.	Cedera kepala, umum dan menyeluruh
		F.	Cedera otak
		G.	Patofisiologi cedera kepala / otak
			1.	Peninggiak tekanan intrakranial
			2.	Mekanisme
			3.	Penilaian
				a.	Tekanan mengarah kebawah
					i.	Korteks otak dan / atau ARAS terganggu
						a.	Perubahan tingkat kesadaran, amnesia kejadian, bingung, disorientasi, letargi atau meronta, 
							defisit fokal atau kelemahan
					ii.	Hipotalamus - muntah
					iii.	Batang otak
						a.	Tekanan darah meningkat untuk mempertahankan MAP (tekanan arterial rata-rata) dan CPP (tekanan 
							perfusi otak)
						b.	Tekanan saraf vagal, bradikardia
						c.	Pusat respirasi, nafas ireguler atau takipnea
						d.	Kelumpuhan saraf okulomotor, pupil anisokor atau tidak reaktif
						e.	Posturing - fleksi / ekstensi
					iv.	Kejang, tergantung lokasi cedera
				b.	Tingkat peninggian TIK
					i.	Korteks otak atau bagian atas batang otak terganggu
						a.	TD meningkat dan nadi mulai melambat
						b.	Pupil tetap reaktif
						c.	Respirasi Cheyne-Stokes
						d.	Awalnya berusaha untuk melokalisasi dan menyingkirkan sumber rangsang nyeri
						e.	Pada tahap ini semua efek reversibel
					ii.	Bagian tengah batang otak terganggu
						a.	Tekanan nadi lebar serta bradikardia
						b.	Pupil tidak reaktif atau lambat
						c.	Hiperventilasi neurogenik sentral (CNH)
						d.	Ekstensi
						e.	Beberapa fungsi normal pada tahap ini
					iii.	Bagian bawah batang otak / medulla terganggu
						a.	Pupil lebar, sisi yang sama dengan penyebab
						b.	Respirasi ataksik (erratic / tidak teratur, tidak berirama) atau tidak ada
						c.	Flaksid
						d.	Denyut nadi labil, ireguler, sering denyut nadi berubah pada frekuensi yang jauh berbeda
						e.	Perubahan gelombang QRS, S-T dan T
						f.	Penurunan TD, sering labil
						g.	Tidak dipertimbangkan bisa hidup
				c.	Glasgow coma scale, metode penilai tingkat kesadaran
					i.	Tiga penilaian independen
						a.	Membuka mata
						b.	Respon verbal
						c.	Respon motor
					ii.	Skor numerik 3 hingga 15
					iii.	Klasifikasi cedera kepala terkait skor
						a.	Ringan, 14  - 15
						b.	Moderat / sedang, 8 - 13
						c.	Berat, ≤ 8
						d.	Tanda-tanda vital
						e.	Ukuran dan reaksi pupil
						f.	Adanya defisit fokal
						g.	Riwayat tidak sadar atau amnesia atas kejadian
					iv.	Management
		H.	Cedera spesifik : cedera aksonal difus (DAI) dan cedera fokal
			1.	CAD : putus, regang, dan robeknya serabut saraf diikuti kerusakan aksonal
				a.	Konkusi (CAD ringan) : disfungsi neurologis fisiologis tanpa putusnya anatomik penting yang berakibat episode
					disfungsi neurologis sementara yang cepat kembali pada aktifitas neurologis normal
					i.	Epidemiologi
					ii.	Penilaian : bingung, disorientasi, amnesia kejadian
					iii.	Pengelolaan
			2.	CAD Sedang : Robek, regang dan putusnya jaringan otak, batang otak dan ARAS akibat memar petekhial kecil mungkin
				ikut berperan menyebabkan ketidaksadaran
				a.	Epidemiologi
				b.	Penilaian : Mungkin menyebabkan ketidaksadaran segera atau kebingungan menetap, disotientasi dan amnesia kejadian 
					meluas keamnesia kejadian waktu ke waktu; mungkin dengan defisit fokal; kognitif residual (tidak bisa 
					berkonsentrasi), defisit psikologik (sering cemas, peruban mood tidak khas) dan defisit sensorimotor 
					(penciuman berubah) yang mungkin permanen
				c.	Pengelolaan
			3.	CAD berat : Dulu disebut cedera batang otak, mencakup disrupsi mekanikal berat pada banyak akson baik pada hemisfer otak 
				dan meluas pada batang otak
				a.	Epidemiologi
				b.	Penilaian : Ketidaksadaran jangka lama, umumnya posturing, tanda lain peninggian TIK terjadi tergantung tingat k
					erusakan
				c.	Pengelolaan
			4.	Cedera fokal injury
				a.	Fraktura tengkorak : Beratnya tergantung besarnya tenaga bentur
					i.	Epidemiologi
					ii.	Jenis
						a.	Linear (80% dari semua fractura tengkorak)
						b.	Depressed
						c.	Basiler
						d.	Fraktura tengkorak terbuka
					iii. Penilaian : Fraktura linear mungkin terabaikan, depressed dan fraktura terbuka biasanya dijumpai pada palpasi 
						kepala, gunakan bagian lunak jari untuk meraba
						a.	Jaminan airway dan adekuasi jalan nafas adalah priorotas
						b.	Sering dengan muntah dan respirasi tidak adekuat
						c.	Nilai tanda dan gejala peninggian TIK
					iv.	Pengelolaan
				b.	Kontusi otak : Cedera otak fokal dimana terjadi memar dan kerusakan pada otak secara area lokal; mungkin terjadi 
					pada area impak (coup) dan / atau sisi berlawanan (contrecoup) dari impak
					i.	Epidemiologi
					ii.	Penilaian
						a.	Jaminan airway dan adekuasi pernafasan adalah prioritas
						b.	Perubahan tingkat kesadaran
						c.	Mungkin mengeluh nyeri kepala progresif dan / atau fotofobia
						d.	Mungkin tidak dapat mempertahankan memori, kata- kata berulang umum terjadi
						e.	Nilai tanda dan gejala peninggian TIK
					iii.	Pengelolaan
				c.	Perdarahan intrakranial
					i.	Jenis
						a.	Epidural
						b.	Subdural
						c.	Intraserebral
						d.	Subarakhnoid
					ii.	Epidemiologi
					iii.	Penilaian
						a.	Mungkin tidak mungkin menyatakan jenis hematoma apa yang terjadi
						b.	Lebih penting adalah menentukan adanya cedera otak
						c.	Tanda / gejala peninggian TIK
						d.	Tanda / gejala defisit neurologis
						e.	Tanda dan gejala dini perubahan tingkat kesadaran
						f.	Tanda iritasi otak : Perubahan personalitas, iritabilitas, letargi, bingung, mengulang kata atau 
							kalimat, perubahan kesadaran, kelemahan satu sisi tubuh, kejang
						g.	GCS
					iv.	Pengelolaan	

IV.	Trauma tulang belakang 
	A.	Introduksi
	B.	Incidens
	C.	Morbiditas dan mortalitas
	D.	Penilaian / kriteria spinal secara traditional
		1.	Berdasar mekanisme cedera (MOI)
		2.	Pertimbangan immobilisasi spinal lazim
				a.	Korban kecelakaan tidak sadar
				b.	Korban kecelakaan sadar, periksa SCI (spinal cord injury) sebelum memindahkan
				c.	Semua pasien dengan cedera ‘bergerak’
			3.	Tidak adanya petunjuk klinis yang jelas atau kriteria spesifik untuk menilai SCI
			4.	Tanda yang mungkin menunjukkan SCI
				a.	Nyeri
				b.	Sensitf nyeri
				c.	Nyeri gerakan
				d.	Deformitas
				e.	Robek atau memar (diatas area spinal)
				f.	Paralisis
				g.	Parestesia
				h.	Paresis (kelemahan)
				i.	Syok
				j.	Priapisme
			5.	Tidak selalu mudah mengimmobilisasi semua cedera “bergerak”
			6.	Kebanyakan tersangka cedera dipindahkan dalam posisi anatomis normal
				a.	Baring rata pada spine board
				b.	Tidak ada kriteria kekecualian digunakan pada saat memindahkan pasien keposisi anatomis
			7.	Diperlukan kriteria jelas untuk menilai adanya SCI
	E.	Meninjau anatomi dan fisiologi spinal umum
	F.	Penilaian cedera spinal umum
		1.	Menentukan mekanisme cedera / kejadian cedera
			a.	MOI positif
				i.	Selalu memerlukan immobilisasi spinal lengkap
					a.	Kecelakaan sepeda motor kecepatan tinggi
					b.	Falls greater than three times patient’s height
					c.	Trauma berat terjadi dekat tulang belakang
					d.	Cedera olahraga
					e.	Keadaan benturan hebat lainnya
				ii.	Beberapa pengarah medis mungkin mengizinkan pe tugas lapangan untuk tidak mengimmobilisasi pasien dengan MOI namun
					tanpa tanda / gejala SCI
					a.	Berdasar penilaian
			b.	MOI Negatif
				i.	Tenaga / impak yang menimpa tidak menunjukkan potensi untuk cedera spinal
				ii.	Tidak memerlukan immobilisasi spinal
					a.	Contoh
			c.	MOI tidak jelas
				i.	Tidak jelas / tidak pasti mengenai kekuatan atau impak
				ii.	Kriteria klinis digunakan sebagai dasar apakah akan menggunakan immobilisasi spinal
					a.	Contoh
			d.	Kriteria klinis versus MOI
				i.	Pengelolaan inisial
					a.	Semata-mata berdasar MOI
				ii.	MOI Positif
					a.	Immobilisasi spine
				iii.	MOI Negatif
					a.	Tanpa tanda / gejala
				iv.	MOItidak jelas
					a.	Memerlukan penilaian dan evaluasi klinis lebih lanjut
				v.	Pada beberapa keadaan spinal non traumatika, im mobiisasi mungkin perlu / indikasi
				vi.	Perubahan tingkat kesadaran atau ketidaksadaran memerlukan stabilisasi tulang belakang 
	G. Penilaian pada MOI yang tidak jelas
		1.	Kriteria klinis spesifik
			a.	Perlu untuk menilai  kapan  memilih untuk tidak mengimmobilisasi pasien trauma
			b.	Mulai dengan kelayakan pasien
			i.	Nilai ulang saat penilaian spesifik
			c.	Bila kriteria spesifik tidak memuaskan, lakukan immobilisasi spine lengkap
			d.	MOI Positif selalu berarti immobilisasi spine
				i.	Penilaian spesifik ini mungkin tetap digunakan untuk menilai tingkat cedera			
		2.	Kriteria spesifik
			a.	Cegah pergerakan tulang belakang dengan mempertahankan stabilisasi oleh asisten dikala pemeriksaan
			b.	Kelayakan pasien / pemeriksaan
				i.	Dalam usaha menilai nyeri, sensitif atas nyeri, fungsi motor dan sensori yang akurat, pasien harus layak
				ii.	Pasien harus
					a.	Tenang
					b.	Kooperatif
					c.	Tidak mabuk
					d.	Alert dan berorientasi baik
				iii.	Pasien yang tidak layak
					a.	Reaksi stres akut
					b.	Cedera otak
					c.	Intoksikasi
					d.	Status mental abnormal
					e.	Cedera distrakting
					f.	Masalah komunikasi
				iv.	Adanya indikator tidak layak
					a.	Indikasi immobilisasi tulang belakang lengkap
					c.	Penilaian adanya nyeri tulang belakang
						i.	Pasien menyatakan
							a.	Semua yang terkait nyeri tulang belakang 
							b.	Tanda
							c.	Gejala
						ii.	Mungkin sangat tidak terlokalisir
						iii.	Mungkin tidak terasa tepat diatas prosesus tulang belakang
						iv.	Nyeri dikala gerak aktif kepala dan leher
							a.	Pasien disuruh menggerakkan kepala dan leher secara perlahan
							b.	Bila terjadi nyeri apapun
					d.	Nilai adanya nyeri berlebihan pada tulang belakang
						i.	Palpasi diatas semua prosesus spinosus tulang belakang
						ii.	Mulai dari leher kearah bawah kepelvis
						iii.	Meungkin bermanfaat palpasi terbalik dari pelvis ke leher
					e.	Penilaian fungsi neurologis anggota atas
						i.	Fungsi motorik
							a.	Abduksi / adduksi jari
							b.	Ekstensi jari / tangan
						ii.	Fungsi sensorik
							a.	Sensasi nyeri
					f. Penilaian fungsi neurologis anggota bawah
						i.	Fungsi motorik
							a.	Fleksi plantar kaki
							b.	Dorsifleksi kaki / jempol
						ii.	Fungsi sensorik
							a.	Sensasi nyeri
					g.	Penilaian fungsi motorik umum
						i.	Periksa radiks saraf baik pada tingkat tulang belakang leher, lumbar / sakral
						ii.	Periksa dua set radiks saraf pada tiap tingkat pada sisi kiri dan kanan
						iii.	Mampu menentukan pola klinis utama SCI
						iv.	Pemeriksaan motorik dapat dilengkapi walau terjadi cedera lokal
							a.	Bila pemeriksaan tidak dapat dilengkapi  akibat cedera lokal, seluruh pemeriksaan menjadi 
								tidak layak
					h.	Penilaian  fungsi sensorik
						i.	Periksa sensorik
							a.	Pada tingkat tulang belakang leher dan lumbar / sakral
						ii.	Pemeriksaan sensorik akan menentukan pola klinis SCI
						iii.	Semua tanda dan gejala sensasi abnormal
							a.	Indikasi immobilisasi  tulang belakang
	H.	Pengelolaan umum cedera tulang belakang
		1.	Prinsip immobilisasi  tulang belakang
			a.	Gol primer adalah mencegah cedera lebih lanjut
			b.	Tindak tulang belakang seperti tulang panjang dengan sendi pada setiap ujung (kepala dan pelvis)
			c.	15% cedera tulang belakang sekunder dapat dicegah dengan immobilisasi  layak
			d.	Selalu gunakan immobilisasi  tulang belakang “lengkap”.
				i.	Tidak mungkin membatasi dan membidai bagian cedera tertentu
			e.	Stabilisasi tulang belakang dimulai pada initial assessment
				i.	Lanjutkan hingga tulang belakang di immobilisasi  secara lengkap pada long backboard
			f.	Kepala dan leher harus diletakkan pada posisi netral, segaris, kecuali kontra indikasi
				i.	Posisi netral memungkinkan ruang terbesar bagi medulla spinal
					a.	Mengurangi hipoksia medulla spinal
					b.	Mengurang tekanan berlebihan
				ii.	Posisi paling stabil bagi kolum tulang belakang
					a.	Mengurangi ketidakstabilan
		2.	Stabilisasi / immobilisasi  tulang belakang
			a.	Pendekatan sistemik
				i.	immobilisasi  leher
					a.	Manual
					b.	Kollar kaku
				ii.	Alat immobilisasi  bantuan
					a.	Bila indikasi (alat immobilisasi jenis ketat, backboard pendek)
					b.	Memidahkan pasien stabil dari posisi duduk ke backboard panjang
				iii.	Backboard panjang
				iv.	Full body vacuum splints
				v.	Padding (penahan tubuh)
					a.	Digunakan mempertahankan posisi anatomis
					b.	Membatasi gerakan pasien
					c.	Mengisi semua ruang kosong
					d.	Bantal
					e.	Towel
					f.	Blanket
				vi.	Strap
					a.	Cukup untuk meng immobilisasi  terhadap backboard panjang
				vii.	Alat immobilisasi  leher
					a.	Komersil
					b.	Tape
					c.	Blanket roll
					d.	Bantal
			b.	Pemakai helmet
				i.	Penilaian  khusus diperlukan pada pemakai helmet
				ii.	Indikasi membiarkan helmet ditempatnya
				iii.	Indikasi membuka helmet
				iv.	Jenis helmet
				v.	Petunjuk umum membuka helmet

V.	Trauma toraks
	A.	Pemahaman umum
		1.	Epidemiologi
		2.	Mekanisme cedera (MOI)
		3.	Anatomi dan fisiologi toraks
		4.	Patofisiologi
		5.	Temuan penilaian
		6.	Pengelolaan
			a.	Airway dan ventilasi
				i.	Terapi oksigen
				ii.	Intubasi endotrakheal
				iii.	Krikotirotomi jarum
				iv.	Krikotirotomi bedah
				v.	Ventilasi tekanan positif
				vi.	Menyumbat luka terbuka
				vii.	Menstabilkan dinding dada
			b.	Sirkulasi
				i.	Mengelola disritmia kardiak
				ii.	Jalur intravena
			c.	Farmakologis
				i.	Analgetik
				ii.	Antiarrhitmia
			d.	Non-farmakologis
				i.	Trakheostomi jarum
				ii.	Trakheostomi pipa, di RS
				iii.	Perikardio sentesis, di RS
			e.	Pertimbangan transport
				i.	Mode sesuai
				ii.	Fasilitas sesuai
	B.	Cedera dinding dada
		1.	Fraktura iga
			a.	Epidemiologi
			b.	Anatomi dan fisiologi
			c.	Patofisiologi
			d.	Temuan penilaian
			e.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Terapi oksigen
					b.	Ventilasi tekanan positif
					c.	Usahakan batuk dan nafas dalam
				ii.	Farmakologis
					a.	Analgetik
				iii.	Non-farmakologis
					a.	Splint, namun cegah splint melingkar
				iv.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				v.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		2.	Segmen Flail
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Ventilasi tekanan positif mungkin perlu
					b.	Oksigen (konsentrasi tinggi)
					c.	Nilai kemungkinan perlu intubasi endotrakhel
					d.	Stabilkan segmen flail (mungkin kontroversi)
					e.	Positive end expiratory pressure (PEEP)
				ii.	Sirkulasi
					a.	Batasi cairan
				iii.	Farmakologis
					a.	Analgetik
				iv.	Non-farmakologis
					a.	Posisi
					b.	Intubasi endotrakheal dan Ventilasi tekanan positif untuk efek splint internal
				v.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				vi.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi		
		3.	Sternal fracture
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
				ii.	Sirkulasi
					a.	Batasi cairan bila disuga kontusi paru-paru
				iii.	Farmakologis
					a.	Analgetik
				iv.	Non-farmakologis
					a.	Mungkinkan splinting sendiri dinding dada
				v.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				vi.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
	C.	Cedera paru-paru
		1.	Pneumotoraks simple
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Ventilasi tekanan positif bila perlu
					b.	Monitor akan terjadinya pneumotoraks tension
				ii.	Non-farmakologis
					a.	Torakostomi jarum
				iii.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				vi.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		2.	Pneumotoraks terbuka
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Ventilasi tekanan positif bila perlu
					b.	Monitor akan terjadinya pneumotoraks tension
				ii.	Non-farmakologis
					a.	Sumbat luka terbuka
					b.	Torakostomi pipa, di RS
				iii.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				iv.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		3.	Tension pneumothorax
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Ventilasi tekanan positif bila perlu
				ii.	Sirkulasi
					a.	Atasi pneumotoraks tension untuk memperbaiki output kardiak
				iii.	Non-farmakologis
					a.	Sumbat luka terbuka				
					b.	Torakosentesis jarum
					c.	Torakostomi pipa, di RS
				iv.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				v.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		4.	Hemotoraks
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Ventilasi tekanan positif bila perlu
				ii.	Sirkulasi
					a.	Kembangkan lagi paru-paru terkena untuk mengurangi perdarahan
				iii.	Non-farmakologis
					a.	Dekompresi dada jarum
					b.	Torakostomi pipa, di RS
				iv.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				v.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		5.	Hemopneumotorakshorax
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Pengelolaan seperti hemotoraks
		6.	Kontusi paru-paru
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Ventilasi tekanan positif bila perlu
				ii.	Sirkulasi
					a.	Batasi cairan IV (beri perhatian membatasi cairan pada pasien hipovolemik)
				iii.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				iv.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
	D.	Cedera miokardial
		1.	Tamponade perikardial
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
				ii.	Sirkulasi
					a.	Pemilihan cairan
				iii.	Non-farmakologis
					a.	Perikardiosentesis, di RS
				iv.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				v.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		2.	Kontusi miokardial (cedera miokardial tumpul)
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Terapi oksigen
				ii.	Sirkulasi
					a.	Volume cairan IV
				iii.	Farmakologis
					a.	Antiarrhitmia
					b.	Vasopressor
				iv.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				v.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		3.	Ruptur miokardial
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan adalah supportif
	E.	Cedera vaskuler
		1.	Diseksi /ruptur aortik
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
				ii.	Sirkulasi 
					a.	Jangan overhidrasi
				iii.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				iv.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		2.	Luka penetrasi pada pembuluh besar
			a.	Epidemiologi
			b.	Anatomi dan fisiologi
			c.	Patofisiologi
			d.	Temuan penilaian
			e.	Pengelolaan
				i.	Kelola hipovolemis
					a.	PASG tidak dianjurkan
				ii.	Atasi tamponade bila ada
				iii.	Transport segera
	F.	Cedera toraks lainnya
		1.	Cedera diafragmatik
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
					a.	Ventilasi tekanan positif bila perlu
					b.	Ingat bahwa IPPB mungkin memperburuk cedera
				ii.	Non-farmakologis
					a.	Jangan letakkan pasien Trendelenburg
				iii.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				iv.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		2.	Cedera esofageal
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
				ii.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				iii.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		3.	Cedera trakheobronkhial
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
				ii.	Sirkulasi
				iii.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
		4.	Asfiksia traumatika
			a.	Epidemiologi
			b.	Patofisiologi
			c.	Temuan penilaian
			d.	Pengelolaan
				i.	Airway dan ventilasi
				ii.	Sirkulasi
					a.	Hipotensi segera setelah kompresi diatasi
				iii.	Farmakologis
					a.	Sodium bicarbonate harus dituntun ABG di RS
				iv.	Pertimbangan transport
					a.	Mode sesuai
					b.	Fasilitas sesuai

VI.	Trauma abdominal
	A.	Pemahaman umum
		1.	Epidemiologi
		2.	Mekanisme cedera (MOI)
		3.	Anatomi dan fisiologi toraks
	B.	Patofisiologi, penilaian dan pengelolaan sistem secara umum
		1.	Patofisiologi cedera abdominal
		2.	Penilaian 
		3.	Rencana pengelolaan / tndakan
			a.	Hanya intervensi bedah terapi efektif
			b.	Tidak ada terapi definitif diluar RS
			c.	Evaluasi cepat
			d.	Mulai resusitasi syok
			e.	Persiapan dan transport cepat kefasilitas memadai terdekat
				i.	Fasilitas harus memiliki kemampuan bedah segera
				ii.	Transport cepat
					a.	Perburukan bila RS tidak dapat memberikan intervensi bedah segera
				iii.	Pengganti cairan kristaloidCrystalloid fluid replacement
					a.	Pada perjalanan ke RS
				iv.	Dukungan airway
				v. 	Dukungan pernafasan
				vi.	Dukungan sirkulasi
					a.	Kontrol perdarahan nyata
					b.	Tamponade perdarahan
					c.	Kelola hipotensi
				vii.	Persiapan pasien
				viii.	Transport
					a.	Indikasi transport cepat
					b.	Indikasi transport kepusat trauma
					c.	Indikasi transport kefasilitas pelayanan akut
					d.	Indikasi tidak dibutuhkan transport
	C.	Cedera spesifik
		1.	Cedera organ masif
			a.	Tinjauan
				i.	Epidemiologi
				ii.	Strategi pencegahan
				iii.	Anatomi dan fisiologi
				iv.	Patofisiologi
				v.	Penilaian 
				vi.	Rencana pengelolaan / tindakan
					a.	Dukungan airway
					b. 	Dukungan pernafasan
					c.	Dukungan sirkulasi support
					d.	Persiapan pasien
					e.	Transport
					f.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
			b.	Cedera hati
				i.	Morbiditas dan mortalitas
					a.	Akibat dari kehilangan darah				
				ii.	Cedera akibat dari
					a.	Trauma tumpul
					b.	Cedera penetrasi
					c.	Cedera limpa
				i.	Tersering mencederai organ
					a.	Trauma tumpul
					b.	Umumnya bersama cedera intra abdominal lain
			c.	Mungkin dengan nyeri bahu kiri
			d.	Cedera ginjal
				i.	Sering dengan hematuria
				ii.	Nyeri punggung
			e.	Pankreas
				i.	Tersering akibat cedera penetrating
				ii.	Mungkin terjadi akibat pankreas tertekan pada kolum tulang belakang oleh
					a.	Setir
					b.	Setang
					c.	Struktur yang lebih kuat dari pankreas
				iii.	Produk pankreas akan mengiritasi peritoneum
				iv.	Auto-digesti jaringan
			f.	Diafragma
				i.	Cedera sering tersembunyi
				ii.	Herniasi isi abdominal ckedada bisa terjadi
		2.	Cedera organ berongga
			a.	Tinjauan
				i.	Epidemiologi
				ii.	Strategi pencegahan
				iii.	Anatomi dan fisiologi
				iv.	Patofisiologi
				v.	Penilaian 
				vi.	Rencana pengelolaan / tindakan
					a.	Dukungan airway
					b. 	Dukungan pernafasan
					c.	Dukungan sirkulasi support
					d.	Persiapan pasien
					e.	Transport
					f.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
			b.	Usus kecil dan besar
				i.	Tersering cedera karena cedera penetrating
				ii.	Dapat terjadi pada cedera deselerasi
			c.	Lambung
				i.	Tersering cedera karena
					a.	Trauma tumpul
					b.	Lambung yang penuh sebelum kecelakaan mempertinggi risiko cedera
			d.	Duodenum
				i.	Tersering cedera karena					
					a.	Trauma tumpul
				ii.	Penemuan sering terlambat
			e.	Kandung kencing
				i.	Tersering cedera karena					
					a.	Trauma tumpul
					b.	Kandung kencing yang penuh sebelum kecelakaan mem pertinggi risiko cedera
				ii.	Berhubungan dengan cedera pelvik
		3.	Cedera vaskuler abdominal
			a.	Tinjauan
				i.	Epidemiologi
				ii.	Strategi pencegahan
				iii.	Anatomi dan fisiologi
				iv.	Patofisiologi
				v.	Penilaian 
				vi.	Rencana pengelolaan / tindakan
					a.	Dukungan airway
					b. 	Dukungan pernafasan
					c.	Dukungan sirkulasi support
					d.	Persiapan pasien
					e.	Transport
					f.	Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
		4.	Cedera abdominal terkait lain
			a.	Eviserasi
				i.	Epidemiologi
				ii.	Strategi pencegahan
				iii.	Anatomi dan fisiologi
				iv.	Patofisiologi
				v.	Penilaian 
				vi.	Rencana pengelolaan / tindakan
					a.	Dukungan airway
					b. 	Dukungan pernafasan
					c.	Dukungan sirkulasi support
					d.	Persiapan pasien
					e.	Transport
					f.	Dukungan psikologis
Kembali



MODUL V: PEDIATRIK

KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
	•	Menilai bayi atau anak dengan henti jantung
	•	Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan henti jantung
	•	Menilai bayi atau anak dengan distress respiratori
	•	Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan distress respiratori
	•	Menilai bayi atau anak dengan syok (hipoperfusi)
	•	Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan syok (hipoperfusi)
	•	Menilai bayi atau anak dengan trauma
	•	Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan trauma


OBJEKTIF KOGNITIF
Selesai unit ini, paramedik mampu:
5.1 Menjelaskan tehnik untuk penilaian berguna pada bayi dan anak
5.2 Menjelaskan tehnik untuk tindakan berguna pada bayi dan anak
5.3 Mendiskusikan peralatan sesuai yang dibutuhkan untuk mendapatkan tanda vital pediatrik
5.4 Menentukan bantuan jalan nafas sesuai bagi bayi dan anak
5.5 Mendiskusikan komplikasi penggunaan yang tidak benar pada bantuan jalan nafas bagi bayi dan anak
5.6 Mendiskusikan alat ventilasi sesuai bagi bayi dan anak
5.7 Mendiskusikan komplikasi penggunaan yang tidak benar pada alat ventilasi bagi bayi dan anak
5.8 Mendiskusikan alat intubasi endotrakheal sesuai bagi bayi dan anak
5.9 Mengenal komplikasi prosedur yang tidak benar intubasi endotrakheal bagi bayi dan anak
5.10 Membuat daftar indikasi dan cara dekompresi lambung bagi bayi dan anak
5.11 Membedakan antara kelainan obstruksi jalan nafas atas dan bawah
5.12 Menjelaskan pendekatan umum tindakan bagi anak dengan distres, gagal, atau henti pernafasan pada kelainan obstruksi jalan 
     nafas bawah dan atas
5.13 Mendiskusikan penyebab umum hipoperfusi pada bayi dan anak
5.14 Menilai beratnya hipoperfusi pada bayi dan anak
5.15 Mengenal klasifikasi utama irama kardiak pediatrik
5.16 Mendiskusikan etiologi utama henti kardiopulmoner pada bayi dan anak
5.17 Mendiskusikan lokasi akses vaskuler sesuai usia bagi bayi dan anak
5.18 Mendiskusikan peralatan akses vaskuler layak bagi bayi dan anak
5.19 Mengenal komplikasi akses vaskuler pada bayi dan anak
5.20 Menjelaskan etiologi utama perubahan tingkat kesadaran pada bayi dan anak
5.21 Mengenal mekanisme letal utama pada cedera pada bayi dan anak
5.22 Mendiskusikan tampilan anatomi pada anak yang merupakan predisposisi, dan cara melindunginya, dari cedera tertentu
5.23 Menjelaskan aspek pengelolaan jalan nafas bayi dan anak yang terancam potensi cedera tulang belakang leher
5.24 Mengenal pasien bayi dan anak dengan trauma yang memerlukan imm tulang belakang
5.25 Mendiskusikan pengelolaan cairan dan tindakan atas syok bagi bayi dan anak
5.26 Mendiskusikan reaksi orang tua atau wali atas kematian bayi atau anak
5.27 Mendiskusikan penuntun bantuan hidup kardiak dasar (RJP) bagi bayi dan anak
5.28 Mengenal parameter sesuai untuk melakukan RJP bayi dan anak
5.29 Menggabungkan keterampilan bantuan hidup lanjut dengan bantuan hidup kardiak dasar bagi bayi dan anak
5.30 Mendiskusikan indikasi, dosis dan cara pemberian serta pertimbangan khusus untuk pemberian medikasi bagi bayi dan anak
5.31 Mendiskusikan pedoman transport layak bagi bayi dan anak
5.32 Mendiskusikan fasilitas penerima yang layak bagi bayi dan anak berisiko tinggi
5.33 Menjelaskan epidemiologi, termasuk insidens, morbiditas / mortalitas, faktor risiko serta strategi pencegahan untuk distres / 
     gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.34 Mendiskusikan patofisiologi distres / gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.35 Mendiskusikan temuan penilaian terkait distres / gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.36 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada distres / gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.37 Menjelaskan epidemiologi, termasuk insidens, morbiditas / mortalitas, faktor risiko serta strategi pencegahan untuk hipoperfusi 
     pada bayi dan anak
5.38 Mendiskusikan patofisiologi hipoperfusi pada bayi dan anak
5.39 Mendiskusikan temuan penilaian terkait hipoperfusi pada bayi dan anak
5.40 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada hipoperfusi pada bayi dan anak
5.41 Mendiskusikan temuan penilaian terkait disritmia kardiak pada bayi dan anak
5.42 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada disritmia kardiak pada bayi dan anak
5.43 Menjelaskan epidemiologi, termasuk insidens, morbiditas / mortalitas, faktor risiko serta strategi pencegahan untuk trauma 
     pada bayi dan anak
5.44 Mendiskusikan patofisiologi trauma pada bayi dan anak
5.45 Mendiskusikan temuan penilaian terkait trauma pada bayi dan anak
5.46 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada trauma pada bayi dan anak


OBJEKTIF PSIKOMOTOR 
Selesai unit ini, paramedik mampu:
5.47 Mendemonstrasikan pendekatan sesuai dalam menindak bayi dan anak
5.48 Mendemonstrasikan tehnik intervensi sesuai dengan keluarga bayi dan anak dengan sakit akut atu cedera
5.49 Mendemonstrasikan penilaian sesuai untuk kelompok umur kembang berbeda
5.50 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam mengukur tanda vital pediatrik6-2.93
5.51 Mendemonstrasikan penggunaan alat resusitasi berdasar ukuran panjang badan dalam menentukan ukuran alat, dosis obat dan 
     informasi penting lainnya untuk pasienpediatrik
5.52 Mendemonstrasikan pendekatan sesuai dalam menindak bayi dan anak dengan distres, gagal dan henti pernafasan
5.53 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memberikan oksigen dengan tiupan untuk bayi dan anak
5.54 Mendemonstrasikan pengggunaa sesuai masker oksigen non-rebreather pediatrik
5.55 Mendemonstrasikan teknik suctio bagi bayi dan anak
5.56 Mendemonstrasikan penggunaan sesuai alat jalan nafas bagi bayi dan anak
5.57 Mendemonstrasikan penggunaan tepat alat ventilasi sesuai bagi bayi dan anak
5.58 Mendemonstrasikan prosedur intubasi endotrakheal pada bayi dan anak
5.59 Mendemonstrasikan pengelolaan / tindakan komplikasi intubasi pada bayi dan anak
5.60 Mendemonstrasikan krikotiroidotomi sesuai bagi bayi dan anak
5.61 Mendemonstrasikan pemasangan pipa gastrik yang tepat pada bayi dan anak
5.62 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memasang katetr IV perifer pada bayi dan anak
5.63 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memberikan medikasi secara immobilisasi, inhalasi, subkutan, rektal, endotrakheal 
     dan oral pada bayi dan anak
5.64 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memasang jalur intra osseus bagi
5.65 Mendemonstrasikan intervensi sesuai bagi bayi dan anak dengan obstruksi jalan nafas parsial
5.66 Mendemonstrasikan manuver pembersihan jalan nafas dasar sesuai usia bagi bayi dan anak dengan obstruksi jalan nafas lengkap
5.67 Mendemonstrasikan tehnik sesuai untuk laringoskopi direk dan pengangkatan benda asing pada bayi dan anak dengan obstruksi 
     jalan nafas lengkap
5.68 Mendemonstrasikan manuver kontrol jalan nafas dan pernafasan yang sesuai bagi pasien trauma bayi dan anak
5.69 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak yang butuh kontrol jalan nafas dan pernafasan lanjut
5.70 Mendemonstrasikan tehnik immobilisasi sesuai bagi bayi dan anak dengan trauma
5.71 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera kepala
5.72 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera dada
5.73 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera abdominal
5.74 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera ekstremitas
5.75 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan luka bakar
5.76 Mendemonstrasikan tehnik interviu layak bagi orang tua / wali pada situasi meninggalnya bayi dan anak
5.77 Mendemonstrasikan RJP sesuai bagi bayi
5.78 Mendemonstrasikan RJP sesuai bagi anak
5.79 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam melakukan defibrilasi dan kardioversi yang disinkronkan bagi bayi dan anak


DEKLARATIF
I.	Assessment
	A.	Perimbangan umum
		1.	Banyak hal dari penilaian pasien inisial dapat dilakukan dengan mengob pasien. Gunakan ortu atau pengasuh untuk membantu
			membuat bayi atau anak dalam kondisi nyaman.
		2.	Interaksi dengan ortu atau keluarga
			a.	Respons normal terhadap sakit akut dan cedera
			b.	Interaksi ortu atau pengasuh dengan anak
			c.	Tehni intervensi
	B.	Pemeriksaan fisik
		1.	Survei kejadian
			a.	Observasi kejadian atas adanya bahaya atau potensi bahaya
			b.	Observasi kejadian atas mekanisme cedera atau kesakitan
				i.	Telan
					a.	Salah elan, botol obat, bahan kimia rumahan, dll
				ii.	Penganiayaan anak
					a.	Cedra dan riwayat tidak sesuai, memar tidak ditempat yang sesuai dengan mekanisme cedera, dll
				iii.	Posisi pasien saat ditemukan
			c.	Observasi interaksi ortu atau pengasuh dengan anak
				i.	Apakah mereka berlaku lazim
				ii.	Apakah ortu atau pengasuh cukup tanggap	
				iii.	Apakah ortu atau pengasuh marah-marah
				iv.	Apakah ortu atau pengasuh  mandiri
		2.	Initial assessment
			a.	Penekanan umum
				i.	Penekanan umum atas lingkungan of environment
				ii.	Penekanan umum interaksi  ortu atau pengasuh dengan anak
				iii.	Penekanan umum Segitiga Penilaian pasien / pediatrik
					a.	Struktur menilai pasien pediatrik
					b.	Terarah pada informasi paling bernilai bagi pasien pediatrik
					c.	Gunakan untuk memastikan bila ada semua kondisi pengancam hidup
					d.	Komponen
						i.	Tampilan
						ii.	Kerja pernafasan
						iii.	Sirkulasi
				iv.	Rencana triase inisial
					a.	Urgen, lakukan dengan penilaian ABC cepat, tindakan dan transport
					b.	Non urgen, lakukan dengan riwayat terarah, pemeriksaan fisik lengkap setelah penilaian awal
			b.	Fungsi vital
				i.	Tentukan tingkat kesadaran
					a.	Skala AVPU
						i.	Alert
						ii.	Respon terhadap stimuli verbal
						iii.	Respon terhadap stimuli nyeri / painful
						iv.	Unresponsive
					b.	Modified Glasgow Coma Scale
					c.	Tanda oksigenasi inadekuat
				ii.	Airway
					a.	Tentukan patensi
				iii.	Breathing
					a.	Turun naik dada adekuat
					b.	Penggunaan otot tambahan
					c.	Pelebaran nasal
					d.	Takipnea
					e.	Bradipnea
					f.	Pola nafas irreguler
					g.	Kepala turun naik (bobbing)
					h.	Menggeram
					i.	Suara nafas absen
					j.	Suara abnormal
				iv.	Circulation
					a.	Nadi
						i.	Sentral
						ii.	Perifer
						iii.	Kualitas nadi
					b.	Tekanan darah
						i.	Pengukuran TD tidak perlu pada anak usia < 3 tahun
					c.	Warna kulit
					d.	Perdarahan aktif
				v.	Tanda vital
					a.	Bayi
					b.	Batita
					c.	Balita
					d.	ABG
					e.	Remaja
		3.	Fase transisi, Digunakan untuk memungkinkan bayi atau anak menjadi dengan anda dan peralatan
			a.	Gunakan fase transisi sesuai dengan kegawatan pasien
			b.	Untuk anak sadar, sakit tidak akut
			c.	Untuk anak tidak sadar, sakit akut jangan lakukan fase transisi namun langsung lakukan tindakan dan transport
		4.	Riwayat terarah
			a.	Pendekatan
				i.	Untuk bayi, batita, balita, dapatkan dari ortu / pengasuh
				ii.	Untuk ABG dan remaja, kebanyakan informasi mungkin didapat dari pasien
				iii.	Untuk remaja yang lebih tua, tanyakan padda pasien secara pribadi tentang aktifitas, seksual, kehamilan,
						penyalahgunaan obat dan penggunaan alkohol
			b.	Kandungan
				i.	Keluhan utama
					a.	Riwayat cedera / sakit
					b.	Berapa lama diderita
					c.	Adanya demam
					d.	Dampak pada kehidupan
					e.	Kondisi bab / bak
					f.	Munthah / mencret
					g.	Frekuensi kencing
				ii.	Riwayat medis sebelumnya
					a.	Bayi atau anak dalam perawatan dokter
					b.	Sakit kronis
					c.	Obat-obatan
					d.	Alergi
		5.	Pemeriksaan fisik lengkap
			a.	Examine all body regions
				i.	Kepala hingga jari kaki pada anak yang lebih besar
				ii.	Jari kaki hingga kepala pada anak yang lebih kecil
			b.	Sebagian atau seluruh hal berikut mungkin cukup, tergantung keadaan
				i.	Pupil
				ii.	Capillary refill
					a.	Normal, dua detik atau kurang
					b.	Hal penting dalam menilai pasien usia kurang dari enam tahun
					c.	Kurang layak dalam kondisi dingin
					d.	Dasar kuku, jempol dan tumit pucat
				iii.	Hidrasi
					a.	Turgor kulit
					b.	Ubun-ubun bayi cekung atau rata
					c.	Adanya airmata atau liur
				iv.	Oksimetri nadi
					a.	Harus digunakan pada semua bayi atau anak dengan cedera atau sakit sedang
					b.	Hipoksia dan syok bisa merubah pembacaan
				v.	Monitor kardiak
		6.	Pemeriksaan berkelanjutan, moniter berlanjut hal berikut
			a.	Usaha bernafas
			b.	Warna
			c.	Status mental
			d.	Oksimetri nadi
			e.	Tanda vital
			f.	Suhu pasien
	C.	Pengelolaan umum
		1.	Pengelolaan airway pada pasien pediatrik
			a.	Basic airway management
				i.	Posisi secara manual
					a.	Memungkinkan pasien medikal mendapatkan posisi nyaman
					b.	Sangga dibawah punggung untuk pasien trauma usia kurang dari 3 tahun
					c.	Peninggian oksipital bagi pasien medikal yang berbaring bagi usia 3 tahun atau lebih
				ii.	Obstruksi airway benda asing, metode pembersihan dasar
					a.	Bayi
						i.	Back blows
						ii.	Chest thrusts
					b.	Anak
						i.	Abdominal thrusts
				iii.	Suction
					a.	Cegah hipoksia
					b.	Cegah stimulasi jalan nafas atas
					c.	Kurangi tekanan negatif pengisp pada bayi (100 mm/Hg) 				
                iv.	Oksigenasi
					a.	Masker non-rebreather
					b.	Tiupan oksigen bila masker tidak ditoleransi
						i.	Gunakan ortu atau pengasuh untuk memberikan oksigen bila kondisi memungkinkan
					c.	Pertahankan posisi kepala layak
				v.	Jalan nafas oropharyngeal
					a.	Ukuran
					b.	Disukai metoda insersi menggunakan tongue blade untuk menekan lidah dan rahang
				vi.	Jalan nafas nasopharyngeal
					a.	Ukuran
					b.	Tidak ada perbedaan bermakna dalam ukuran atau pemakaian dibandingkan dewasa
				vii.	Ventilasi
					a.	Ukuran bag
					b.	Kecocokan masker layak
					c.	Posisi dan penyekatan masker layak (E-C clamp)
					d.	Frekuensi ventilasi sesuai usia (squeeze-release-release)
					e.	Pastikan peninggian dada pada setiap nafas
					f.	Berikan waktu yang cukup untuk ekshalasi
					g.	Nilai ventilasi BVM
					h.	Gunakan penekanan krikoid untuk meminimalkan inflasi lambung dan regurgitasi pasif
			b.	Pengelolaan airway lanjut
				i.	Obstruksi airway benda asing, metude pembersihan lanjut
					a.	Laryngoscopi direk dengan forsep Magill
					b.	Mengusahakan intubasi sekitar benda asing
					c.	Pikirkan krikotiroidotomi jarum sesuai protokol medis hanya sebagai pilihan terakhir bila obstruksi jalan
						nafas atas lengkap
				ii.	Intubasi endotrakheal pasien pediatrik
					a.	Laringoskop dan blade ukuran sesuai
						i.	Ukuran ditentukan berdasar pita resusitasi berdasar panjang badan
						ii.	Disukai blade lurus
					b.	Pipa endotrakheal dan stilet ukuran sesuai
						i.	Metode pengukuran
							a.	Pita resusitasi berdasar panjang badan
						ii.	Penempatan stilet
					c.	Tehnik intubasi pediatrik
					d.	Kedalaman insersi
					e.	Alat pengaman pipa endotrakheal
				iii.	Krikotiroidotomi jarum pasien pediatrik
		2.	Circulation
			a.	Akses vaskuler
				i.	Akses intraosseus pada anak < 6 tahun pada henti kardiak atau akses IV gagal
			b.	Resusitasi cairan
				i.	20 ml/kg RL / normal salin (NaClFis) bolus bila perlu
		3.	Farmakologis
			a.	Intubasi urutan cepat atas arahan medikal
		4.	Non-farmakologis
			a.	Immobilisasi C-spine untuk kasus trauma
		5.	Pertimbangan transport
			a.	Mode sesuai
				i.	Transport tidak boleh ditunda untuk mengerjakan prosedur yang bisa dikerjakan diperjalanan
				ii.	Tindakan BLS sesuai harus dilakukan sebelum semua intervensi ALS
			b.	Fasilitas memadai
				i.	Kemampuan RS penerima dengan ekspertise dalam pelayanan pediatrik mungkin memperbaiki luaran pasien
		6.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
			a.	Gunakan ortu / pengasuh membantu memberikan kenyamanan pada bayi atau anak
			b.	Bantu ortu menenangkan anak saat prosedur yang menyakitkan
			c.	Bayi, batita, balita dan usia sekolah tidak suka dipisahkan dari ortu / pengasuh
			d.	Bayi dan anak memiliki ketakutan alamiah atas orang asing; untuk pasien stabil, usahakan mereka menjadi terbiasa
				dengan anda sebelum melakukan penilaian
			e.	Lakukan pengawasan atas apa yang akan terjadi pada pasien (lengan mana yang akan dilakukan jalur IV)
			f.	Bila mungkin dan praktis, posisikan wajah anda setinggi wajah pasien untuk menjamin komunikasi dan mengurangi ketakutan
			g.	Gunakan bahasa sesuai usia
			h.	Jaga pasien tetap hangat
			i.	Izinkan pasien memakai mainan / perlak favoritnya bila mungkin
			j.	Izinkan pasien mengekspresikan perasaannya (Mis. cemas, nyeri, menangis)
			k.	Beritahu pasien akan kegiatan tertentu yang tidak diizinkan (mis. memukul, menggigit, meludah)

II.	Patofisiologi, penilaian dan pengelolaan khusus
	A.	Gangguan pernafasan
		1.	Pendahuluan
			a.	Epidemiologi
				i.	Insidens
				ii.	Morbiditas / mortalitas
				iii.	Faktor risiko
				iv.	Strategi pencegahan
			b.	Kategori gangguan pernafasan
				i.	Obstruksi jalan nafas atas
				ii.	Kelainan jalan nafas bawah
		2.	Patofisiologi
			a.	Kelainan pernafasan menyebabkan gangguan jalan nafas atau paru-paru
				i.	Beratnya gangguan pernafasan tergantung beratnya kelainan pernafasan
				ii.	Pendekatan tindakan tergantung beratnya gangguan pernafasan
			b.	Beratnya
				i.	Distres pernafasan
					a.	Peningkatan usaha untuk bernafas
					b.	Tekanan dioksida karbon pada darah menurun pada awalnya, lalu meningkat bila kondisi memburuk
					c.	Bila tidak dikoreksi, distre pernafasan menuju ke gagal nafas
				ii.	Gagal nafas
					a.	Ventilasi atau oksigenasi tidak adekuat
						i.	Sistem pernafasan dan sirkulasi tidak mampu mengganti oksigen dan dioksida karbon secara memadai
					b.	Tekanan dioksida karbon pada darah meningkat, menuju ke asidosis respiratori
					c.	Keadaan sangat buruk;  pasien berada ditepi henti napas
						iii.	Henti napas
							a.	Berhentinya pernafasan
							b.	Kegagalan mengatasi berakibat henti kardiopulmoner
							c.	Luaran yang baik bisa diharap dengan intervensi dini yang mencegah henti kardiopulmoner
			c.	Penilaian 
				i.	Keluhan utama
				ii.	Riwayat
				iii.	Pemeriksaan fisik
					a.	Tanda dan gejala distres pernafasan
						i.	Status mental normal => irritabilitas atau cemas
						ii.	Takpnea
						iii.	Retraksi
						iv.	Pelebaran nasal
						v.	Tonus otot baik
						vi.	Takikardia
						vii.	Turun naik kepala (head bobbing)
						viii.	Mengorok
						ix.	Sianosis yang membaik dengan oksigen tambahan
					b.	Tanda dan gejala gagal nafas
						i.	Irritabilitas atau kecemasan ==> letargi
						ii.	Takipnea jelas ==> bradipnea
						iii.	Retraksi jelas ==> respirasi agonal
						iv.	Tonus otot buruk 
						v.	Takikardia jelas ==> bradikardia
						vi.	Sianosis sentral
					c.	Tanda dan gejala henti nafas
						i.	Obtundasi ==> koma
						ii.	Bradipnea ==> apnea
						iii.	Hilangnya gerak dinding dada
						iv.	Hilangnya tonus otot
						v.	Bradikardia ==> asistol
						vi.	Sianosis jelas
				iv.	Lakukan penilaian - indikasi perbaikan
					a.	Perbaikan warna
					b.	Perbaikan saturasi oksigen
					c.	Peningkatan denyut nadi
					d.	Peningkatan tingkat kesadaran
			d.	Pengelolaan
				i.	Pendekatan tindakan bertahap
				ii.	Pertimbangkan memisahkan ortu dari anak
				iii.	Airway
					a.	Kelola obstruksi jalan nafas atas bila perlu
					b.	Insersikan jalan nafas bantuan bila perlu
				iv.	Ventilasi dan oksigenasi
					a.	Distres pernafasan / gagal pernafasan awal
						i.	Berikan oksigen aliran tinggi
					b.	Gagal pernafasan lanjut / henti pernafasan
						i.	BVM, ventilasi pasien dengan oksigen 100% melaluibag ukuran sesuai usia
						ii.	ETT, intubasi pasien bila ventilasi tekanan positif tidak secara cepat memperbaiki kondisi pasien
						iii.	Pikirkan dekompresi lambung bila distensi abdomen mengganggu ventilasi
						iv.	Pikirkan dekompresi jarum atas arahan medikal bila terjadi pneumotoraks tension
						v.	Pikirkan krikotiroidotomi atas arahan medikal hanya sebagai pilihan terakhir bila terjadi 
							obstruksi jalan nafas atas lengkap
				v.	Circulation
				vi.	Tindakan pendukung
				vii.	Pertimbangan transport
					a.	Jenis sesuai
					b.	Fasilitas sesuai
				viii.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
		3.	Obstruksi jalan nafas atas
			a.	Croup
				i.	Epidemiologi
					a.	Insiden
						i.	Sangat sering pada bayi dan anak (6 bulan - 4 tahun)
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi
					a.	Proses inflamasi jalan nafas atas termasuk daerah subglotik
					b.	Penyebab utama adalah infeksi virus jalan nafas atas
					c.	Bentuk lain adalah croup spasmodik
						i.	Terjadi terutama tengah malam
						ii.	Biasanya tanpa didahului infeksi nafas atas
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala distres / gagal nafas, tergantung beratnya dan
						i.	Tampak sakit
						ii.	Stridor
						iii.	Batuk melengking atau seperti terompet
						iv.	Parau
						v.	Demam (+/-)
					b.	Riwayat
						i.	Biasa dengan riwayat infeksi jalan nafas atas pada croup klasik (1 - 2 hari)
						ii.	Jarang berlanjut ke gagal nafas
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	Oksigen lembab atau nebulasi
						ii.	Oksigen dingin lembab 4-6 L/mn
					b.	Circulation
					c.	Farmakologis
					d.	Non-Farmakologis
						i.	Letakkan anak pada posisi nyaman
					e.	Pertimbangan transport
					f.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	Jangan rangsang pasien (jangan melalui IV, tekanan darah dll)
						ii.	Biarkan ortu, pengasuh, wali bersama anak bila mungkin
			b.	Aspirasi benda asing
				i.	Epidemiolog
					a.	Insidens
						i.	Biasa terjadi pada usia 1 - 4 tahnun, namun bisa pada usia lain)
						ii.	Umum
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Sumbatan sebagian atau total jalan nafas atas oleh benda asing
					b.	Objek biasanya makanan (permen keras, kacang, biji, hotdog) atau objek kecil (koin, balon)
					c.	Bila tidak di intervensi atau intervensi gagal, henti nafas diikuti henti kardiopulmoner akan terjadi
				iii.	Penilaian 
					a.	Obstruksi sebagian
						i.	Tanda dan gejala distres atau gagal nafas, tergantung beratnya dan
						ii.	Riwayat, biasanya riwayat tercekik bila disaksikan oleh orang dewasa
					b.	Obstruksi lengkap
						i.	Tanda dan gejala gagal atau henti nafas, tergantung beratnya dan
						ii.	Riwayat
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	Ostruksi sebagian
						ii.	Obstruksi lengkap
					b.	Sirkulasi
					c.	Farmakologis 
					d.	Pertimbangan transport
						i.	Kabari status pasien pada RS
						ii.	Transport segera
					e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	Jangan rangsang pasien
						ii.	Biarkan pengasuh bersama anak  bila mungkin
			c.	Trakheitis bakterial
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
						i.	Biasa pada bayi dan balita (usia 1-5 tahun), namun dapat terjadi pada usia lebih besar
						ii.	Sangan jarang
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Infeksi bakterial jalan nafas atas, trakhea subglotik, biasanya mengikuti croup viral
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala , distres atau gagal nafas, tergantung beratnya dan
						i.	Tampak agitasi, sakit
						ii.	Demam tinggi
						iii.	Stridor inspiratori dan expiratori
						iv.	Batuk berdahak atau bernanah
						v.	Suara parau
						vi.	Nyeri tenggorok
					b.	Riwayat
						i.	Biasa riwayat croup beberapa hari sebelumnya
					c.	Bisa berlanjut ke gagal atau henti nafas
				iv.	Pengelolaan
					a.	Jamin airway dan ventilasi
					b.	Berikan oksigen melalui non-rebreather atau tiupan
					c.	Obstruksi lengkap atau gagal / henti nafas
						i.	Ventilasi BVM
						ii.	Mungkin perlu tekanan tinggi untuk ventilasi adekuat
						iii.	Intubasi pasien
						iv.	Suction pipa endotrakheal untuk mengurangi nanahtau lendir
					d.	Sirculation
					e.	Farmakologis 
					f.	Pertimbangan transport
						i.	Letakkan pasien posisi duduk
						ii.	Beritahu RS status pasien sesegera mungkin
						iii.	Transport segera
					g.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	JANGAN RANGSANG PASIEN (jangan melalui IV, jangan ukur TD, jangan periksa mulut pasien)
						ii.	Biarkan pengasuh bersama anak  bila mungkin
			d.	Epiglottitis  
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
						i.	Usia 3 - 7 tahun, namun bisa usia lain
						ii.	Sangat sangat jarang akibat vaksin H. flu
					b.	Faktor risiko
					c.	Prevention strategies
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Selulitis timbul cepat pada epiglotis dan sekitar
					b.	Infeksi bakterial, biasanya Hemofilus influensa tipe B
					c.	Bisa menjadi darurat ancam jiwa sejati
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
						i.	Tampak sakit
						ii.	Stridor
						iii.	Suara halus
						iv.	Liur mengalir
						v.	Nyeri tenggorok
						vi.	Nyeri telan
						vii.	Demam tinggi
					b.	Riwayat
						i.	Biasanya tanpa riwayat sebelumnya namun onset gejala cepat (6 - 8 jam)
					c.	Bisa cepat berlanjut ke henti nafas
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	JANGAN BERUSAHA MELIHAT JALAN NAFAS BILA PASIEN SADAR
						ii.	Izinkan ortu memberikan oksigen
						iii.	Bila jalan nafas menjadi tersumbat, ventilasi melalui BVM biasanya efektif (two rescuer)
						iv.	Bila BVM tidak efektif, usahakan intubasi dengan stilet ditempatnya
						v.	Intubasi tidak dilakukan bila waktu transport singkat
						vi.	Melakukan kompresi dada  saat visualisasi glotik saat intubasi bisa menimbulkan gelembung pada 
							pangkal trakhea
						vii.	Pikirkan krikotiroidotomi atas arahan medikal sebagai usaha terakhir bila terjadi obstruksi jalan
								nafas atas lengkap
					b.	Sirkulasi
					c.	Farmakologis 
					d.	Pertimbangan transport
						i.	Usahakan pasien pada posisi nyaman
						ii.	Beritahu RS atas status pasien segera
						iii.	Transport ke RS tanpa ditunda, jaga suhu tetap hangat
					e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	JANGAN AGITASI PASIEN (jangan melalui IV, jangan ukur tekanan darah, jangan periksa mulut pasien)
						ii.	Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
		4.	Kelainan jalan nafas bawah
			a.	Asma
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
						i.	Biasa diatas usia 2 tahun												
                        ii.	Sangat sering
					b.	Faktor risiko
						i.	Khas pada anak diketahui dengan riwayat asma
						ii.	Dipicu infeksi nafas atas, alergi, perubahan temperatur, latihan fisik dan respons emosional
						iii.	Anak dengan riwayat serangan asma lama mudah lelah; awasi tanda gagal nafas
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Bronkhospasme
					b.	Produksi dahak hebat
					c.	Inflammasi jalan nafas halus
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala , distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
						i.	Tampak cemas
						ii.	Wheezing
						iii.	Fase ekspirasi memanjang
						iv.	Dada yang hening berarti bahaya
					b.	Riwayat
						i.	Biasa mengikuti paparan yang diketahui sebagai pemicu
					c.	Bronkhiolitis dan asma mungkin tampil sangat serupa
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	Berikan oksigen dengan cara yang diterima
						ii.	Ventilasi BVM untuk gagal atau henti nafas (letargi progresif, tonus otot bburuk, usaha bernafas 
							dangkal)
						iii.	Intubasi endotrakheal bagi gagal atau henti nafas dengan ventilasi BVM lama, atau respons buruk	
								terhadap ventilasi BVM
					b.	Sirkulasi
					c.	Farmakologis 
						i.	Nebulizer Albuterol
						ii.	Epinephrine 1:1000 Subkutan, hanya bila dengan distres atau gagal nafas berat
						iii.	Medikasi bisa diulang bila tidak tidak ada efek
					d.	Pertimbangan transport
						i.	Usahakan pasien pada posisi nyaman
					e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin					
			b.	Bronkhiolitis
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
						i.	Biasa pada usia kurang dar 2 tahun
						ii.	Sangat jarang
					b.	Faktor risiko
						i.	Biasa pada musim dingin
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Proses infllamasi jalur nafas bawah termasuk jalan nafas terminal
					b.	Penyebab utama adalah infeksi virus sinsitial pernafasan pada jalan nafas bawah
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala, distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
						i.	Tampak cemas
						ii.	Wheezing
						iii.	Rales (auskultasi pendek, tajam, diffuse)
					b.	Riwayat
						i.	Biasa ada riwayat gejala infeksi pernafasan atas
					c.	Bronkhiolitis dan asma bisa tampil sangat mirip
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	Berikan oksigen dengan cara yang diterima
						ii.	Ventilasi BVM pada gagal / henti nafas (letargi progresif, tonus otot buruk, gerak nafas dangkal)
						iii.	Intubation Endotrakheal pada gagal / henti nafas, dengan ventilasi jangka lama, atau renspon tidak
								adekuat atas ventilasi BVM
					b.	Sirculasi
					c.	Farmakologis 
						i.	Nebulizer Albuterol
					d.	Pertimbangan transport
						i.	Usahakan pasien pada posisi nyaman
					e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
			c.	Pneumonia
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
						i.	Biasa pada usia bayi hingga 5 tahun, namun bisa pada usia lain
						ii.	Umum
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Infeksi paru-paru dan jalan nafas bawah
					b.	Mungkin disebabkan oleh bakteri dan virus
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala, distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
						i.	Tampak cemas
						ii.	Bunyi nafas melemah
						iii.	Rales
						iv.	Rhonchi (lokal atau difus)
						v.	Nyeri dada
						vi.	Demam
					b.	Riwayat
						i.	Biasa ada riwayat gejala infeksi nafas bawah
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	Berikan oksigen dengan cara yang diterima
						ii.	Ventilasi BVM pada gagal / henti nafas (letargi progresif, tonus otot buruk, gerak nafas dangkal)
						iii.	Intubasi Endotrakheal pada gagal nafas, dengan ventilasi jangka lama, atau renspon tidak adekuat
								atas ventilasi BVM
					b.	Sirkulasi
					c.	Farmakologis 
					d.	Pertimbangan transport
						i.	Usahakan pasien pada posisi nyaman
					e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
			d.	Obstruksi jalan nafas bawah oleh benda asaing
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
						i.	Biasa pada usia 1 - 4 tahun, namun bisa pada usia lain
						ii.	Jarang
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Benda asing pada jalan nafas bawah atau paru - paru
					b.	Objek biasanya makanan (kacang, biji dll) atau benda kecil
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala, distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
						i.	Tampak cemas
						ii.	Bunyi nafas melemah
						iii.	Rales
						iv.	Rhonchi (lokal atau difus)
						v.	Nyeri dada
					b.	Riwayat
						i.	Bisa ada riwayat tercekik bila disaksikan dewasa
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	Berikan oksigen dengan cara yang diterima
						ii.	Ventilasi BVM pada gagal / henti nafas (letargi progresif, tonus otot buruk, gerak nafas dangkal)
						iii.	Intubation Endotrakheal pada gagal / henti nafas, dengan ventilasi jangka lama, atau renspon tidak
								adekuat atas ventilasi BVM
						iv.	Jangan berusaha mengeluargan benda asing karena diluar jangkauan forsep Magill
					b.	Sirkulasi
					c.	Pertimbangan transport
						i.	Usahakan pasien pada posisi nyaman
					d.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
						i.	Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
	
	B.	Shock
		1.	Pendahuluan
			a.	Epidemiologi
				i.	Incidence
				ii.	Morbiditas / mortalitas
				iii.	Faktor risiko
				iv.	Strategi pencegahan
			b.	Kategorisyok
				i.	Non-kardiogenik
				ii.	Kardiogenik
		2.	Patofisiologi 
			a.	Keadaan abnormal yang khas dengan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen dan substrat metabolik untuk memenuhi 
				kebutuhan metabolik jaringan
			b.	Beratnya
				i.	Terkompensasi (awal)
					a.	Tekanan darah pasien normal walau tanda perfusi jaringan yang tidak adekuat tampil
					b.	Reversibel
				ii.	Terdekompensasi (lanjut)
					a.	Hipotensi dan tanda perfusi jaringan yang tidak adekuat tampil 
					b.	Sering irreversibel
			c.	Penilaian 
				i.	Keluhan utama
				ii.	Riwayat
				iii.	Temuan fisik
					a.	Tanda dan gejala syok terkompensasi
						i.	Mudah terangsang atau cemas
						ii.	Takhikardia
						iii.	Takhipnea
						iv.	Nadi perifer lemah, nadi sentral penuh
						v.	Capillary refill lambat
						vi.	Dingin, extremitas pucat
						vii.	TD sistolik dalam batas normal
						viii.	Output urin berkurang
					b.	Tanda dan gejala syok terdekompensasi
						i.	Lethargi atau koma
						ii.	Takhikardia atau brradikardia jelas
						iii.	Takhipnea atau bradipnea jelas
						iv.	Nadi perifer hilang, nadi sentral lemah
						v.	Capillary refill sangat melambat
						vi.	Ekstremitas dingin, pucat, gelap, berbercak
						vii.	Hipotensi
						viii.	Output urin sangat berkurang
					d.	Pengelolaan 
						i.	Pendekatan tindakan bertahap
						ii.	Pertimbangkan memisahkan ortu dari anak
						iii.	Airway
							a.	Trauma, immobilisasi c-spine
						iv.	Ventilasi dan oksigenasi
							a.	Syok terkompensasi
								i.	Oksigen
							b.	Syok terdekompensasi
								i.	BVM, pikirkan pasien dengan ventilasi oksigen 100% oxygen via bag ukuran sesuai
								ii.	ETT, pikirkan intubasi bila ventilasi tekanan positif tidak memperbaiki kondisi 
									pasien dengan cepat
						v.	Circulation
							a.	Syok terkompensasi
								i.	Oksigen
							b.	Syok terdekompensasi
								i.	Non-kardiogenik
								ii.	Kardiogenik
						vi.	Supportive care
						vii.	Pertimbangan transport
							a.	Mode layak
							b.	Fisilitas layak
						viii.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
		3.	Nonkardiogenikcardiogenic
			a.	Hipovolemia
				i.	Epidemiologi
					a.	Umum
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Deplesi volume intravaskuler
						i.	Dehidrasi berat
						ii.	Kehilangan darah
						iii.	Penilaian 
							a.	Tanda dan gejala syok terkompensasi atau ter dekompensasi tergantung beratnya dan
								i.	Kehilangan darah
								ii.	Dehidrasi
							b.	History
						iv.	Pengelolaan  
							a.	Airway dan ventilasi
								i.	Oksigen
								ii.	Trauma, immobilisasi c-spine
							b.	Sirkulasi
								i.	Syok terkompensasi
								ii.	Syok terdekompensasi
							c.	Tindakan pendukung
							d.	Pertimbangan transport
							e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
					b.	Distributif
						i.	Epidemiologi
							a.	Jarang
						ii.	Etiologi
							a.	Septik
							b.	Neurogenik
							c.	Anafilaktik
						iii.	Patofisiologi 
							a.	Pooling perifer akibat hilangnya tonus vasomotor
						iv.	Penilaian 
							a.	Tanda dan gejala syok terkompensasi dan ter dekompensasi tergantung beratnya dan
								i.	Septik
								ii.	Neurogenic
								iii.	Anafilaktik
							b.	Riwayat
						v.	Pengelolaan 
							a.	Airway dan ventilasi
								i.	Oksigen
								ii.	Trauma, immobilisasi c-spine
							b.	Sirkulasi
								i.	Syok terkompensasi
								ii.	Syok terdekompensasi
							c.	Tindakan pendukung
							d.	Pertimbangan transport
							e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi
		4.	Kardiogenik
			a.	Kardiomiopati
				i.	Epidemiologi
					a.	Infeksi
					b.	Kelainan kongenital
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Gagal pompa mekanik
					b.	Biasanya biventrikuler
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala darisyok terkompensasi dan terdekompensasi, tergantung beratnya dan
						i.	Rales
						ii.	Distensi vena Juguler
						iii.	Hepatomegali
						iv.	Edema periferal
					b.	Riwayat
				iv.	Pengelolaan 
						a.	Airway dan ventilasi
							i.	Oksigen
							ii.	Trauma, immobilisasi c-spine
						b.	Sirkulasi
							i.	Syok terkompensasi
							ii.	Syok terdekompensasi
						c.	Tindakan pendukung
						d.	Pertimbangan transport
						e.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi						
			b.	Dysrhythmias
				i.	Epidemiologi
					a.	Bradidisrhithmia, umum terjadi
					b.	Takhidisrhithmia supraventriculer, jarang
					c. 	Takhidisrhithmia ventriculer, sangat jarang
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Gagal pompa elektrik
						i.	Berakibat pada syok kardiogenik atau henti kardio pulmuner
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala syok kardiogenik (terkompensasi atau terdekompensasi) atau henti kardiopulmoner, 
						tergantung jenis
					b.	Riwayat
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Khas bagi setiap jenis
	C.	Disrhithmia
		1.	Takhidisrhithmia
			a.	Takhikardia supraventrikuler
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
						i.	Biasa pada bayi tanpa didahului riwayat
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Stabil (syok terkompensasi), pasien biasanya tetap stabil selama transport dengan oksigen
					b.	Takstabil (syok terdekompensasi) - PASIEN MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
					c.	Anak mungkin sanggup mengikuti peningkatan irama untuk beberapa saat, namun setelah beberapa jam, akan 
						menjadi terdekompensasi
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala , syok terkompensasi atau terdekompensasi, tergantung beratnya dan 
						i.	Takhikardia kompleks sempit dengan irama lebih dari 220 per menit (terlalu cepat untuk dihitung)
						ii.	Asupan buruk
						iii.	Hipotensi
					b.	Riwayat
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Stabil, tindakan pendukung
					b.	Takstabil
						i.	Airway dan ventilasi
						ii.	Sirkulasi
						iii.	Farmakologis 
						iv.	Non-farmakologis 
						v.	Pertimbangan transport
						vi.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi		
			b.	Takhikardia ventrikuler dengan denyut
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Stabil (syok terkompensasi), pasien biasanya tidak dapat mentolerasi waktu yang lama
					b.	Takstabil (syok terdekompensasi), PASIEN MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
					c.	Kebanyakan TV dengan denyut adalah sekunder terhadap kelainan jantung struktural dan bereaksi buruk 
						terhadap lidokain
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala , tanda dari syok terkompensasi atau terdekompensasi, tergantung beratnya dan
						i.	Takhikardia cepat, kompleks lebar
						ii.	Asupan buruk
						iii.	Hipotensi
					b.	Riwayat
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Stabil, tindakan pendukung
					b.	Takstabil
						i.	Airway dan ventilasi
						ii.	Sirjulasi
						iii.	Farmakologis 
						iv.	Non-farmakologis 
						v.	Pertimbangan transport
						vi.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi		
		2.	Bradidisrhithmia
			a.	Epidemiologi
				i.	Insidens, disrithmia tersering pada anak
				ii.	Faktor risiko
				iii.	Strategi pencegahan
			b.	Patofisiologi 
				i.	Biasanya terjadi sebagai akibat hipoksi
				ii.	Mungkin timbul akibat stimulasi vagal (jarang)
			c.	Penilaian 
				i.	Tanda dan gejala , syok terkompensasi atau terdekompensasi, tergantung beratnya dan
					a.	Bradikardia
					b.	Irama jantung lambat, kompleks sempit, durasi QRS mungkin normal atau memanjang
				ii.	Riwayat
			d.	Pengelolaan 
				i.	Stabil. tindakan penunjang
				ii.	Takstabil
					a.	Airway dan ventilasi
						i.	Ventilasi pasien dengan oksigen 100% via BVM
						ii.	Intubasi pasien bila respons terhadap ventlasi BVM buruk
					b.	Sirkulasi
						i.	Lakukan kompresi dada bila oksigen tidak meningkatkan irama jantung
					c.	Farmakologis 
						i.	Medikasi bisa diberikan melalui pipa endotrakheal
						ii.	Berikan epinephrin
						iii.	Berikan atropin bagi bradikardia yang tidak jelas faktor penginduksinya
					d.	Non-farmakologis 
					e.	Pertimbangan transport
					f.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi						
		3.	Irama absen
			a.	Asistole
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens, mungkin irama henti jantung inisial
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Bradikardia mungkin memburuk menjadi asistol
					b.	Tingkat mortalitas tinggi
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala
						i.	Tanpa denyut
						ii.	Apneik
						iii.	Monitor kardiak menampilkan tidak ada aktifitas elektrik
					b.	Riwayat
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Pastikan dengan dua lead
					b.	Airway dan ventilasi
						i.	Ventilasi pasien dengan oksigen 100% via BVM
						ii.	Intubasi pasien bila respons terhadap ventlasi BVM buruk
					c.	Sirkulasi
						i.	Lakukan kompresi dada bila oksigen tidak meningkatkan irama jantung
					c.	Farmakologis 
						i.	Medikasi bisa diberikan melalui pipa endotrakheal
						ii.	Berikan epinephrin						
					d.	Non-farmakologis 
					e.	Pertimbangan transport
					f.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi						
			b.	Fibrilasi ventrikuler / Takhikardia ventrikuler tanpa denyut
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens, jarang
					b.	Haktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Mungkin karena tersengat listrik atau overdosis obat
					b.	Tingkat mortalitas tinggi
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala 
						i.	Tidak ada denyut
						ii.	Apneik
						iii.	Monitor kardiak menampilkan tidak ada aktifitas elektrik yang terorganisir atau takhikardia 
								kompleks lebar yang cepat
					b.	Riwayat
				iv.	Pengelolaan 
					a.	Tanpa monitor, lakukan BLS
					b.	Dengan monitor, defibrilasi hingga tiga syok berturut
					c.	Airway dan ventilasi
						i.	Ventilasi pasien dengan oksigen 100% via BVM
						ii.	Intubasi pasien bila respons terhadap ventlasi BVM buruk
					c.	Sirkulasi
						i.	Lakukan kompresi dada
					c.	Farmakologis 
						i.	Medikasi bisa diberikan melalui pipa endotrakheal
						ii.	Berikan epinephrin	
						iii.	Berikan lidokain
						iv.	Berikan bretylium
						v.	Setelah pemberian obat, biarkan bersirkulasi selama satu menit sebelum mengulangi defibrilasi
					f.	Non-farmakologis 
					g.	Pertimbangan transport
					h.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi	
			c.	Aktifitas elektrik tanpa denyut
				i.	Epidemiologi
					a.	Insidens, cari penyebab yang bisa ditindak
					b.	Faktor risiko
					c.	Strategi pencegahan
				ii.	Patofisiologi 
					a.	Pneumotoraks
					b.	Tamponade kardiak
					c.	Hipovolemia
					d.	Hipoxia
					e.	Acidosis
					f.	Hipothermia
					g.	Hipoglikemia
				iii.	Penilaian 
					a.	Tanda dan gejala
						i.	Tanpa denyut
						ii.	Apneik
						iii.	Monitor kardiak menunjukkan aktifitas elektrik terorganisir
					b.	Riwayat
				iv.	Management
					a.	Resusitasi diarahkan pada penyebab yang dapat diatasi
					b.	Airway dan ventilasi
						i.	Ventilasi pasien dengan oksigen 100%
						ii.	Intubasi pasien
					c.	Sirkulasi
						i.	Lakukan kompresi dada
					d.	Farmakologis 
						i.	Medikasi dapat diberikan melalui pipa endotrakheal
						ii.	Berikan epinephrin
					e.	Non-farmakologis 
					f.	Pertimbangan transport
					g.	Dukungan psikologis / strategi komunikasi

III.	Trauma pediatric
	A.	Patofisiologi 
		1.	Tumpul
			a.	Dinding badan yang tipis memungkinkan benturan segera disalurkan ke isi tubuh
			b.	Penyebab cedera predominan pada anak
		2.	Penetratif
			a.	Menjadi masalah yang meningkat pada remaja
			b.	Insidens tertinggi di dalam kota (umumnya terencana), namun insidens bermakna terjadi diwilayah lain (umumnya tidak 
				terencana)
	B.	Mekanisme cedera
		1.	Jatuh
			a.	Satu-satunya penyebab utama cedara pada anak
			b.	Cedera serius atau kematian akibat jatuh kecelakaan yang murni relatif jarang kecuali dari ketinggian bermakna
			c.	Strategi pencegahan
		2.	Kecelakaan sepeda motor
			a.	Penyebab utama cedera otak permanen dan kasus baru epilepsi
			b. 	Penyebab utama kematian dan cedera serius pada anak
			c.	Prevention strategies
		3.	Kecelakaan pejalan kaki dengan kendaraan
			a.	Sebagian bentuk letal trauma pada anak
			b.	Cedera inisial akibat benturan dengan kendaraan (ekstremitas atau badan)
			c.	Anak yang terlempar akibat kekuatan benturan menyebabkan cedera tambahan (kepala / tulang belakang) karena benturan
				dengan objek lain (tanah, kendaraan lain, standar lampu dll)
			d.	Strategi pencegahan
		4.	Nyaris tenggelam
			a.	Penyebab ketiga cedera atau kematian usia 0 - 4 tahun
			b.	Menyebabkan sekitar 2000 kematian setahun di US
			c.	Kerusakan otak berat, permanen terjadi pada 5-20%  anak nyaris tenggelam yang dirawat
		5.	Cedera penetratif
			a.	Risiko kematian akibat senjata api bertambah sesua usia
			b.	Luka tusuk dan cedera tembak terjadi sekitar 10-15% dari semua cedera pediatrik yang dirawat
			c.	Inspeksi visual pada cedera eksternal tidak dapat untuk menilai perluasan kerusakan internal
			d.	Strategi pencegahan
		6.	Luka bakar
			a.	Penyebab utama kematian karena kecelakaan dirumah bagi usia di bawah 14 tahun
			b.	Untuk tetap hidup setelah luka bakar tergantung ukuran luka bakar dan cedera yang menyertai
				i.	Modified "rule of nines" digunakan menentukan presentase permukaan dari area yang terkena
			c.	Strategi pencegahan
		7.	Penganiayaan fisik
			a.	Diklasifikasikan atas empat kategori, penganiayaan fisik, Penilaianganiayaan seksual, penganiayaan emosional dan 
				penelantaran anak
			b.	Fenomena sosial seperti peningkatan kemiskinan, kekacauan rumahtangga, ortu usia muda, penyalahgunaan zat, dan 
				kekerasan masyarakat berperan meningkatkan penganiayaan
			c.	Catat semua temuan, tindakan dan intervensi terkait
			d.	Strategi pencegahan
	C.	Pertimbangan khusus
		1.	Kontrol Airway
			a.	pertahankan stabilisasi in-line,  pada posisi netral dan tidak mendesis
			b.	Berikan oksigen 100% bagi semua pasien trauma
			c.	Jalan nafas paten dipertahankan dengan pengisapan dan jaw thrust
			d.	Persiapan untuk membantu pernafasan yang tidak efektif
			e.	Intubasi harus dilakukan bila jalan nafas tetap tidak adekuat
			f.	Pipa gastric harus terpasang setelah intubasi
			g.	Krikotiroidotomi jarum jarang diindikasikan untuk obstruksi jalan nafas atas karena trauma
		2.	Immobilisasi 
			a.	Indikasi untuk stabilisasi dan immobilisasi cervical spine
			b.	Gunakan alat immobilisasi pediatrik ukuran sesuai
				i.	Cervical collar yang kaku
				ii.	Towel/ blanket roll
				iii.	Kursi pengaman anak
				iv.	Alat immobilisasi pediatrik
				v.	Backboard kayu jenis jaket / pendek
				vi.	Backboard Panjang
				vii.	Strap, cravat
				viii.	Tape
				ix.	Pad
			c.	Pertahankan berbaring pada posisi netral in-line bagi bayi dan anak dengan meletakkan pad dari bahu hingga paha
		3.	Pengelolaan cairan
			a.	Pengelolaan  airway dan breathing merupakan prioritas dibanding pengelolaan circulation karena gangguan sirkulasi 
				kurang umum pada anak dibanding dewasa
			b.	Jalur vaskuler
				i.	Kateter IV ukuran besar diinsersikan pada vena perifer besar
				ii.	Jangan tunda transport demi mendapatkan akses
				iii.	Akses intraosseous pada anak < 6 tahun bila akses IV gagal
				iv.	Initial fluid bolus of 20 ml/kg of an lactated ringers or NS
				v.	Nilai ulang tanda vital dan ulang bolus dengan 20 ml/kg bila tidak ada perbaikan
				vi.	Bila perbaikan tidak terjadi setelah bolus kedua, ini mungkin karena kehilangan darah bermakna dan membutuhkan 
					intervensi bedah segera
		4.	Cedera otak traumatika
			a.	Penemuan dini dan pengelolaan agresif dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas
			b.	Beratnya
				i.	Ringan - GCS 14 to 15
				ii.	Moderat - GCS 9 to 13
				iii.	Berat - GCS ikurang atau sama dengan 8
			c.	Tanda peninggian tekanan intrakranial
				i.	Peninggian TD
				ii.	Bradikardia
				a.	Pernafasan cepat dalam (Kussmaul) berlanjut kelambat, respirasi dalam beselang seling dengan respirasi cepat 
					dalam (Cheyne-Stokes)
				iii.	Ubun ubun besar menonjol (bayi)
			d.	Tanda herniasi
				i.	Pupil tidak simetris
				ii.	Posturing
			e.	Pengelolaan khusus
				i.	Berikan oksigen konsentrasi tinggi bagi cedera kepala ringan dan sedang (GCS 9-15)
				ii.	Intubasi dan ventilasi dengan frekuensi nafas normal dengan oksigen 100% pada cedera kepala berat (GCS 3-8)
					a.	Penggunaan lidokain mungkin mempertinggi TIK (kontroversial)
					b.	Pertimbangkan RSI dengan arahan medikal
				iii.	Indikasi hiperventilasi
					a.	Pupil tidak simetris
					b.	Kejang aktif
					c.	Posturing neurologis
	D.	Cedera khusus
		1.	Cedera kepala dan leher
			a.	Massa kepala yang relatif lebih besar dan lemahnya kekuatan otot leher berakibat penambahan momentum pada cedera 
				akselerasi deselerasi disertai stres yang lebih besar pada daerah tulang belakang leher
			b.	Fulcrum  / titik berat gerakan leher pada anak yang lebih kecil adalah pada tingkat C2-C3
			c.	60% to 70% fraktur pada anak terjadi pada tingkat C1 or C2
			d.	Cedera kepala adalah penyebab terbanyak kematian anak korban trauma
			e.	Cedera difus umum pada anak, cedera fokal jarang
			f.	Jaringan lunak, tengkorak dan otak lebih lentur pada anak di banding dewasa
			i.	Karena ubun -ubun besar dan sutura masih terbuka, bayi hingga 16 bulan mungkin lebih toleran terhadap peninggian TIK 
				dan tanda-tanda bisa muncul terlambat
			g.	Perdarahan subdural pada bayi dapat berakibat hipotensi (sangat jarang)
			h.	Kehilangan darah bermakna dapat terjadi melalui laserasi kulit ke pala dan harus diatasi segera
			i.	Modified Glasgow Coma scale harus digunakan bagi bayi dan anak lebih kecil (verbal response)
		2.	Cedera dada
			a.	Cedera dadapada anak dibawah 14 tahun biasanya trauma tumpul
			b.	Karena kelenturan dinding dada, cedera intratoraks berat dapat tampil tanpa tanda cedera eksternal
			c.	Pneumotoraks tension ditolerasi dengan buruk dan segera mengancam jiwa
			d.	Segmen flail adalah cedera jarang pada anak; bila datang tanpa MOI jelas, pikirkan penganiayaan anak
			e.	Semua anak dengan tamponade kardiak tidak menunjukkan tanda fisik tamponade selain hipotensi
		3.	Cedera abdomen
			a.	Muskulatur minimal dan melindungi visera dengan buruk
			b.	Organs tersering kena cedera adalah hati, ginjal dan limpa
			c.	Onset gejala bisa cepat atau gradual
			d.	Karena ukuran abdomen kecil, pastikan hanya mempalpasi satu kuadran pada satu kesempatan
				i.	Semua anak dengan hemodinamik tidak stabil tanpa bukti nyata sumber kehilangan darah harus dipikirkan mengalami
					cedera abdominal hingga dibuktikan lain
		4.	Ekstremitas
			a.	Relatif lebih sering pada anak dibanding dewasa
			b.	Cedra growth plate sering terjadi
			c.	Sindroma kompartemen pada anak adalah emergensi
			d.	Semua daerah dengan perdarahan aktif harus diatasi
			e.	Splinting harus dilakukan untuk mencegah cedera dan kehilangan darah lebih lanjut
			f.	PASG mungkin berguna pada fraktur pelvis dengan hipotensi
		5.	Luka bakar
			a.	Luka bakar termal pada anak
			b.	Luka bakar kimia pada anak
			c.	Luka bakar listrik pada anak
			d.	Prioritas pengelolaan
				i.	Pengelolaan tepat jalan nafas diperlukan bila pembengkakan terjadi cepat
				ii.	Bila intubasi diperlukan, mungkin diperlukan ETT lebih kecil hingga dua ukuran dibanding yang biasa digunakan
				iii.	Anak luka bakar termal sangat mudah menjadi hipotermia; pertahankan suhu tubuh normal
Kembali




MODUL VI: AREA LAINNYA

OPERASIONAL


KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
	•	Menyiapkan kendaraan dan perlengkapan darurat sebelum merespons panggilan
	•	Mengendarai kendaraan darurat dalam keadaan darurat
	•	Menilai keamanan kejadian
	•	Menjamin keamanan diri, pasien dan anggota
	•	Laksanakan kewaspadaan kontrol infeksi (isolasi bagian tubuh), membuang benda tajam (jarum, auto injector dll), membuang
		material yang terkontaminasi cairan tubuh
	•	Gunakan mekanika tubuh ketika mengangkat dan memindahkan pasien


OBJEKTIF KOGNITIF
Setelah menyelesaikan bagian ini, mampu : 
6.1 Mendiskusikan pentingnya melengkapi peralatan ambulans / ceklis persediaan
6.2 Memberikan skenario termasuk saat kedatangan dikecelakaan sepeda motor, menilai keamanan lokasi kejadian serta memikirkan cara 
    membuat lokasi lebih aman
6.3 Membuat daftar faktor yang berperan dalam berkendara sepeda motor aman
6.4 Jelaskan alasan yang harus diberikan untuk:
	a.	Penggunaan pemandu (voor raider)
	b.	Keadaan lingkungan buruk
	c.	Penggunaan lampu dan sirine
	d.	Keterpaduan antar sektor
	e.	Parkir dilokasi kejadian
6.5 Mendiskusikan konsep ‘betul - betul memikirkan keselamatan bagi orang lain” saat mengoperasikan kendaraan darurat
6.6 Jelaskan bagaimana petugas PPGD sering salah pengertian dengan polisi
6.7 Jelaskan tehnik khusus untuk mengurangi risiko ketika melakukan PPGD jenis rutin berikut:
	a.	Kecelakaan jalan raya
	b.	Kejadian kekerasan dijalan
	c.	Tempat tinggal dan ‘daerah kumuh’
6.8 Jelaskan tanda peringatan pada keadaan berpotensi kekacauan
6.9 Jelaskan tehnik menyelamatkan diri pada keadaan yang berpotensi kekerasan, termasuk:
	a.	Ancaman kekerasan fisik
	b.	Kejadian kebakaran
	c.	Kejadian dengan senjata tajam
6.10 Jelaskan pertimbangan PPGD untuk jenis kekerasan berikut atau keadaan yang berpotensi kekacauan:
	a.	Gang dan kekerasan oleh gang
	b.	Keadaan penyanderaan / penembakan
	c.	Laboratorium obat rahasia
	d.	Kekerasan rumah tangga
	e.	Masyarakat dengan gangguan emosional
	f.	(Keadaan penyanderaan / penembakan)
6.11 Jelaskan tehnik berikut:
	a.	Prosedur "contact and cover" lapangan
	b.	Taktik menyelamatkan diri
	c.	Tehnik menyembunyikan diri
6.12 Jelaskan pertimbangan dan tehnik bukti polisi untuk membantu mengamankan bukti
6.13 Jelaskan masalah dimana paramedik mungkin berperan pada keadaan tidak bersa habat serta tehnik yang digunakan mengelola keadaan 
		tsb.
6.14 Jelaskan peralatan yang tersedia untuk perlindungan diri ketika berhadapan dengan berbagai keadaan yang buruk
6.15 Bedakan mekanik tubuh yang benar dan tidak benar dalam mengangkat dan memindahkan pasien dalam keadaan darurat  dan 
		tidak darurat


OBJEKTIF AFEKTIF
Setelah menyelesaikan bagian ini, paramedik mampu : 
6.16 Menilai kemampuan relatif personal, yang mungkin mempengaruhi keamanan kru, dan orang sekitar
6.17 Berperan sebagai model contoh bagi fihak terkait untuk mengoperasikan ambulans
6.18 Menjelaskan dan mempraktekan kegunaan semua kewaspadaan keamanan pada semua keadaan
6.19 Mendiskusikan pentingnya kewaspadaan universal dan pemakaian perlindungan atas cairan tubuh
6.20 Menjelaskan tahap melakukan perlindungan diri dari patogen lewat udara dan darah
6.21 Memberikan skenario, dimana peralatan dan persediaan terpapar oleh substansi tubuh, rencana untuk pembersihan yang sesuai, 
		desinfeksi, dan cara membuang bahan tsb
6.22 Menjelaskan apa yang dimaksud dengan terpapar dan menjelaskan prinsip pengelolaannya
6.23 Menjelaskan dan berperan sebagai model contoh bagi petugas terkait PPGD lainnya sehubungan dengan praktek isolasi substansi tubuh


OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Setelah menyelesaikan bagian ini, paramedik mampu : 
6.24 Mendemonstrasikan tehnik berikut :
	a.	Prosedur "contact and cover" lapangan saat penilaian dan tindakan
	b.	Taktik erlindungan
	c.	Tehnik bersembunyi
6.25 Mendemonstrasikan prosedur sesuai untuk melindungi diri dari penyakit
6.26 Mendemonstrasikan metode aman untuk mengangkat dan memindahkan pasien dalam situasi emergensi dan non-emergensi
6.27 Mendemonstrasikan bagaimana meletakkan pasien pada, dan memindahkan pasien dari, ambulans
Kembali


TOPIK LAIN
	1.	ECG DiagnostiK
	2.	Agenda PPGD untuk isu yang akan menjelang (pencegahan)
	3.	Geriatrik
	4.	Penyempurnaan tehnologi dan perala
	5.	Masalah perbaikan kualitas lokal
	6.	Program pelayanan nasional / program Pra RS (PPGD, ACLS, ATLS, BTLS, PALS, dll)
	7.	Mempertahankan / meningkatkan keterampilan


PUSTAKA
	1. GELS. Ditjen Yanmedik Depkes 2006.   
	2. Pedoman Penyusunan Kurikulum dan Modul Pelatihan Berorientasi Pembelajaran. dr. Supartini Hanafi, MPH. 
		Pusdiklatkes Badan PPSDM Kesehatan Depkes RI 2003.
	3. US Department of health and human services. 
	4. Arkansas Department of Health.