BRIGADE SIAGA BENCANA SUMATERA BARAT
MODUL KURSUS PPGD PPNI SUMBAR / BSB SUMBAR
DAFTAR ISI :
MODUL I : Airway / Ventilasi
MODUL II : Kardiovaskuler
MODUL III ; Medikal
MODUL IV : Trauma
MODUL V : Pediatrik / Obstetrik
MODUL VI : Area Lainnya
TOPIK LAIN
Editor :
1. Jasmarizal, SKp, MARS.
2. Dr. Syaiful Saanin, SpBS.
3. Rahdiyul Ermanto, SKep.
Kontributor :
Tim PPGD PPNI Sumbar / BSB Sumbar :
1. Jasmarizal SKp, MARS.
2. Dr. Syaiful Saanin, SpBS.
3. Dr. Andi Rusli.
4. Azizah, AmK.
5. Linda, AmK.
6. Sumirah, SKp.
7. Rossiyanti, SKp.
8. Martalena, AmK.
9. Dodi Indra, AmK.
10. Novrizon AmK.
11. Rosman Riyadi, AmK.
12. Rahdiyul Ermanto, SKep.
13. Rita Prima Putri, SKM.
14. Ns. Devy Verini, MKes.
15. Adzanri, SS, AmK.
Edisi Pertama, 2010
PPGD-AGD / Modul / 1-1
Hak Cipta © milik Tim PPGD PPNI / BSB Sumbar Sumbar, 2010.
Hanya dipakai dikalangan sendiri.
Kembali
MODUL I: AIRWAY / VENTILASI
KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
Memberikan bantuan pernafasan.
OBJEKTIF KOGNITIF
Setelah menyelesaikan bagian ini, mampu :
1.1. Menjelaskan indikasi, kontra-indikasi, keuntungan, kerugian, komplikasi dan teknik
dalam memberikan ventilasi secara :
1. Mulut-mulut
2. Mulut-hidung
3. Mulut-masker
4. BVM (bag-valve-mask) satu orang
5. BVM dua orang
6. Hambatan aliran, peralatan ventilasi bertenaga oksigen
1.2. Membandingkan tehnik ventilasi pada dewasa dan pediatrik.
1.3. Menjelaskan indikasi, kontra-indikasi, keuntungan, kerugian, komplikasi dan teknik
dalam memberikan ventilasi dengan ATV (ventilator transport otomatis).
1.4. Menentukan cara ventilasi pasien dengan stoma termasuk mulut-stoma, BVM-stoma.
1.5. Menjelaskan pertimbangan khusus pengelolaan jalan nafas dan ventilasi pada cedera
wajah.
1.6. Menjelaskan pertimbangan khusus pengelolaan jalan nafas dan ventilasi pada pasien
pediatrik.
OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Setelah menyelesaikan bagian ini, mampu :
1.7. Mendemonstrasikan cara ventilasi dengan tehnik:
1. Mulut-masker
2. BVM satu orang
3. BVM dua orang
4. BVM tiga orang
5. Hambatan aliran, peralatan ventilasi bertenaga oksigen
6. ATV (ventilator transport otomatis)
7. Mulut-stoma
8. BVM-stoma
1.8. Memberikan ventilasi pediatrik tehnik satu dan dua orang
1.9. Melakukan ventilasi BVM dengan nebulizer volume kecil in-line
1.10. Melakukan penilaian untuk memastikan letak tepat ETT.
1.11. Melakukan intubasi trakhea secara:
1. Intubasi oro-trakhea
2. Intubasi naso-trakhea
3. Jalan nafas multi-lumen
1.12. Melakukan ventilasi kateter transtrakheal (krikotiroidotomi jarum).
DEKLARATIF
I. Ventilasi
A. Mulut-mulut
1. Bentuk dasar umum dari ventilasi
2. Indikasi
a. Apnea sebab berbagai mekanisme ketika alat ventilasi lain tidak ada
3. Kontra-indikasi
a. Pasien sadar
b. Pembatasan risiko penyakit menular
4. Keuntungan
a. Tidak ada peralatan khusus dibutuhkan
b. Memberikan volume tidal cukup
c. Memberikan oksigen memadai
5. Kerugian
a. Hambatan psikologis dari:
i. Masalah sanitari
ii. Masalah penyakit menular:
a. Kontak langsung darah/cairan tubuh
b. Risiko penyakit menular yang tidak diketahui saat kejadian
6. Komplikasi
a. Hiper-inflasi paru-paru
b. Distensi lambung
c. Manifestasi kontak darah/cairan tubuh
d. Hiperventilasi diri penolong
B. Mulut-hidung
1. Ventilasi melalui hidung
2. Indikasi
a. Apnea karena berbagai mekanisme
3. Kontra-indikasi
a. Pasien sadar
4. Keuntungan
a. Tidak dibutuhkan peralatan khusus
5. Kerugian
a. Kontak langsung darah/cairan tubuh
b. Hambatan psikologis penolong
6. Komplikasi
a. Hiper-inflasi paru-paru pasien
b. Distensi lambung
c. Manifestasi darah/cairan tubuh
d. Hiperventilasi diri penolong
C. Mulut-masker
1. Menunjang ventilasi mulut-mulut
2. Indikasi
a. Apnea karena berbagai mekanisme
3. Kontra-indikasi
a. Pasien sadar
4. Keuntungan
a. Barier fisik antara penolong dengan darah/cairan tubuh
b. Katub satu arah mencegah percikan darah/cairan tubuh
c. Mungkin lebih mudah mendapatkan sekat wajah
5. Kerugian
a. Bermanfaat bila siap pakai
6. Komplikasi
a. Hiper-inflasi paru-paru pasien
b. Hiperventilasi diri penolong
c. Distensi lambung
7. Cara yang digunakan
a. Posisikan kepala dengan cara yang benar
b. Posisikan dan sekat masker diatas mulut dan hidung
c. Ventilasi secukupnya
D. BVM satu orang
1. Volume tetap balon kembang sendiri dapat memberikan volume tidal memadai dan pengayaan oksigen.
2. Indikasi
a. Apnea karena berbagai mekanisme
b. Usaha bernafas tidak mencukuoi
3. Kontra-indikasi
a. Pasien sadar intoleran
4. Keuntungan
a. Barier darah/cairan tubuh baik
b. Volume tidal baik
c. Pengayaan oksigen
d. Penolong dapat melakukan ventilasi waktu lama tanpa lelah
5. Kerugian
a. Cara sulit bagi penolong
b. Sekat masker mungkin sulit didapat dan dipertahankan
c. Hantaran volume tidal tergantung keutuhan sekat masker
6. Komplikasi
a. Hantaran volume tidal tidak memadai
b. Tehnik buruk
c. Sekat masker buruk
d. Distensi lambung
7. Cara menggunakan
a. Posisi memadai
b. Pilih ukuran tepat sesuai pangkal hidung kepipi
c. Posisikan, lebarkan/tekuk/sekat masker
d. Tahan masker ditempatnya
e. Peras lengkap balon dalam 1,5-2 detik untuk dewasa
f. Cegah over-inflasi
g. Reinflasi lengkap setelah beberapa detik
8. Pertimbangan khusus
a. Medikal
i. Amati
a. Distensi lambung
b. Perubahan kelenturan balon saat ventilasi
c. Perbaikan atu perburukan status ventilasi (perubahan warna,
reaksi, kebocoran udara sekitar masker)
b. Trauma
i. Sangat sulit dilakukan bila immobilisasi tulang belakang leher pada
tempatnya
E. BVM oleh dua orang
1. Cara paling efisien
2. indikasi
a. Ventilasi BVM pada semua pasien
i. Terutama berguna bila immobilisasi leher terpasang
ii. Kesulitan dalam mendapatkan dan mempertahankan sekat masker memadai
3. Kontra-indikasi
a. Pasien sadar, intoleran
4. Keuntungan
a. Sekat masker sangat baik
b. Hantaran vollume sangat baik
5. kerugian
a. Memerlukan tenaga ekstra
6. komplikasi
a. Hiper-inflasi paru-paru pesien
b. Distensi lambung
7. Cara penggunaan
a. Penolong pertama mempertahankan sekat masker secara memadai
b. Penolong kedua memeras balon
8. Pertimbangan khusus
a. Amati gerak dada
b. Cegah over-inflasi
c. Amati gangguan pada paru-paru karena ventilasi
F. BVM oleh tiga orang
1. indikasi
a. BVM pada pasien
i. Terutama bila dengan immobilisasi leher
ii. Kesulitan mendapatkan atau mempertahankan sekat masker memadai
2. kontra-indikasi
a. Pasien sadar, intoleran
3. keuntungan
a. Sekat masker sangat baik
b. Kepadatan vollume sangat baik
4. kerugian
a. Memerlukan tenaga ekstra
b. Berdesakan sekitar jalan nafas
5. komplikasi
a. Hiper-inflasi paru-paru pesien
b. Distensi lambung
6. Cara penggunaan
a. Penolong pertama mempertahankan sekat masker secara memadai
b. Penolong kedua mempertahankan masker ditempatnya
c. Penolong ketiga memeras balon dan mengamati gangguan
7. Pertimbangan khusus
a. Cegah over-inflasi
b. Amati gangguan pada paru-paru karena ventilasi
G. Hambatan aliran, alat ventilasi bertenaga oksigen
1. Tekanan buka katup pada sfingter sekitar 39 cm air
2. Alat ini bekerja pada atau dibawah 30 cm air untuk mencegah distensi lambung
3. indikasi
a. Menghantarkan oksigen konsentrasi/volume tinggi (1l/dtk)
b. Kondisi terkait pasien sadar
c. Pasien tidak sadar dengan persaratan
4. kontra-indikasi
a. Pasien tidak mendukung
b. Volume tidal buruk
c. Anak kecil
5. keuntungan
a. Mengatur sendiri
b. Membawa oksigen volume/konsentrasi tinggi
c. Membawa oksigen sesuai reaksi atas usaha inspirasi (tidak ada sisa oksigen)
d. Penghantaran volume oksigen diatur oleh usaha inspirasi meminimalkan risiko over-inflasi
e. Penghantaran oksigen juga dibatasi kurang dari 30 cm air
6. kerugian
a. Tidak dapat mengamati gangguan pada paru-paru
b. Memerlukan sumber oksigen
7. komplikasi
a. Distensi lambung
b. Barotrauma
8. Cara
a. Masker ditahan secara manual ditempatnya
b. Tekanan negatif saat inspirasi mentriger tombol pengangkutan oksigen atau tombol pelepas triger medik
c. Pasien diamati kelayakan volume tidal dan oksigenasi
H. Ventilator transport otomatik (ATV)
1. Volume/frekuensi terkontrol
2. indikasi
a. Peniningkatan ventilasi pasien yang diintubasi
b. Dalam kondisi dimana BVM digunakan
c. Dapat digunakan saat RJP
3. kontra-indikasi
a. Pasien sadar
b. Sumbatan jalan nafas
c. Peningkatan hambatan jalan nafas
i. Pneumatoraks (pasca dekompresi jarum)
ii. Asma
iii. Edema paru-paru
4. keuntungan
a. Memungkinkan petugas mengerjakan hal lain
b. Ringan
c. Portabel
d. Durabel
e. Mekanik sederhana
f. Volume tidal bisa diatur
g. Frekuensi bisa diatur
h. Sesuai dengan tangki oksigen portabel
5. kerugian
a. Tidak dapat mendeteksi pergeseran pipa
b. Tidak dapat mendeteksi peningkatan tahanan jalan nafas
c. Sulit untuk diamankan
d. Tergantung tekanan tangki oksigen
I. Penekanan krikoid - manuver Sellick
1. Penekanan pada cincin krikoid
2. Oklusi esofagus
3. Mempermudah intubasi dengan mendorong farings keposterior
4. Membantu mencegah emesis psif
5. Membantu meminimalkan distensi lambung saat ventilasi BMV
6. Indikasi
a. Pasien tidak sadar yang memerlukan ventilasi BVM
b. Pasien tidak dapat menjaga jalan nafasnya
7. Kontra-indikasi
a. Penggunaan dengan perhatian bila cedera tulang belakang leher
8. Keuntungan
a. Tidak invasif
b. Meminimalkan risiko aspirasi sepanjang penekanan dipertahankan
9. Kerugian
a. Bisa menimbulkan emesis ekstrim bila penekanan dihentikan
b. Dibutuhkan penolong kedua untuk ventilasi BVM
c. Penekanan berlebihan bisa mengobstruksi trakhea pada anak kecil
10. Komplikasi
a. Trauma laring pada penekanan berlebihan
b. Ruptur esofageal pada tekanan lambung tinggi yang belum diatasi
c. Penekanan berlebihan bisa mengobstruksi trakhea pada anak kecil
11. Cara
a. Tentukan bagian posterior cincin krikoid
b. Lakukan penekanan posterior mantap
c. Pertahankan penekanan sampai jalan nafas aman dengan ETT
J. Ventilasi artifisial pasien pediatrik
1. Batang hidung rata berakibat lebih sulit mendapatkan sekat masker yang baik
2. Penekanan masker pada wajah untuk mendapatkan sekat masker lebih baik berakibat obstruksi
3. Sekat masker terbaik didapat dengan menggeser rahang bawah (BVM 2 orang)
4. Ventilasi BVM
a. Ukuran balon
i. Neonatus aterm dan bayi, minimum volume tidal 450 ml (BVM pediatrik)
ii. Hingga usia 8 tahun, disukai BVM pediatrik namun mungkin dipakai BVM dewasa (1500 ml)
iii. Anak diatas usia 8 tahun memerlukan BVM dewasa untuk ventilasi memadai
iv. Ukuran masker memadai
v. Pita resusitasi berdasar panjang
vi. Batang hidung hingga sekat dagu
b. Posisi dan sekat masker tepat (klem-EC)
i. Tempatkan masker diatas mulut dan hidung. Cegah penekanan pada mata
ii. Gunakan satu tangan, letakkan jempol pada masker pada puncak
dan telunjuk pada masker dipipi (C-grip)
iii. Dengan penekanan mantap, tekan masker kebawah untuk menjaga kemantapan masker
iv. Pertahankan jalan nafas dengan mengangkat tonjolan tulang dagu
dengan tetap mempertahankan posisi jari-jari bentuk ‘E’. Cegah
melakukan penekanan pada daerah lunak dibawah dagu
v. Bisa dengan satu atau dua penolong
c. Ventilasi sesuai standar
d. Dapatkan penembangan dada pada tiap nafas
i. Mulai ventilasi dan katakan ‘pompa’. Berikan volume cukup untuk
mulai mengembangkan dada. JANGAN OVER-VENTILASI
e. Berikan waktu memadai untuk ekshalasi
i. Mulai lepaskan pemompaan dengan berkata ‘lepas, lepas’
f. Lanjutkan ventilasi dengan menggunakan ‘pompa, lepas, lepas’
g. Nilai ventilasi BVM
i. Lihat pengembangan dada memadai
ii. Dengan bunyi paru-paru pada ruang inter-kostal ketiga pada garis mid-aksiler
iii. Nilai perbaikan warna dan.atau denyut jantung
h. Gunakan penekanan krikoid untuk meminimalkan inflasi lambung dan regurgitasi pasif
i. Tentukan cincin krikoid dengan meraba trakhea pada tonjolan pita horizontal inferior dari kartilago tiroid dan
membran krikoid
ii. Gunakan penekanan kebawah yang mantap menggunakan satu ujung jari pada bayi serta jempol dan telunjuk pada
anak-anak
iii. Cegah penekanan berlebihan karena bisa berakibat penekanan dan penyumbatan trakhea bada bayi
K. Ventilasi pasien dengan stoma
1. Mulut-stoma
a. Tentukan lokasi stoma dan tampilkan
b. Masker saku-stoma lebih disukai
i. Sekat sekitar daerah stoma. Periksa ventilasi memadai
ii. Sekat mulut dan hidung bila tampak kebocoran udara
2. BVM-stoma
a. Tentukan lokasi stoma dan tampilkan
b. Sekat sekitar daerah stoma. Periksa ventilasi memadai
c. Sekat mulut dan hidung bila tampak kebocoran udara
L. Ventilasi kanula trans-laringeal
1. Ventilasi paru-paru volume/tekanan tinggi melalui kanulasi trakhea dibawah
glottis
a. Penghantaran oksigen berbeda dari cara lain
b. Penghantaran oksigen volume besar melalui lubang kecil
c. Penghantaran tekanan sangat tinggi keparu-paru bila dibanding cara lain (50 psi berbanding kurang dari 1 psi
melalui regulator)
2. Indikasi
a. Apnea
b. Terlambat atau kegagalan ventilasi dengan cara lain
3. Kontra-indikasi
a. Obstruksi total jalan nafas (baik inspirasi maupun ekspirasi)
b. Peralatan tidak segera tersedia
4. Keuntungan
a. Cepat dilakukan
b. Memberikan ventilasi memadai bila dilakukan tepat
c. Tidak memanipulasi tulang belakan leher
d. Tidak memperngaruhi usaha intubasi
5. Kerugian
a. Memerlukan ventilator jet
b. Menghabiskan oksigen jumlah besar dalam waktu singkat
c. Mungkin tidak memproteksi aspirasi
6. Peralatan
a. Kateter IV diameter besar (14-16)
b. Siring 10 cc
c. Air atau salin 3 cc (tambahan)
d. Sumber oksigen (50 psi)
7. Cara
a. Siapkan peralatan
b. Cari membran krikotiroid
c. Insersikan jarum dengan siring digaris tengah dengan membran krikotiroid dengan sudut kecil terhadap sternum
d. Isap piston siring hingga udara terisap bebas (gelembung bila ada cairan disiring)
e. Dorong 1 cm
f. Pertahankan jarum mantap, hubungkan kateter kerugian sambungan
g. Hubungkan ventilator jet
h. Ventilasi sekali tiap 5 detik
i. Ekshalasi secara pasif melalui glottis
8. Komplikasi
a. Perdarahan
i. Karena peletakan kateter tidak benar
b. Emfisema subkutan
i. Dari kebocoran berlebihan sekitar tepi kateter atau trauma laring
yang tidak terlacak
c. Obstruksi jalan nafas
i. Akibat perdarahan berlebihan atau udara subkutan yang menekan trakhea
d. Baro-trauma
i. Akibat inflasi berlebihan
e. Hipo-ventilasi
II. Tehnik jalan nafas
A. Tehnik intubasi endotrackeal
1. Pasien medikal
a. Intubasi oro-trakheal melalui laringoskopi langsung
2. Pasien trauma
a. Intubasi oro-trakheal melalui laringoskopi langsung
b. Tehnik intubasi naso-trakheal
i. Indikasi
3. Memastikan letak
a. Re-visualisasi langsung
b. Kondensasi pipa
c. Auskultasi
d. Palpasi balon kuf pada takik sternal
e. Oksimetri denyut
f. CO2 ekspirasi
g. Hambatan pada BVM
4. Ekstubasi field
5. Peralatan pengaman pipa endotrakheal
B. jalan nafas multi-lumen
1. Jalan nafas lumen Faringo-trakheal
a. Indikasi
b. Keuntungan
c. Kerugian
d. Cara
e. Komplikasi
f. Pertimbangan khusus
2. Pipa kombi/Combitube
a. Indikasi
b. Keuntungan
c. Kerugian
d. Cara
e. Komplikasi
f. Pertimbangan khusus
Kembali
MODUL II: KARDIO-VASKULER
KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
• Memberikan tindakan pada pasien gangguan kardio-vaskuler
• Mengusahakan resusitasi pasien henti jantung
• Memberikan tindakan pasca resusitasi pasien henti jantung
OBJEKTIF KOGNITIF
Selesai unit ini, paramedik mampu:
2.1 Mengetahui hambatan terapeutik utama dalam menindak semua jenis aritmia
2.2 Mengetahui intervensi terapeutik mekanikal, farmakologikal dan elektrikal utama
2.3 Berdasar kondisi lapangan, mengenal kebutuhan intervensi segera pasien dengan gangguan kardio-vaskuler
2.4 Mengenal indikasi klinis pacu jantung buatan transkutan dan permanen
2.5 Menjelaskan komponen dan fungsi sistem pacu jantung transkutan
2.6 Menjelaskan makna tiap tombol dan indikator pada sistem pacu transkutan dan bagaimana mengatur setting
2.7 Menjelaskan tehnik pemakaian sistem pacu transkutan
2.8 Memilih tindakan yang akan diambil untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi pada pasien diduga infark miokardial
2.9 Menjelaskan obat jantung tersering digunakan dalam hal efek terapeutik serta dosis, cara pemberian, efek samping dan
efek toksisknya
2.10 Membuat daftar tindakan yang diberikan pada pasien gagal jantung kongestif akut
2.11 Menjelaskan obat farmakologis yang paling sering digunakan pada gagal jantung kongestif dalam hal efek terapeutik,
dosis, cara pemberian, efek samping dan efek toksik
2.12 Mengenal tanggung-jawab paramedik dalam mengelola pasien dengan tamponade kardiak
2.13 Berdasar prioritas masalah klinis yang ditemukan, nyatakan tanggung-jawab pengelolaan untuk pasien dengan gawat-darurat
hipertensif
2.14 Mengetahui obat terpilih untuk kegewatan hipertensif, rasional penggunaan, kewaspadaan klinis dan kerugian obat anti-
hipertensif yang dipilih
2.15 Menjelaskan obat farmakologis tersering digunakan dalam syok kardiogenik dalam hal efek terapeutik, dosis, cara pemberian,
efek samping dan efek toksiknya
2.16 Mengetahui tanggung-jawab paramedik dalam pengelolaan pasien syok kardiogenik
2.17 Mengetahui tindakan kritis yang diperlukan dalam merawat henti jantung
2.18 Menjelaskan obat farmakologis tersering digunakan dalam pengelolaan henti jantung dalam hal efek terapeutiknya
2.19 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan kebutuhan pacu jantung
2.20 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan gagal jantung
2.21 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan tamponade kardiak
2.22 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan kegawatan hipertensif
2.23 Mengembangkan, melakukan, dan menilai rencana tindakan berdasar kondisi lapangan untuk pasien dengan syok kardiogenik
2.24 Mengintegrasikan prinsip patofisiologi dalam menilai dan mengelola pasien dengan nyeri dada (chest pain)
OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Selesai unit ini, paramedik mampu:
2.25 Menata dan menggunakan sistem pacu transkutan
2.26 Mencontohkan pada model pasien dengan tanda dan gejala gagal jantung, mengatur posisi pasien agar nyaman dan membaik
2.7 Mendemonstrasikan penampilan yang baik atas keterampilan psikomotor tehnik bantuan hidup dasar dan lanjut berdasar AHA.
Petunjuk termasuk:
- Resusitasi kardio-pulmoner
- Defibrilasi
- Kardioversi tersinkronisasi
- Pacu transkutan
DEKLARATIF
I. Pengelolaan pasien dengan aritmia
A. Penilaian
B. Farmakologis
1. Gas (oksigen)
2. Simpatetik (epinephrine)
3. Antikholinergik (atropine)
4. Antiarrhithmik (lidocaine)
5. Beta bloker
a. Selektif (metoprolol)
b. Non-selektif (propranolol)
6. Vasopressor (dopamine)
7. Calcium channel blocker (verapamil)
8. Nukleosida Purine (adenosine)
9. Inhibitor aggregasi platelet (aspirin)
10. Agen Alkalinizing (sodium bicarbonate)
11. Glykosida kardiak (digitalis)
12. Narkotika/ analgesika (morphine)
13. Diuretika (furosemide)
14. Nitrat (nitroglycerin)
15. Antihipertensif (sodium nitroprusside)
C. Elektrikal
1. Kegunaan
2. Cara
a. Kardioversi tersinkhronisasi
b. Defibrillasi
3. Pacu jantung
a. Fungsi pacu jantung terimplan
i. Karakteristik
ii. Artifak pacu jantung
iii. ECG tracing of capture
iv. Gagal menerima
a. Temuan EKG
b. Makna klinis
v. Gagal mendapat
a. Temuan EKG
b. Makna klinis
vi. Gagal memacu
a. Temuan EKG
b. Makna klinis
vii. Takhikardia akibat pemacu
a. Temuan EKG
b. Makna klinis
c. Tindakan
b. Pemacu transkutan
i. Kriteria penggunaan
ii. Bradikardia
a. Patient hipotensif/ hipoperfusi
b. Tidak ada perubahan setelah intervensi farmakologis
iii. AV blok derajat dua
a. Patient hpotensif/ hipoperfusi
b. Tidak ada perubahan setelah intervensi farmakologis
iv. AV blok lengkap
a. Patient hpotensif/ hipoperfusi
b. Tidak ada perubahan setelah intervensi farmakologis
v. Asistol
vi. Overdrive
a. Terjadi perburukan dari takhikardia berulang
4. Pengaturan
a. Penempatan elektroda
b. Pengaturan frekuensi dan mili-amper (mA)
c. Artifak alat pacu
d. Perekaman
e. Gagal menerima sinyal
i. Kausa
ii. Implikasi
iii. Intervensi
f. Gagal merekam
i. Kausa
ii. Implikasi
iii. Intervensi
g. Gagal memacu
i. Kausa
ii. Implikasi
iii. Intervensi
h. Bahaya
i. Kompliksasi
i. Intervensi
D. Transport
1. Indikasi transport cepat
2. Indikasi transport tidak diperlukan
3. Indikasi merujuk
E. Strategi pendukung dan komunikasi
1. Penjelasan pada pasien, keluarga dan yang berkepentingan lain
2. Komunikasi dan transfer data pada dokter
II. Infark miokardial
A. Epidemiologi
B. Morbiditas / Mortalitas
C. Temuan pada Penilaian Inisial
D. Riwayat Terarah
E. Pemeriksaan Fisik Lengkap
F. Pengelolaan
1. Posisi nyaman
2. Pharmacologis
a. Gas
b. Nitrat
c. Inhibitor Agregasi Trombosit
d. Analgesia
e. Peningkatan atau penurunan frekuensi jantung
f. Kemungkinan anti-aritmik
g. Kemungkinan anti hipertensif
3. Elektrikal
a. Monitoring ECG Konstan
b. Defibrilasi/ kardioversi tersinkhronisasi
c. Pemacuan transkutan pacing
4. Transport
a. Kriteria transport cepat
i. Tidak ada perbaikan dengan medikasi
a. Hipotensi/ hipoperfusi
b. Perubahan signifikan pada ECG
b. Kriteria ECG untuk transport cepat dan reperfusi
i. Waktu onset dari pain
ii. Abnormalities irama ECG
c. Indikasi untuk “Tidak Transport”
i. Menolak
ii. Tidak ada indikasi lain untuk tidak transport
d. Strategi pendukung dan komunikasi
i. Penjelasan pada pasien, keluarga, yang berkepentingan lain
ii. Komunikasi dan transfer data pada dokter
III. Gagal Jantung
A. Epidemiologi
B. Morbiditas / Mortalitas
C. Initial Assessment
D. Riwayat Terarah
E. Pemeriksaan Fisik Lengkap
F. Komplikasi
G. Pengelolaan
1. Posisi nyaman
2. Farmakologis
a. Gas
b. Reduksi Afterload
c. Analgesia
d. Diuresis
e. Lai-lain
3. Transport
a. Refusal
b. No other indications for no-transport
H. Strategi Pendukung dan Komunikasi
1. Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
2. Komunikasi dan transfer data dengan dokter
IV. Tamponade Kardiak
A. Patofisiologi
B. Morbiditas / Mortalitas
C. Initial Assessment
D. Riwayat Terarah
E. Pemeriksaan Fisik Lengkap
F. Pengelolaan
1. Pengelolaan Jalan Nafas dan Ventilasi
2. Sirkulasi
3. Farmakologis
4. Non-farmakologis
5. Transport cepat untuk perikardiosentesis
G. Strategi Pendukung dan Komunikasi
1. Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
2. Komunikasi dan transfer data dengan dokter
V. Hypertensive Emergencies
A. Epidemiologi penyebab pemicu
B. Mortalitas / Morbiditas
1. Encefalopati Hipertensif
2. Stroke
C. Initial Assessment
1. Airway/breathing
2. Circulation
D. Riwayat Terarah
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Pengobatan
3. Penggunaan Oksigen Dirumah
E. Pemeriksaan Fisik Lengkap
1. Airway
2. Breathing
3. Circulation
4. Diagnostic signs/symptoms
F. Pengelolaan
1. Non-farmakologis
a. Posisi Nyaman
b. Airway dan ventilation
2. Farmakologis
a. Gas
b. Lain-lain
3. Transport cepat
a. Refusal
b. No other indications for no transport
G. Strategi Pendukung dan Komunikasi
1. Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
2. Komunikasi dan transfer data dengan dokter
VI. Syok Kardiogenik
A. Patofisiologi
B. Morbiditas / Mortalitas
C. Initial Assessment
D. Pemeriksaan Fisik Lengkap
E. Pengelolaan
1. Posisi Nyaman
a. Mungkin menyukai duduk tegak dengan posisi tungkai dependen
2. Farmakologis
a. Gas
b. Vasopressor
c. Analgesia
d. Diuretik
e. Glikosida
f. Agonis Simpatetik
g. Agent Alkalinizing
h. Lain-lain
F. Transport
1. Tidak ditransport
2. Tidak ada indikasi lain untuk tidak mentransport
G. Strategi Pendukung dan Komunikasi
1. Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
2. Komunikasi dan transfer data dengan dokter
VII. Henti Jantung
A. Patofsiologi
B. Initial assessment
C. Riwayat Terarah
D. Pengelolaan
1. Istilah terkait
a. Resusitasi - usaha mengembalikan nadi dan nafas spontan pada pasien dengan henti jantung lengkap
b. Survival - pasien sudah diresusitasi dan bertahan hidup setelah dipulangkan dari RS
c. Kembalinya Sirkulasi Spontan (ROSC) - pasien sudah diresusitasi hingga titik nadi berdenyut tanpa RJP; mungkin
atau tidak disertai kembalinya pernafasan spontan; pasien mungkin atau tidak untuk bertahan hidup
2. Indikasi untuk TIDAK memulai tehnik resusitasi
a. Tanda-tanda nyata kematian
i. Misal - rigor; lividitas menetap; dekapitasi
b. Protokol Lokal
i. Misal - Protokol Lanjut Luar RS
3. Pengelolaan airway dan ventilasi lanjut
4. Sirkulasi
a. RJP bersamaan dengan defibrilasi
b. Terapi IV
c. Defibrillasi
d. Farmakologis
i. Gas (oksigen)
ii. Simpatetik
iii. Antikolinergik
iv. Antiarrhitmik
v. Vasopressor
vi. Agent Alkalinizing
vii. Parasimpatolitik
5. Transport cepat
6. Strategi Pendukung dan Komunikasi
a. Penjelasan pada pasien, keluarga atau yng berkepentingan
2. Komunikasi dan transfer data dengan dokter
Kembali
MODUL III: MEDIKAL
KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
• Reaksi alergi
• Mengalami reaksi alergi
• Menilai pasien
• Memberikan tindakan pada pasien yang nyaris tenggelam
• Menilai pasien yang kemungkinan mengalami overdosis
OBJEKTIF KOGNITIF
Selesai unit ini, paramedik mampu:
3.1 Menjelaskan manifestasi fisik pada anafilaksis
3.2 Membuat manifestasi diferensial reaksi alergi dari anafilaksis
3.3 Menemukan tanda dan gejala terkait anafikasis
3.4 Mendiferensiasi antara berbagai intervensi tindakan dan farmakologis yang digunakan pada pengelolaan anafilaksis
3.5 Mengkorelasi temuan abnormal saat penilainan dengan makna klinis pasien anafilaksis
3.6 Mengembangkan rencana tindakan berdasar kondisi lapangan pada pasien reaksi alergi dan anafilaksi
3.7 Membuat daftar tanda dan gejala nyaris tenggelam
3.8 Menjelaskan tidak adanya tanda-tanda bermakna antara tenggelam di air segar dan air asin, terkait nyaris tenggelam
3.9 Mendiskusikan tampilan tenggelam “kering” dan “basah” dan perbedaan pengelolaannya
3.10 Mendiskusikan komplikasi dan tindakan pencegahan hipotermi dalam hal nyaris tenggelam
3.11 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien nyaris tenggelam
3.12 Membedakan berbagai tindakan dan intervensi dalam mengelola nyaris tenggelam
3.13 Menggabungkan prinsip patofisiologi dan temuan klinis untuk merancang sesuai kondisi lapangan dan penerapan tindakan untuk
pasien nyaris tenggelam
3.14 Membedakan kegawatan zat toksik berdasar temuan saat penilaian
3.15 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien yang terpapar zat toksik
3.16 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien dengan keracunan paling sering akibat overdosis
3.17 Menghubungkan temuan abnormal saat penilaian dengan makna klinis pada pasien yang menggunakan obat yang paling sering
disalahgunakan
3.18 Membuat daftar kegunaan klinis, nama jalanan, farmakologi, temuan klinis dan pengelolaan pasien yang menggunakan obat berikut
atau yang terpapar zat berikut :
• Kokaine
• Mariyuana dan kannabis
• Amfetamin dan sejenis amfetamin
• Barbiturat
• Sedatif-hipnotik
• Sianida
• Narkotik/ opiat
• Obat kardiac
• Kaustik
• Zat yang biasa ada dirumah
• Obat kegunaan seksual/kesenangan seksual
• Karbon monoxida
• Alkohol
• Hidrocarbon
• Obat psikiatrik
• Obat anti-depressan dan sindrom serotonin
• Litium
• Inhibitor MAO
• Penghilanh nyeri tidak diresepkan
• Agen antiinflammator nonsteroidal
• Salisilate
• Asetaminofen
• Metal
• Tumbuhan dan jamur
DEKLARATIF
I. Anafylaksis
A. Epidemiologi
B. Patofisiologi
C. Temuan
1. Tidak semua tanda dan gejala ditemukan pada setiap kasus
2. Riwayat
a. Paparan sebelumnya
b. Pengalaman pada paparan sebelumnya
c. Onset dari gejala
d. Dyspnea
3. Tingkat kesadaran
a. Tak dapat bicara
b. Gelisah
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Tidak respon
4. Jalan nafas atas
a. Parau
b. Stridor
c. Edema/ spasme faringeal
5. Jalan nafas bawah
a. Tachipnea
b. Hipoventilasi
c. Usaha otot tambahan
d. Retraksi abnormal
e. Ekspirasi memanjang
f. Wheezing
g. Suara nafas berkurang
6. Kulit
a. Kemerahan
b. Rashes
c. Edema
d. Lembab
e. Gatal
f. Kaligata
g. Pucat
h. Sianotik
7. Tanda-tanda vital
a. Takikardia
b. Hipotensi
8. Gastrointestinal
a. Kram abnormal
b. Nausea/ vomiting
c. Diarrhea
9. Alat bantu
a. Monitor kardiak
b. Pulse oximetry low
c. End tidal CO2 high
D. Pengelolaan anafilaksis
1. Singkirkan agen pemicu (misal : sengat)
2. Airway dan ventilasi
a. Posisi
b. Oksigen
c. Ventilasi bantuan
d. Jalan nafas lanjut
3. Sirkulasi
a. Jalur vena
b. Resusitasi cairan
4. Farmakologis
a. Oksigen
b. Epinefrin - peran utama tindakan
i. Bronkodilator
ii. Menurunkan permeabilitas vaskuler
c. Antihistamin
d. Antiinflammator/ immunosuppressan
e. Vasopressor
5. Dukungan psikologis
6. Pertimbangan transport
E. Pengelolaan reaksi allergi
1. Tanpa dispnea
a. Antihistamin
2. Dengan dispnea
a. Oksigen
b. Epinefrin Subkutan
c. Antihistamin
II. Nyaris tenggelam
A. Definisi
1. Kejadian terbenam dengan paling tidak pemulihan sementara
B. Patofisiologi
1. Tenggelam basah versus kering
a. Cairan pada posterior orofaring merangsang laringospasme
b. Aspirasi terjadi setelah relaksasi otot
c. Hambatan nafas terjadi dengan atau tanpa aspirasi
d. Aspirasi tampil sebagai obstruksi airway
2. Petimbangan air segar versus air asin
a. Malau mekanistik berbada, tidak ada perbedaan akibat metabolik
b. Tidak ada perbedaan tindakan diluar RS
3. Pertimbangan hipotermik pada nyaris tenggelam
a. Sindroma seperti pada umumnya
b. Mungkin perlindungan organ pada nyaris tenggelam pada air dingin
c. Pertama selalu tindak hipoksia
d. Tindak hipotermia pada semua pasien nyaris tenggelam
C. Tindakan
1. Amankan jalan nafas
a. Rekomendasi perdebatan terkait abdominal thrusts profilaksis
b. Data ilmiah perdebatan untuk mendukung abdominal thrusts profilaksis
c. Ventilasi
d. Oksigen
2. Perimbangan trauma
a. Episode terbenam dengan etiologi tidak diketahui mengharus kan dilakukan pengelolaan trauma
3. Komplikasi pasca resusitasi
a. Adult respiratory distress syndrome (ARDS) atau gagal ginjal sering terjadi pasca resusitasi
b. Gejala mungkin tidak tampil dalam 24 jam atau lebih pasca resusitasi
c. Semua pasien nyaris tenggelam harus ditransport untuk evaluasi
III. Toksikologi Umum, penilaian dan pengelolaan
A. Jenis kedaruratan toksikologis
1. Keracunan unintentional
a. Kesalahan dosis
b. Reaksi idiosinkratik
c. Keracunan pada anak
d. Paparan lingkungan
e. Paparan kerja
f. Terlantar dan penyalahgunaan
2. Penyalahgunaan obat/alkohol
3. Keracunan/overdosis intentional
a. Kimia
b. Serangan/pembunuhan
c. Bunuh diri
B. Menggunakan pusat kontrol keracunan
C. Rute absorbsi
1. Telan
2. Inhalasi
3. Suntikan
4. Absorpsi
D. Keracunan melalui telan
1. Contoh
2. Temuan pada penilaian
3. Pertimbangan pengelolaan umum
E. Keracunan melalui inhalasi
1. Contoh
2. Temuan pada penilaian
3. Pertimbangan pengelolaan umum
F. Keracunan melalui injeksi
1. Contoh
2. Temuan pada penilaian
3. Pertimbangan pengelolaan umum
G. Keracunan melalui absorpsi
1. Contoh
2. Temuan pada penilaian
3. Pertimbangan pengelolaan umum
H. Alkoholisme
1. Epidemiologi
2. Masalah psikologis
3. Masalah psiko-sosial
4. Patofisiologi penggunaan alkohol jangka panjang
a. Kerusakan end organ
b. Malnutrisi
c. Sindroma Withdrawal
5. Temuan saat penilaian
I. Sindroma toksik
1. Kolinergik
a. Agen penyebab umum
i. Pestisida (organofosfat / karbamat)
ii. Agen saraf (sarin / Soman)
b. Temuan saat penilaian
i. Nyeri kepala
ii. Dizziness
iii. Lemah
iv. Nausea
v. SLUDGE (salivation, lacrimation, urination, defecation, GI upset, emesis)
vi. Bradikardia, wheezing, bronkokonstriksi, miosis, koma, kejang
vii. Diaphoresis, kejang
c. Pengelolaan
2. Antikolinergik
a. Agen penyebab umum
b. Temuan saat penilaian
c. Pengelolaan
3. Hallusinogen
a. Agen penyebab umum
i. lysergic acid diethylamide (LSD)
ii. phenyclicidine (PCP)
iii. Peyote
iv. jamur
b. Temuan saat penilaian
i. Nyeri dada
c. Pengelolaan
4. Narkotik/ opiat
a. Agen penyebab umum
i. heroin
ii. morfin
iii. kodein
iv. meperidin
v. propoxyfen
b. Temuan saat penilaian
i. Euphoria
ii. Hipotensi
iii. Depres/henti nafas
iv. Nausea
v. Pupil pinpoint
vi. Kejang
vii. Koma
c. Pengelolaan
5. Simpatomimetik
a. Agen penyebab umum
b. Temuan saat penilaian
c. Pengelolaan
IV. Toksikologi khas, penilaian dan pengelolaan
A. Kokain
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
B. Mariyuana dan kannabis
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
C. Amfetamines dan sejenis
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
D. Barbiturat
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
E. Sedatif-hipnotik
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
F. Sianida
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
G. Narkotik/ opiat
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
H. Obat jantung
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
I. Kaustik
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
J. Keracunan zat umum dirumah
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
K. Penyalahgunaan obat kegunaan/kesenangan seksual
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
L. Karbon monoxida
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
M. Alkohol
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
N. Hidrocarbon
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Assessment findings
5. Pengelolaan
O. Antidepressan Trisiklik
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
P. Anti-depressan dan sindrom serotonin baru
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
Q. Litium
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
R. Obat penghilang nyeri non resep
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
S. Obat anti-inflammatori nonsteroidal
1. Salisilat
2. Penggunaan klinik
3. Agen penyebab umum
4. Nama jalanan
5. Temuan saat penilaian
6. Pengelolaan
T. Asetaminofen
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
U. Metal
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
V. Tumbuhan dan jamur
1. Penggunaan klinik
2. Agen penyebab umum
3. Nama jalanan
4. Temuan saat penilaian
5. Pengelolaan
Kembali
MODUL IV: TRAUMA
KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
• Melakukan penilaian trauma secara cepat
• Melakukan tindakan pada pasien dengan syok / hipoperfusi
• Menilai pasien cedera kepala
• Menilai pasien dengan kemungkinan cedera tulang belakang
• Melakukan tindakan pada pasien dengankemungkinan cedera tulang belakang
• Melakukan tindakan pada pasien dengan cedera dada
• Melakukan tindakan pada pasien dengan cedera abdomen terbuka
OBJEKTIF KOGNITIF
Selesai unit ini, paramedik mampu:
4.1 Menyatakan alasan untuk melakukan penilaian trauma secara cepat
4.2 Memberikan contoh dan menjelaskan mengapa pasien harus mendapatkan penilaian
trauma cepat
4.3 Menerapkan teknik pemeriksaan fisik pada pasien trauma
4.4 Menjelaskan cakupan penilaian trauma cepat dan mendiskusikan apa yang harus dievaluasi
4.5 Mengenal kasus dimana penilaian cepat mungkin berubah dalam upaya memberikan pelayanan pada pasien
4.6 Mendiskusikan rencana tindakan dan pengelolaan pada perdarahan dan syok
4.7 Mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi rencana tindakan berdasar keadaan pada pasien perdarahan atau syok
4.8 Memahami temuan dari penilaian pada cedera kepala/otak terkait proses patofisiologi
4.9 Mengklasifikasi cedera kepala (ringan, sedang, berat) sesuai temuan penilaian
4.10 Memahami temuan dari penilaian pada konkusi/gegar otak, cedera aksonal difus sedang dan berat, terhadap patofisiologi cedera
4.11 Memahami temuan dari penilaian terkait fraktura tengkorak terhadap patofisiologinya
4.12 Memahami temuan dari penilaian pada kontusi otak terkait patofisiologinya
4.13 Memahami temuan dari penilaian pada perdarahan intrakranial terkait patofisiologi nya, termasuk:
• Epidural
• Subdural
• Intracerebral
• Subarakhnoid
4.14 Menggabungkan prinsip patofisoplogi dan penilaian pada pasien cedera kepala/otak
4.15 Membedakan jenis cedera kepala/otak berdasar penilaian dan riwayat
4.16 Menentukan penekanan pada pasien cedera kepala/otak sehubungan temuan penilaian
4.17 Menjelaskan temuan penilain terkait cedera spinal
4.18 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera spinal
4.19 Menggabungkan prinsip patofisiologi terhadap penilaian pada pasien cedera spinal
4.20 Membedakan cedera spinal berdasar penilaian dan riwayat
4.21 Menentukan penekanan berdasar temuan penilaian cedera spinal
4.22 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera spinal
4.23 Menjelaskan temuan penilaian terkait cedera spinal traumatika
4.24 Menjelaskan pengelolaan cedera spinal traumatika
4.25 Menggabungkan prinsip patofisiologi terhadap penilaian pada pasien cedera spinal traumatika
4.26 Membedakan cedera spinal traumatika dan non traumatika berdasar penilaian dan riwayat
4.27 Menentukan penekanan pada cedera spinal traumatika berdasar temuan penilaian
4.28 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera spinal traumatika
4.29 Menjelaskan temuan penilaian terkait cedera spinal non traumatika
4.30 Menjelaskan pengelolaan cedera spinal non traumatika
4.31 Menggabungkan prinsip patofisiologi terhadap penilaian pada pasien cedera spinal non traumatika
4.32 Membedakan cedera spinal traumatika dan non traumatika berdasar penilaian dan riwayat
4.33 Menentukan penekanan pada cedera spinal non traumatika berdasar temuan penilaian
4.34 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera spinal non traumatika
4.35 Mendiskusikan pengelolaan cedera toraks
4.36 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera dinding dada
4.37 Mendiskusikan pengelolaan cedera dinding dada
4.38 Mendiskusikan pengelolaan cedera paru-paru
4.39 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera paru-paru
4.40 Mendiskusikan pengelolaan cedera miokard
4.41 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasiencedera miokard
4.42 Mendiskusikan pengelolaan cedera vaskuler
4.43 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera vaskuler
4.44 Mendiskusikan pengelolaan cedera diafragma
4.45 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera diafragma
4.46 Mendiskusikan pengelolaan cedera esofagus
4.47 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera esofageal
4.48 Mendiskusikan pengelolaan cedera trakheobronkhial
4.49 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien cedera trakheo bronkhial
4.50 Mendiskusikan pengelolaan asfiksia traumatika
4.51 Mengenal kebutuhan tindakan dan transportasi cepat pada pasien asfiksia traumatika
4.52 Menentukan penekanan pada cedera toraks berdasar temuan penilaian
4.53 Menjelaskan pengelolaan cedera abdominal
4.54 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada trauma abdomen
4.55 Menentukan penekanan pada cedera abdominal berdasar temuan penilaian
4.56 Menentukan pengelolaan pasien berdasar penekanan utama pada cedera abdominal
OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Selesai unit ini, paramedik mampu:
4.57 Menerapkan teknik pemeriksaan fisik, mendemonstrasikan penilaian pasien trauma
4.58 Mendemonstrasikan penilaian trauma cepat untuk menilai pasien berdasar mekanisme cedera
4.59 Mendemonstrasikan pengelolaan pasien dengan tanda dan gejala syok hemoragik
4.60 Mendemonstrasikan pengelolaan pasien dengan tanda dan gejala syok hemoragik terkompensasi
4.61 Mendemonstrasikan pengelolaan pasien dengan tanda dan gejala syok hemoragik terdekompensasi
4.62 Mendemonstrasikan penilaian klinis untuk menentukan dasar pengelolaan memadai untuk pasien diduga cedera spinal traumatika
4.63 Mendemonstrasikan penilaian klinis untuk menentukan dasar pengelolaan memadai untuk pasien diduga cedera spinal non traumatika
4.64 Mendemonstrasikan imobilisasi pasien urgen dan non urgen dengan temuan penilaian dengan cedera spinal berdasar hal berikut:
• Terlentang
• Telungkup
• Setengah telungkup
• Duduk
• berdiri
4.65 Mendemonstrasikan metode sesuai untuk stabilisasi helmet pada pasien berpotensicedera spinal
4.66 Mendemonstrasikan tehnik berikut dalam pengelolaan cedera toraks:
• Dekompresi jarum
• Stabilisasi fraktur
• Intubasi elektif
• Monitoring ECG
• Oksigenasi and ventilasi
4.67 Mendemonstrasikan penilaian klinis untuk menentukan dasar pengelolaan memadai untuk pasien diduga traumati abdominal
DEKLARATIF
I. Riwayat dan pemeriksaan fisik terarah pada pasien trauma
A. Menelaah mekanisme cedera
1. Membantu menentukan pasien prioritas
2. Membantu mengarahkan penilaian
3. Mekanisme cedera yang bermakna
a. Terlempar dari kendaraan
b. Pasien tewas pada kendaraan yang sama
c. Jatuh lebih dari 6 meter / 20 feet
d. Kendaraan terbalik
e. Tabrakan kecepatan tinggi
f. Pejalan kaki ditabrak kendaraan
g. Kecelakaan sepede motor
h. Unresponsif atau perubahan status mental
i. Penetrasi kepala, dada, abdomen
j. Cedera tersembunyi
i. Sabuk pengaman
a. Bila terpasang ketat, mungkin menyebabkan cedera
b. Bila terpasang, tidak berarti tidak terjadi cedera
ii. Kantong udara
a. Mungkin tidak berguna tanpa sabuk pengaman
b. Pasien mungkin membentur setir setelah mengempes
c. Angkat kantung udara yang sudah berfungsi dan lihat lingkar setir akan adanya kerusakan
4. Pertimbangan tambahan pada bayi dan anak
a. Jatuh dari 3 meter / 10 feet
b. Kecelakaan sepeda
c. Kecelakaan kendaraan kecepatan sedang
B. Lakukan pemeriksaan fisik trauma cepat pada pasien dengan mekanisme cedera bermakna untuk menentukan cedera mpengancam jiwa
1. Pada pasien sadar, gejala harus dicari sebelum dan saat penilaian trauma
2. Lanjutkan stabilisasi spinal
3. Pikirkan rencana transport
4. Nilai status mental
5. Ketika melihat dan meraba, cari dan rasakan adanya cedera atau tanda cedera
6. Pemeriksaan
a. Nilai kepala, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
b. Nilai leher, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
c. Pasang kolar immobilisasi spinal leher (CSIC) (mungkin gunakan informasi dari unit cedera kepala)
d. Nilai dada
e. Nilai abdomen, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
f. Nilai pelvis, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
g. Nilai keempat ekstremitas, lihat dan raba adanya cedera atau tanda dari cedera
h. Gulingkan pasien dengan memperhatikankewaspadaan tulang belakang dan nilai tubuh posterior, lihat dan raba, periksa
adanya cedera atau tanda cedera
i. Cari peralatan identifikasi medis
j. Nilai tanda-tanda vital dasar
k. Nilai riwayat pasien
l. Keluhan utama
m. Riwayat penyakit yang diderita saat ini
n. Riwayat medis sebelumnya
o. Status kesehatan terakhir
II. Syok
A. Epidemiologi
B. Patofisiologi
C. Derajat syok
D. Penilaian
E. Rencana pengelolaan / tindakan
1. Dukungan airway dan ventilatori
a. Ventilasi dan isap bila perlu
b. Berikan oksigen konsentrasi tinggi
c. Kurangi peninggian tekanan intra toraks pada pneumotraks tension
2. Dukungan sirkulatori
a. Kontrol perdarahan
b. Penambah volume Intravena
i. Jenis
a. Cairan isotonic
b. Cairan hipertonik
c. Cairan sintetik
d. Darah dan produk darah
e. Cairan experimental
f. Pengganti darah
ii. Kecepatan pemberian
a. Perdarahan eksternal yang dapat dikontrol
b. Perdarahan eksternal yang tidak dapat dikontrol
c. Perdarahan internal
c. Pakaian anti syok pneumatik (Pneumatic anti-shock garment)
i. Dampak
a. Meningkatkan tekanan arterial dibagian sebelah atas pakaian
b. Meningkatkan tahanan vaskuler sistemik
c. Immobilisasi pelvis dan mungkin tungkai bawah
d. Meningkatkan tekanan intra abdominal
ii. Mekanisme
a. Meningkatkan tahanan vaskuler sistemik melalui kompresi langsung pada jaringan dan
pembuluh darah
b. Menyebabkan sedikit efek autotransfusi
iii. Indikasi
a. Hipoperfusi disertai pelvis unstable
b. Keadaan penurunan TVS/SVR yang tidak bisa dikoreksi dengan cara lain
c. Protokol lokal, keadaan lain dengan hi poperfusi dengan hipotensi
d. Studi penelitian
iv. Kontraindikasi
a. Hamil lanjut (tidak ada inflasi rongga perut)
b. Objek tertancap pada abdomen atau eviserasi (tidak ada inflasi rongga perut)
c. Ruptur diafragma
d. Syok kardiogenik
e. Edema paru
v. Dekompresi dada jarum pada pneumotoraks tension untuk memperbaiki output kardiak yang
terganggu
vi. Menemukan perlunya transport segera dugaan tamponade kardiak untuk perikardiosentesis
3. Intervensi farmakologis
a. Syok hipovolemik
i. Volume expander
b. Syok kardiogenik
ii. Inotropik positif jantung
iii. Vasokonstriktor
iv. Obat perubah frekuensi
c. Syok distributif
i. Volume expander
ii. Inotropik positif jantung
iii. Vasokonstriktor
iv. PASG
d. Syok obstruktif
i. Volume expander
e. Syok spinal
i. Volume expander
4. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
5. Pertimbangan transport
a. Indikasi transport cepat
b. Indikasi transport kepusat trauma
c. Pertimbangan transportasi medis udara
III. Cedera kepala
A. Meninjau anatomi dan fisiologi
B. Mekanisme cedera
C. Kategori Umum cedera
D. Penyebab cedera otak
E. Cedera kepala, umum dan menyeluruh
F. Cedera otak
G. Patofisiologi cedera kepala / otak
1. Peninggiak tekanan intrakranial
2. Mekanisme
3. Penilaian
a. Tekanan mengarah kebawah
i. Korteks otak dan / atau ARAS terganggu
a. Perubahan tingkat kesadaran, amnesia kejadian, bingung, disorientasi, letargi atau meronta,
defisit fokal atau kelemahan
ii. Hipotalamus - muntah
iii. Batang otak
a. Tekanan darah meningkat untuk mempertahankan MAP (tekanan arterial rata-rata) dan CPP (tekanan
perfusi otak)
b. Tekanan saraf vagal, bradikardia
c. Pusat respirasi, nafas ireguler atau takipnea
d. Kelumpuhan saraf okulomotor, pupil anisokor atau tidak reaktif
e. Posturing - fleksi / ekstensi
iv. Kejang, tergantung lokasi cedera
b. Tingkat peninggian TIK
i. Korteks otak atau bagian atas batang otak terganggu
a. TD meningkat dan nadi mulai melambat
b. Pupil tetap reaktif
c. Respirasi Cheyne-Stokes
d. Awalnya berusaha untuk melokalisasi dan menyingkirkan sumber rangsang nyeri
e. Pada tahap ini semua efek reversibel
ii. Bagian tengah batang otak terganggu
a. Tekanan nadi lebar serta bradikardia
b. Pupil tidak reaktif atau lambat
c. Hiperventilasi neurogenik sentral (CNH)
d. Ekstensi
e. Beberapa fungsi normal pada tahap ini
iii. Bagian bawah batang otak / medulla terganggu
a. Pupil lebar, sisi yang sama dengan penyebab
b. Respirasi ataksik (erratic / tidak teratur, tidak berirama) atau tidak ada
c. Flaksid
d. Denyut nadi labil, ireguler, sering denyut nadi berubah pada frekuensi yang jauh berbeda
e. Perubahan gelombang QRS, S-T dan T
f. Penurunan TD, sering labil
g. Tidak dipertimbangkan bisa hidup
c. Glasgow coma scale, metode penilai tingkat kesadaran
i. Tiga penilaian independen
a. Membuka mata
b. Respon verbal
c. Respon motor
ii. Skor numerik 3 hingga 15
iii. Klasifikasi cedera kepala terkait skor
a. Ringan, 14 - 15
b. Moderat / sedang, 8 - 13
c. Berat, ≤ 8
d. Tanda-tanda vital
e. Ukuran dan reaksi pupil
f. Adanya defisit fokal
g. Riwayat tidak sadar atau amnesia atas kejadian
iv. Management
H. Cedera spesifik : cedera aksonal difus (DAI) dan cedera fokal
1. CAD : putus, regang, dan robeknya serabut saraf diikuti kerusakan aksonal
a. Konkusi (CAD ringan) : disfungsi neurologis fisiologis tanpa putusnya anatomik penting yang berakibat episode
disfungsi neurologis sementara yang cepat kembali pada aktifitas neurologis normal
i. Epidemiologi
ii. Penilaian : bingung, disorientasi, amnesia kejadian
iii. Pengelolaan
2. CAD Sedang : Robek, regang dan putusnya jaringan otak, batang otak dan ARAS akibat memar petekhial kecil mungkin
ikut berperan menyebabkan ketidaksadaran
a. Epidemiologi
b. Penilaian : Mungkin menyebabkan ketidaksadaran segera atau kebingungan menetap, disotientasi dan amnesia kejadian
meluas keamnesia kejadian waktu ke waktu; mungkin dengan defisit fokal; kognitif residual (tidak bisa
berkonsentrasi), defisit psikologik (sering cemas, peruban mood tidak khas) dan defisit sensorimotor
(penciuman berubah) yang mungkin permanen
c. Pengelolaan
3. CAD berat : Dulu disebut cedera batang otak, mencakup disrupsi mekanikal berat pada banyak akson baik pada hemisfer otak
dan meluas pada batang otak
a. Epidemiologi
b. Penilaian : Ketidaksadaran jangka lama, umumnya posturing, tanda lain peninggian TIK terjadi tergantung tingat k
erusakan
c. Pengelolaan
4. Cedera fokal injury
a. Fraktura tengkorak : Beratnya tergantung besarnya tenaga bentur
i. Epidemiologi
ii. Jenis
a. Linear (80% dari semua fractura tengkorak)
b. Depressed
c. Basiler
d. Fraktura tengkorak terbuka
iii. Penilaian : Fraktura linear mungkin terabaikan, depressed dan fraktura terbuka biasanya dijumpai pada palpasi
kepala, gunakan bagian lunak jari untuk meraba
a. Jaminan airway dan adekuasi jalan nafas adalah priorotas
b. Sering dengan muntah dan respirasi tidak adekuat
c. Nilai tanda dan gejala peninggian TIK
iv. Pengelolaan
b. Kontusi otak : Cedera otak fokal dimana terjadi memar dan kerusakan pada otak secara area lokal; mungkin terjadi
pada area impak (coup) dan / atau sisi berlawanan (contrecoup) dari impak
i. Epidemiologi
ii. Penilaian
a. Jaminan airway dan adekuasi pernafasan adalah prioritas
b. Perubahan tingkat kesadaran
c. Mungkin mengeluh nyeri kepala progresif dan / atau fotofobia
d. Mungkin tidak dapat mempertahankan memori, kata- kata berulang umum terjadi
e. Nilai tanda dan gejala peninggian TIK
iii. Pengelolaan
c. Perdarahan intrakranial
i. Jenis
a. Epidural
b. Subdural
c. Intraserebral
d. Subarakhnoid
ii. Epidemiologi
iii. Penilaian
a. Mungkin tidak mungkin menyatakan jenis hematoma apa yang terjadi
b. Lebih penting adalah menentukan adanya cedera otak
c. Tanda / gejala peninggian TIK
d. Tanda / gejala defisit neurologis
e. Tanda dan gejala dini perubahan tingkat kesadaran
f. Tanda iritasi otak : Perubahan personalitas, iritabilitas, letargi, bingung, mengulang kata atau
kalimat, perubahan kesadaran, kelemahan satu sisi tubuh, kejang
g. GCS
iv. Pengelolaan
IV. Trauma tulang belakang
A. Introduksi
B. Incidens
C. Morbiditas dan mortalitas
D. Penilaian / kriteria spinal secara traditional
1. Berdasar mekanisme cedera (MOI)
2. Pertimbangan immobilisasi spinal lazim
a. Korban kecelakaan tidak sadar
b. Korban kecelakaan sadar, periksa SCI (spinal cord injury) sebelum memindahkan
c. Semua pasien dengan cedera ‘bergerak’
3. Tidak adanya petunjuk klinis yang jelas atau kriteria spesifik untuk menilai SCI
4. Tanda yang mungkin menunjukkan SCI
a. Nyeri
b. Sensitf nyeri
c. Nyeri gerakan
d. Deformitas
e. Robek atau memar (diatas area spinal)
f. Paralisis
g. Parestesia
h. Paresis (kelemahan)
i. Syok
j. Priapisme
5. Tidak selalu mudah mengimmobilisasi semua cedera “bergerak”
6. Kebanyakan tersangka cedera dipindahkan dalam posisi anatomis normal
a. Baring rata pada spine board
b. Tidak ada kriteria kekecualian digunakan pada saat memindahkan pasien keposisi anatomis
7. Diperlukan kriteria jelas untuk menilai adanya SCI
E. Meninjau anatomi dan fisiologi spinal umum
F. Penilaian cedera spinal umum
1. Menentukan mekanisme cedera / kejadian cedera
a. MOI positif
i. Selalu memerlukan immobilisasi spinal lengkap
a. Kecelakaan sepeda motor kecepatan tinggi
b. Falls greater than three times patient’s height
c. Trauma berat terjadi dekat tulang belakang
d. Cedera olahraga
e. Keadaan benturan hebat lainnya
ii. Beberapa pengarah medis mungkin mengizinkan pe tugas lapangan untuk tidak mengimmobilisasi pasien dengan MOI namun
tanpa tanda / gejala SCI
a. Berdasar penilaian
b. MOI Negatif
i. Tenaga / impak yang menimpa tidak menunjukkan potensi untuk cedera spinal
ii. Tidak memerlukan immobilisasi spinal
a. Contoh
c. MOI tidak jelas
i. Tidak jelas / tidak pasti mengenai kekuatan atau impak
ii. Kriteria klinis digunakan sebagai dasar apakah akan menggunakan immobilisasi spinal
a. Contoh
d. Kriteria klinis versus MOI
i. Pengelolaan inisial
a. Semata-mata berdasar MOI
ii. MOI Positif
a. Immobilisasi spine
iii. MOI Negatif
a. Tanpa tanda / gejala
iv. MOItidak jelas
a. Memerlukan penilaian dan evaluasi klinis lebih lanjut
v. Pada beberapa keadaan spinal non traumatika, im mobiisasi mungkin perlu / indikasi
vi. Perubahan tingkat kesadaran atau ketidaksadaran memerlukan stabilisasi tulang belakang
G. Penilaian pada MOI yang tidak jelas
1. Kriteria klinis spesifik
a. Perlu untuk menilai kapan memilih untuk tidak mengimmobilisasi pasien trauma
b. Mulai dengan kelayakan pasien
i. Nilai ulang saat penilaian spesifik
c. Bila kriteria spesifik tidak memuaskan, lakukan immobilisasi spine lengkap
d. MOI Positif selalu berarti immobilisasi spine
i. Penilaian spesifik ini mungkin tetap digunakan untuk menilai tingkat cedera
2. Kriteria spesifik
a. Cegah pergerakan tulang belakang dengan mempertahankan stabilisasi oleh asisten dikala pemeriksaan
b. Kelayakan pasien / pemeriksaan
i. Dalam usaha menilai nyeri, sensitif atas nyeri, fungsi motor dan sensori yang akurat, pasien harus layak
ii. Pasien harus
a. Tenang
b. Kooperatif
c. Tidak mabuk
d. Alert dan berorientasi baik
iii. Pasien yang tidak layak
a. Reaksi stres akut
b. Cedera otak
c. Intoksikasi
d. Status mental abnormal
e. Cedera distrakting
f. Masalah komunikasi
iv. Adanya indikator tidak layak
a. Indikasi immobilisasi tulang belakang lengkap
c. Penilaian adanya nyeri tulang belakang
i. Pasien menyatakan
a. Semua yang terkait nyeri tulang belakang
b. Tanda
c. Gejala
ii. Mungkin sangat tidak terlokalisir
iii. Mungkin tidak terasa tepat diatas prosesus tulang belakang
iv. Nyeri dikala gerak aktif kepala dan leher
a. Pasien disuruh menggerakkan kepala dan leher secara perlahan
b. Bila terjadi nyeri apapun
d. Nilai adanya nyeri berlebihan pada tulang belakang
i. Palpasi diatas semua prosesus spinosus tulang belakang
ii. Mulai dari leher kearah bawah kepelvis
iii. Meungkin bermanfaat palpasi terbalik dari pelvis ke leher
e. Penilaian fungsi neurologis anggota atas
i. Fungsi motorik
a. Abduksi / adduksi jari
b. Ekstensi jari / tangan
ii. Fungsi sensorik
a. Sensasi nyeri
f. Penilaian fungsi neurologis anggota bawah
i. Fungsi motorik
a. Fleksi plantar kaki
b. Dorsifleksi kaki / jempol
ii. Fungsi sensorik
a. Sensasi nyeri
g. Penilaian fungsi motorik umum
i. Periksa radiks saraf baik pada tingkat tulang belakang leher, lumbar / sakral
ii. Periksa dua set radiks saraf pada tiap tingkat pada sisi kiri dan kanan
iii. Mampu menentukan pola klinis utama SCI
iv. Pemeriksaan motorik dapat dilengkapi walau terjadi cedera lokal
a. Bila pemeriksaan tidak dapat dilengkapi akibat cedera lokal, seluruh pemeriksaan menjadi
tidak layak
h. Penilaian fungsi sensorik
i. Periksa sensorik
a. Pada tingkat tulang belakang leher dan lumbar / sakral
ii. Pemeriksaan sensorik akan menentukan pola klinis SCI
iii. Semua tanda dan gejala sensasi abnormal
a. Indikasi immobilisasi tulang belakang
H. Pengelolaan umum cedera tulang belakang
1. Prinsip immobilisasi tulang belakang
a. Gol primer adalah mencegah cedera lebih lanjut
b. Tindak tulang belakang seperti tulang panjang dengan sendi pada setiap ujung (kepala dan pelvis)
c. 15% cedera tulang belakang sekunder dapat dicegah dengan immobilisasi layak
d. Selalu gunakan immobilisasi tulang belakang “lengkap”.
i. Tidak mungkin membatasi dan membidai bagian cedera tertentu
e. Stabilisasi tulang belakang dimulai pada initial assessment
i. Lanjutkan hingga tulang belakang di immobilisasi secara lengkap pada long backboard
f. Kepala dan leher harus diletakkan pada posisi netral, segaris, kecuali kontra indikasi
i. Posisi netral memungkinkan ruang terbesar bagi medulla spinal
a. Mengurangi hipoksia medulla spinal
b. Mengurang tekanan berlebihan
ii. Posisi paling stabil bagi kolum tulang belakang
a. Mengurangi ketidakstabilan
2. Stabilisasi / immobilisasi tulang belakang
a. Pendekatan sistemik
i. immobilisasi leher
a. Manual
b. Kollar kaku
ii. Alat immobilisasi bantuan
a. Bila indikasi (alat immobilisasi jenis ketat, backboard pendek)
b. Memidahkan pasien stabil dari posisi duduk ke backboard panjang
iii. Backboard panjang
iv. Full body vacuum splints
v. Padding (penahan tubuh)
a. Digunakan mempertahankan posisi anatomis
b. Membatasi gerakan pasien
c. Mengisi semua ruang kosong
d. Bantal
e. Towel
f. Blanket
vi. Strap
a. Cukup untuk meng immobilisasi terhadap backboard panjang
vii. Alat immobilisasi leher
a. Komersil
b. Tape
c. Blanket roll
d. Bantal
b. Pemakai helmet
i. Penilaian khusus diperlukan pada pemakai helmet
ii. Indikasi membiarkan helmet ditempatnya
iii. Indikasi membuka helmet
iv. Jenis helmet
v. Petunjuk umum membuka helmet
V. Trauma toraks
A. Pemahaman umum
1. Epidemiologi
2. Mekanisme cedera (MOI)
3. Anatomi dan fisiologi toraks
4. Patofisiologi
5. Temuan penilaian
6. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Terapi oksigen
ii. Intubasi endotrakheal
iii. Krikotirotomi jarum
iv. Krikotirotomi bedah
v. Ventilasi tekanan positif
vi. Menyumbat luka terbuka
vii. Menstabilkan dinding dada
b. Sirkulasi
i. Mengelola disritmia kardiak
ii. Jalur intravena
c. Farmakologis
i. Analgetik
ii. Antiarrhitmia
d. Non-farmakologis
i. Trakheostomi jarum
ii. Trakheostomi pipa, di RS
iii. Perikardio sentesis, di RS
e. Pertimbangan transport
i. Mode sesuai
ii. Fasilitas sesuai
B. Cedera dinding dada
1. Fraktura iga
a. Epidemiologi
b. Anatomi dan fisiologi
c. Patofisiologi
d. Temuan penilaian
e. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Terapi oksigen
b. Ventilasi tekanan positif
c. Usahakan batuk dan nafas dalam
ii. Farmakologis
a. Analgetik
iii. Non-farmakologis
a. Splint, namun cegah splint melingkar
iv. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
v. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
2. Segmen Flail
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Ventilasi tekanan positif mungkin perlu
b. Oksigen (konsentrasi tinggi)
c. Nilai kemungkinan perlu intubasi endotrakhel
d. Stabilkan segmen flail (mungkin kontroversi)
e. Positive end expiratory pressure (PEEP)
ii. Sirkulasi
a. Batasi cairan
iii. Farmakologis
a. Analgetik
iv. Non-farmakologis
a. Posisi
b. Intubasi endotrakheal dan Ventilasi tekanan positif untuk efek splint internal
v. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
vi. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
3. Sternal fracture
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
ii. Sirkulasi
a. Batasi cairan bila disuga kontusi paru-paru
iii. Farmakologis
a. Analgetik
iv. Non-farmakologis
a. Mungkinkan splinting sendiri dinding dada
v. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
vi. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
C. Cedera paru-paru
1. Pneumotoraks simple
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Ventilasi tekanan positif bila perlu
b. Monitor akan terjadinya pneumotoraks tension
ii. Non-farmakologis
a. Torakostomi jarum
iii. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
vi. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
2. Pneumotoraks terbuka
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Ventilasi tekanan positif bila perlu
b. Monitor akan terjadinya pneumotoraks tension
ii. Non-farmakologis
a. Sumbat luka terbuka
b. Torakostomi pipa, di RS
iii. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
iv. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
3. Tension pneumothorax
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Ventilasi tekanan positif bila perlu
ii. Sirkulasi
a. Atasi pneumotoraks tension untuk memperbaiki output kardiak
iii. Non-farmakologis
a. Sumbat luka terbuka
b. Torakosentesis jarum
c. Torakostomi pipa, di RS
iv. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
v. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
4. Hemotoraks
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Ventilasi tekanan positif bila perlu
ii. Sirkulasi
a. Kembangkan lagi paru-paru terkena untuk mengurangi perdarahan
iii. Non-farmakologis
a. Dekompresi dada jarum
b. Torakostomi pipa, di RS
iv. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
v. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
5. Hemopneumotorakshorax
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Pengelolaan seperti hemotoraks
6. Kontusi paru-paru
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Ventilasi tekanan positif bila perlu
ii. Sirkulasi
a. Batasi cairan IV (beri perhatian membatasi cairan pada pasien hipovolemik)
iii. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
iv. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
D. Cedera miokardial
1. Tamponade perikardial
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
ii. Sirkulasi
a. Pemilihan cairan
iii. Non-farmakologis
a. Perikardiosentesis, di RS
iv. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
v. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
2. Kontusi miokardial (cedera miokardial tumpul)
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Terapi oksigen
ii. Sirkulasi
a. Volume cairan IV
iii. Farmakologis
a. Antiarrhitmia
b. Vasopressor
iv. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
v. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
3. Ruptur miokardial
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan adalah supportif
E. Cedera vaskuler
1. Diseksi /ruptur aortik
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
ii. Sirkulasi
a. Jangan overhidrasi
iii. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
iv. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
2. Luka penetrasi pada pembuluh besar
a. Epidemiologi
b. Anatomi dan fisiologi
c. Patofisiologi
d. Temuan penilaian
e. Pengelolaan
i. Kelola hipovolemis
a. PASG tidak dianjurkan
ii. Atasi tamponade bila ada
iii. Transport segera
F. Cedera toraks lainnya
1. Cedera diafragmatik
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
a. Ventilasi tekanan positif bila perlu
b. Ingat bahwa IPPB mungkin memperburuk cedera
ii. Non-farmakologis
a. Jangan letakkan pasien Trendelenburg
iii. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
iv. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
2. Cedera esofageal
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
ii. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
iii. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
3. Cedera trakheobronkhial
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
ii. Sirkulasi
iii. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
4. Asfiksia traumatika
a. Epidemiologi
b. Patofisiologi
c. Temuan penilaian
d. Pengelolaan
i. Airway dan ventilasi
ii. Sirkulasi
a. Hipotensi segera setelah kompresi diatasi
iii. Farmakologis
a. Sodium bicarbonate harus dituntun ABG di RS
iv. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
b. Fasilitas sesuai
VI. Trauma abdominal
A. Pemahaman umum
1. Epidemiologi
2. Mekanisme cedera (MOI)
3. Anatomi dan fisiologi toraks
B. Patofisiologi, penilaian dan pengelolaan sistem secara umum
1. Patofisiologi cedera abdominal
2. Penilaian
3. Rencana pengelolaan / tndakan
a. Hanya intervensi bedah terapi efektif
b. Tidak ada terapi definitif diluar RS
c. Evaluasi cepat
d. Mulai resusitasi syok
e. Persiapan dan transport cepat kefasilitas memadai terdekat
i. Fasilitas harus memiliki kemampuan bedah segera
ii. Transport cepat
a. Perburukan bila RS tidak dapat memberikan intervensi bedah segera
iii. Pengganti cairan kristaloidCrystalloid fluid replacement
a. Pada perjalanan ke RS
iv. Dukungan airway
v. Dukungan pernafasan
vi. Dukungan sirkulasi
a. Kontrol perdarahan nyata
b. Tamponade perdarahan
c. Kelola hipotensi
vii. Persiapan pasien
viii. Transport
a. Indikasi transport cepat
b. Indikasi transport kepusat trauma
c. Indikasi transport kefasilitas pelayanan akut
d. Indikasi tidak dibutuhkan transport
C. Cedera spesifik
1. Cedera organ masif
a. Tinjauan
i. Epidemiologi
ii. Strategi pencegahan
iii. Anatomi dan fisiologi
iv. Patofisiologi
v. Penilaian
vi. Rencana pengelolaan / tindakan
a. Dukungan airway
b. Dukungan pernafasan
c. Dukungan sirkulasi support
d. Persiapan pasien
e. Transport
f. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
b. Cedera hati
i. Morbiditas dan mortalitas
a. Akibat dari kehilangan darah
ii. Cedera akibat dari
a. Trauma tumpul
b. Cedera penetrasi
c. Cedera limpa
i. Tersering mencederai organ
a. Trauma tumpul
b. Umumnya bersama cedera intra abdominal lain
c. Mungkin dengan nyeri bahu kiri
d. Cedera ginjal
i. Sering dengan hematuria
ii. Nyeri punggung
e. Pankreas
i. Tersering akibat cedera penetrating
ii. Mungkin terjadi akibat pankreas tertekan pada kolum tulang belakang oleh
a. Setir
b. Setang
c. Struktur yang lebih kuat dari pankreas
iii. Produk pankreas akan mengiritasi peritoneum
iv. Auto-digesti jaringan
f. Diafragma
i. Cedera sering tersembunyi
ii. Herniasi isi abdominal ckedada bisa terjadi
2. Cedera organ berongga
a. Tinjauan
i. Epidemiologi
ii. Strategi pencegahan
iii. Anatomi dan fisiologi
iv. Patofisiologi
v. Penilaian
vi. Rencana pengelolaan / tindakan
a. Dukungan airway
b. Dukungan pernafasan
c. Dukungan sirkulasi support
d. Persiapan pasien
e. Transport
f. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
b. Usus kecil dan besar
i. Tersering cedera karena cedera penetrating
ii. Dapat terjadi pada cedera deselerasi
c. Lambung
i. Tersering cedera karena
a. Trauma tumpul
b. Lambung yang penuh sebelum kecelakaan mempertinggi risiko cedera
d. Duodenum
i. Tersering cedera karena
a. Trauma tumpul
ii. Penemuan sering terlambat
e. Kandung kencing
i. Tersering cedera karena
a. Trauma tumpul
b. Kandung kencing yang penuh sebelum kecelakaan mem pertinggi risiko cedera
ii. Berhubungan dengan cedera pelvik
3. Cedera vaskuler abdominal
a. Tinjauan
i. Epidemiologi
ii. Strategi pencegahan
iii. Anatomi dan fisiologi
iv. Patofisiologi
v. Penilaian
vi. Rencana pengelolaan / tindakan
a. Dukungan airway
b. Dukungan pernafasan
c. Dukungan sirkulasi support
d. Persiapan pasien
e. Transport
f. Dukungan psikologis / strategi kommunikasi
4. Cedera abdominal terkait lain
a. Eviserasi
i. Epidemiologi
ii. Strategi pencegahan
iii. Anatomi dan fisiologi
iv. Patofisiologi
v. Penilaian
vi. Rencana pengelolaan / tindakan
a. Dukungan airway
b. Dukungan pernafasan
c. Dukungan sirkulasi support
d. Persiapan pasien
e. Transport
f. Dukungan psikologis
Kembali
MODUL V: PEDIATRIK
KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
• Menilai bayi atau anak dengan henti jantung
• Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan henti jantung
• Menilai bayi atau anak dengan distress respiratori
• Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan distress respiratori
• Menilai bayi atau anak dengan syok (hipoperfusi)
• Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan syok (hipoperfusi)
• Menilai bayi atau anak dengan trauma
• Memberi tindakan pada bayi atau anak dengan trauma
OBJEKTIF KOGNITIF
Selesai unit ini, paramedik mampu:
5.1 Menjelaskan tehnik untuk penilaian berguna pada bayi dan anak
5.2 Menjelaskan tehnik untuk tindakan berguna pada bayi dan anak
5.3 Mendiskusikan peralatan sesuai yang dibutuhkan untuk mendapatkan tanda vital pediatrik
5.4 Menentukan bantuan jalan nafas sesuai bagi bayi dan anak
5.5 Mendiskusikan komplikasi penggunaan yang tidak benar pada bantuan jalan nafas bagi bayi dan anak
5.6 Mendiskusikan alat ventilasi sesuai bagi bayi dan anak
5.7 Mendiskusikan komplikasi penggunaan yang tidak benar pada alat ventilasi bagi bayi dan anak
5.8 Mendiskusikan alat intubasi endotrakheal sesuai bagi bayi dan anak
5.9 Mengenal komplikasi prosedur yang tidak benar intubasi endotrakheal bagi bayi dan anak
5.10 Membuat daftar indikasi dan cara dekompresi lambung bagi bayi dan anak
5.11 Membedakan antara kelainan obstruksi jalan nafas atas dan bawah
5.12 Menjelaskan pendekatan umum tindakan bagi anak dengan distres, gagal, atau henti pernafasan pada kelainan obstruksi jalan
nafas bawah dan atas
5.13 Mendiskusikan penyebab umum hipoperfusi pada bayi dan anak
5.14 Menilai beratnya hipoperfusi pada bayi dan anak
5.15 Mengenal klasifikasi utama irama kardiak pediatrik
5.16 Mendiskusikan etiologi utama henti kardiopulmoner pada bayi dan anak
5.17 Mendiskusikan lokasi akses vaskuler sesuai usia bagi bayi dan anak
5.18 Mendiskusikan peralatan akses vaskuler layak bagi bayi dan anak
5.19 Mengenal komplikasi akses vaskuler pada bayi dan anak
5.20 Menjelaskan etiologi utama perubahan tingkat kesadaran pada bayi dan anak
5.21 Mengenal mekanisme letal utama pada cedera pada bayi dan anak
5.22 Mendiskusikan tampilan anatomi pada anak yang merupakan predisposisi, dan cara melindunginya, dari cedera tertentu
5.23 Menjelaskan aspek pengelolaan jalan nafas bayi dan anak yang terancam potensi cedera tulang belakang leher
5.24 Mengenal pasien bayi dan anak dengan trauma yang memerlukan imm tulang belakang
5.25 Mendiskusikan pengelolaan cairan dan tindakan atas syok bagi bayi dan anak
5.26 Mendiskusikan reaksi orang tua atau wali atas kematian bayi atau anak
5.27 Mendiskusikan penuntun bantuan hidup kardiak dasar (RJP) bagi bayi dan anak
5.28 Mengenal parameter sesuai untuk melakukan RJP bayi dan anak
5.29 Menggabungkan keterampilan bantuan hidup lanjut dengan bantuan hidup kardiak dasar bagi bayi dan anak
5.30 Mendiskusikan indikasi, dosis dan cara pemberian serta pertimbangan khusus untuk pemberian medikasi bagi bayi dan anak
5.31 Mendiskusikan pedoman transport layak bagi bayi dan anak
5.32 Mendiskusikan fasilitas penerima yang layak bagi bayi dan anak berisiko tinggi
5.33 Menjelaskan epidemiologi, termasuk insidens, morbiditas / mortalitas, faktor risiko serta strategi pencegahan untuk distres /
gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.34 Mendiskusikan patofisiologi distres / gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.35 Mendiskusikan temuan penilaian terkait distres / gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.36 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada distres / gagal pernafasan pada bayi dan anak
5.37 Menjelaskan epidemiologi, termasuk insidens, morbiditas / mortalitas, faktor risiko serta strategi pencegahan untuk hipoperfusi
pada bayi dan anak
5.38 Mendiskusikan patofisiologi hipoperfusi pada bayi dan anak
5.39 Mendiskusikan temuan penilaian terkait hipoperfusi pada bayi dan anak
5.40 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada hipoperfusi pada bayi dan anak
5.41 Mendiskusikan temuan penilaian terkait disritmia kardiak pada bayi dan anak
5.42 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada disritmia kardiak pada bayi dan anak
5.43 Menjelaskan epidemiologi, termasuk insidens, morbiditas / mortalitas, faktor risiko serta strategi pencegahan untuk trauma
pada bayi dan anak
5.44 Mendiskusikan patofisiologi trauma pada bayi dan anak
5.45 Mendiskusikan temuan penilaian terkait trauma pada bayi dan anak
5.46 Mendiskusikan rencana pengelolaan / tindakan pada trauma pada bayi dan anak
OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Selesai unit ini, paramedik mampu:
5.47 Mendemonstrasikan pendekatan sesuai dalam menindak bayi dan anak
5.48 Mendemonstrasikan tehnik intervensi sesuai dengan keluarga bayi dan anak dengan sakit akut atu cedera
5.49 Mendemonstrasikan penilaian sesuai untuk kelompok umur kembang berbeda
5.50 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam mengukur tanda vital pediatrik6-2.93
5.51 Mendemonstrasikan penggunaan alat resusitasi berdasar ukuran panjang badan dalam menentukan ukuran alat, dosis obat dan
informasi penting lainnya untuk pasienpediatrik
5.52 Mendemonstrasikan pendekatan sesuai dalam menindak bayi dan anak dengan distres, gagal dan henti pernafasan
5.53 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memberikan oksigen dengan tiupan untuk bayi dan anak
5.54 Mendemonstrasikan pengggunaa sesuai masker oksigen non-rebreather pediatrik
5.55 Mendemonstrasikan teknik suctio bagi bayi dan anak
5.56 Mendemonstrasikan penggunaan sesuai alat jalan nafas bagi bayi dan anak
5.57 Mendemonstrasikan penggunaan tepat alat ventilasi sesuai bagi bayi dan anak
5.58 Mendemonstrasikan prosedur intubasi endotrakheal pada bayi dan anak
5.59 Mendemonstrasikan pengelolaan / tindakan komplikasi intubasi pada bayi dan anak
5.60 Mendemonstrasikan krikotiroidotomi sesuai bagi bayi dan anak
5.61 Mendemonstrasikan pemasangan pipa gastrik yang tepat pada bayi dan anak
5.62 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memasang katetr IV perifer pada bayi dan anak
5.63 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memberikan medikasi secara immobilisasi, inhalasi, subkutan, rektal, endotrakheal
dan oral pada bayi dan anak
5.64 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam memasang jalur intra osseus bagi
5.65 Mendemonstrasikan intervensi sesuai bagi bayi dan anak dengan obstruksi jalan nafas parsial
5.66 Mendemonstrasikan manuver pembersihan jalan nafas dasar sesuai usia bagi bayi dan anak dengan obstruksi jalan nafas lengkap
5.67 Mendemonstrasikan tehnik sesuai untuk laringoskopi direk dan pengangkatan benda asing pada bayi dan anak dengan obstruksi
jalan nafas lengkap
5.68 Mendemonstrasikan manuver kontrol jalan nafas dan pernafasan yang sesuai bagi pasien trauma bayi dan anak
5.69 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak yang butuh kontrol jalan nafas dan pernafasan lanjut
5.70 Mendemonstrasikan tehnik immobilisasi sesuai bagi bayi dan anak dengan trauma
5.71 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera kepala
5.72 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera dada
5.73 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera abdominal
5.74 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan cedera ekstremitas
5.75 Mendemonstrasikan tindakan sesuai bagi bayi dan anak dengan luka bakar
5.76 Mendemonstrasikan tehnik interviu layak bagi orang tua / wali pada situasi meninggalnya bayi dan anak
5.77 Mendemonstrasikan RJP sesuai bagi bayi
5.78 Mendemonstrasikan RJP sesuai bagi anak
5.79 Mendemonstrasikan tehnik sesuai dalam melakukan defibrilasi dan kardioversi yang disinkronkan bagi bayi dan anak
DEKLARATIF
I. Assessment
A. Perimbangan umum
1. Banyak hal dari penilaian pasien inisial dapat dilakukan dengan mengob pasien. Gunakan ortu atau pengasuh untuk membantu
membuat bayi atau anak dalam kondisi nyaman.
2. Interaksi dengan ortu atau keluarga
a. Respons normal terhadap sakit akut dan cedera
b. Interaksi ortu atau pengasuh dengan anak
c. Tehni intervensi
B. Pemeriksaan fisik
1. Survei kejadian
a. Observasi kejadian atas adanya bahaya atau potensi bahaya
b. Observasi kejadian atas mekanisme cedera atau kesakitan
i. Telan
a. Salah elan, botol obat, bahan kimia rumahan, dll
ii. Penganiayaan anak
a. Cedra dan riwayat tidak sesuai, memar tidak ditempat yang sesuai dengan mekanisme cedera, dll
iii. Posisi pasien saat ditemukan
c. Observasi interaksi ortu atau pengasuh dengan anak
i. Apakah mereka berlaku lazim
ii. Apakah ortu atau pengasuh cukup tanggap
iii. Apakah ortu atau pengasuh marah-marah
iv. Apakah ortu atau pengasuh mandiri
2. Initial assessment
a. Penekanan umum
i. Penekanan umum atas lingkungan of environment
ii. Penekanan umum interaksi ortu atau pengasuh dengan anak
iii. Penekanan umum Segitiga Penilaian pasien / pediatrik
a. Struktur menilai pasien pediatrik
b. Terarah pada informasi paling bernilai bagi pasien pediatrik
c. Gunakan untuk memastikan bila ada semua kondisi pengancam hidup
d. Komponen
i. Tampilan
ii. Kerja pernafasan
iii. Sirkulasi
iv. Rencana triase inisial
a. Urgen, lakukan dengan penilaian ABC cepat, tindakan dan transport
b. Non urgen, lakukan dengan riwayat terarah, pemeriksaan fisik lengkap setelah penilaian awal
b. Fungsi vital
i. Tentukan tingkat kesadaran
a. Skala AVPU
i. Alert
ii. Respon terhadap stimuli verbal
iii. Respon terhadap stimuli nyeri / painful
iv. Unresponsive
b. Modified Glasgow Coma Scale
c. Tanda oksigenasi inadekuat
ii. Airway
a. Tentukan patensi
iii. Breathing
a. Turun naik dada adekuat
b. Penggunaan otot tambahan
c. Pelebaran nasal
d. Takipnea
e. Bradipnea
f. Pola nafas irreguler
g. Kepala turun naik (bobbing)
h. Menggeram
i. Suara nafas absen
j. Suara abnormal
iv. Circulation
a. Nadi
i. Sentral
ii. Perifer
iii. Kualitas nadi
b. Tekanan darah
i. Pengukuran TD tidak perlu pada anak usia < 3 tahun
c. Warna kulit
d. Perdarahan aktif
v. Tanda vital
a. Bayi
b. Batita
c. Balita
d. ABG
e. Remaja
3. Fase transisi, Digunakan untuk memungkinkan bayi atau anak menjadi dengan anda dan peralatan
a. Gunakan fase transisi sesuai dengan kegawatan pasien
b. Untuk anak sadar, sakit tidak akut
c. Untuk anak tidak sadar, sakit akut jangan lakukan fase transisi namun langsung lakukan tindakan dan transport
4. Riwayat terarah
a. Pendekatan
i. Untuk bayi, batita, balita, dapatkan dari ortu / pengasuh
ii. Untuk ABG dan remaja, kebanyakan informasi mungkin didapat dari pasien
iii. Untuk remaja yang lebih tua, tanyakan padda pasien secara pribadi tentang aktifitas, seksual, kehamilan,
penyalahgunaan obat dan penggunaan alkohol
b. Kandungan
i. Keluhan utama
a. Riwayat cedera / sakit
b. Berapa lama diderita
c. Adanya demam
d. Dampak pada kehidupan
e. Kondisi bab / bak
f. Munthah / mencret
g. Frekuensi kencing
ii. Riwayat medis sebelumnya
a. Bayi atau anak dalam perawatan dokter
b. Sakit kronis
c. Obat-obatan
d. Alergi
5. Pemeriksaan fisik lengkap
a. Examine all body regions
i. Kepala hingga jari kaki pada anak yang lebih besar
ii. Jari kaki hingga kepala pada anak yang lebih kecil
b. Sebagian atau seluruh hal berikut mungkin cukup, tergantung keadaan
i. Pupil
ii. Capillary refill
a. Normal, dua detik atau kurang
b. Hal penting dalam menilai pasien usia kurang dari enam tahun
c. Kurang layak dalam kondisi dingin
d. Dasar kuku, jempol dan tumit pucat
iii. Hidrasi
a. Turgor kulit
b. Ubun-ubun bayi cekung atau rata
c. Adanya airmata atau liur
iv. Oksimetri nadi
a. Harus digunakan pada semua bayi atau anak dengan cedera atau sakit sedang
b. Hipoksia dan syok bisa merubah pembacaan
v. Monitor kardiak
6. Pemeriksaan berkelanjutan, moniter berlanjut hal berikut
a. Usaha bernafas
b. Warna
c. Status mental
d. Oksimetri nadi
e. Tanda vital
f. Suhu pasien
C. Pengelolaan umum
1. Pengelolaan airway pada pasien pediatrik
a. Basic airway management
i. Posisi secara manual
a. Memungkinkan pasien medikal mendapatkan posisi nyaman
b. Sangga dibawah punggung untuk pasien trauma usia kurang dari 3 tahun
c. Peninggian oksipital bagi pasien medikal yang berbaring bagi usia 3 tahun atau lebih
ii. Obstruksi airway benda asing, metode pembersihan dasar
a. Bayi
i. Back blows
ii. Chest thrusts
b. Anak
i. Abdominal thrusts
iii. Suction
a. Cegah hipoksia
b. Cegah stimulasi jalan nafas atas
c. Kurangi tekanan negatif pengisp pada bayi (100 mm/Hg)
iv. Oksigenasi
a. Masker non-rebreather
b. Tiupan oksigen bila masker tidak ditoleransi
i. Gunakan ortu atau pengasuh untuk memberikan oksigen bila kondisi memungkinkan
c. Pertahankan posisi kepala layak
v. Jalan nafas oropharyngeal
a. Ukuran
b. Disukai metoda insersi menggunakan tongue blade untuk menekan lidah dan rahang
vi. Jalan nafas nasopharyngeal
a. Ukuran
b. Tidak ada perbedaan bermakna dalam ukuran atau pemakaian dibandingkan dewasa
vii. Ventilasi
a. Ukuran bag
b. Kecocokan masker layak
c. Posisi dan penyekatan masker layak (E-C clamp)
d. Frekuensi ventilasi sesuai usia (squeeze-release-release)
e. Pastikan peninggian dada pada setiap nafas
f. Berikan waktu yang cukup untuk ekshalasi
g. Nilai ventilasi BVM
h. Gunakan penekanan krikoid untuk meminimalkan inflasi lambung dan regurgitasi pasif
b. Pengelolaan airway lanjut
i. Obstruksi airway benda asing, metude pembersihan lanjut
a. Laryngoscopi direk dengan forsep Magill
b. Mengusahakan intubasi sekitar benda asing
c. Pikirkan krikotiroidotomi jarum sesuai protokol medis hanya sebagai pilihan terakhir bila obstruksi jalan
nafas atas lengkap
ii. Intubasi endotrakheal pasien pediatrik
a. Laringoskop dan blade ukuran sesuai
i. Ukuran ditentukan berdasar pita resusitasi berdasar panjang badan
ii. Disukai blade lurus
b. Pipa endotrakheal dan stilet ukuran sesuai
i. Metode pengukuran
a. Pita resusitasi berdasar panjang badan
ii. Penempatan stilet
c. Tehnik intubasi pediatrik
d. Kedalaman insersi
e. Alat pengaman pipa endotrakheal
iii. Krikotiroidotomi jarum pasien pediatrik
2. Circulation
a. Akses vaskuler
i. Akses intraosseus pada anak < 6 tahun pada henti kardiak atau akses IV gagal
b. Resusitasi cairan
i. 20 ml/kg RL / normal salin (NaClFis) bolus bila perlu
3. Farmakologis
a. Intubasi urutan cepat atas arahan medikal
4. Non-farmakologis
a. Immobilisasi C-spine untuk kasus trauma
5. Pertimbangan transport
a. Mode sesuai
i. Transport tidak boleh ditunda untuk mengerjakan prosedur yang bisa dikerjakan diperjalanan
ii. Tindakan BLS sesuai harus dilakukan sebelum semua intervensi ALS
b. Fasilitas memadai
i. Kemampuan RS penerima dengan ekspertise dalam pelayanan pediatrik mungkin memperbaiki luaran pasien
6. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
a. Gunakan ortu / pengasuh membantu memberikan kenyamanan pada bayi atau anak
b. Bantu ortu menenangkan anak saat prosedur yang menyakitkan
c. Bayi, batita, balita dan usia sekolah tidak suka dipisahkan dari ortu / pengasuh
d. Bayi dan anak memiliki ketakutan alamiah atas orang asing; untuk pasien stabil, usahakan mereka menjadi terbiasa
dengan anda sebelum melakukan penilaian
e. Lakukan pengawasan atas apa yang akan terjadi pada pasien (lengan mana yang akan dilakukan jalur IV)
f. Bila mungkin dan praktis, posisikan wajah anda setinggi wajah pasien untuk menjamin komunikasi dan mengurangi ketakutan
g. Gunakan bahasa sesuai usia
h. Jaga pasien tetap hangat
i. Izinkan pasien memakai mainan / perlak favoritnya bila mungkin
j. Izinkan pasien mengekspresikan perasaannya (Mis. cemas, nyeri, menangis)
k. Beritahu pasien akan kegiatan tertentu yang tidak diizinkan (mis. memukul, menggigit, meludah)
II. Patofisiologi, penilaian dan pengelolaan khusus
A. Gangguan pernafasan
1. Pendahuluan
a. Epidemiologi
i. Insidens
ii. Morbiditas / mortalitas
iii. Faktor risiko
iv. Strategi pencegahan
b. Kategori gangguan pernafasan
i. Obstruksi jalan nafas atas
ii. Kelainan jalan nafas bawah
2. Patofisiologi
a. Kelainan pernafasan menyebabkan gangguan jalan nafas atau paru-paru
i. Beratnya gangguan pernafasan tergantung beratnya kelainan pernafasan
ii. Pendekatan tindakan tergantung beratnya gangguan pernafasan
b. Beratnya
i. Distres pernafasan
a. Peningkatan usaha untuk bernafas
b. Tekanan dioksida karbon pada darah menurun pada awalnya, lalu meningkat bila kondisi memburuk
c. Bila tidak dikoreksi, distre pernafasan menuju ke gagal nafas
ii. Gagal nafas
a. Ventilasi atau oksigenasi tidak adekuat
i. Sistem pernafasan dan sirkulasi tidak mampu mengganti oksigen dan dioksida karbon secara memadai
b. Tekanan dioksida karbon pada darah meningkat, menuju ke asidosis respiratori
c. Keadaan sangat buruk; pasien berada ditepi henti napas
iii. Henti napas
a. Berhentinya pernafasan
b. Kegagalan mengatasi berakibat henti kardiopulmoner
c. Luaran yang baik bisa diharap dengan intervensi dini yang mencegah henti kardiopulmoner
c. Penilaian
i. Keluhan utama
ii. Riwayat
iii. Pemeriksaan fisik
a. Tanda dan gejala distres pernafasan
i. Status mental normal => irritabilitas atau cemas
ii. Takpnea
iii. Retraksi
iv. Pelebaran nasal
v. Tonus otot baik
vi. Takikardia
vii. Turun naik kepala (head bobbing)
viii. Mengorok
ix. Sianosis yang membaik dengan oksigen tambahan
b. Tanda dan gejala gagal nafas
i. Irritabilitas atau kecemasan ==> letargi
ii. Takipnea jelas ==> bradipnea
iii. Retraksi jelas ==> respirasi agonal
iv. Tonus otot buruk
v. Takikardia jelas ==> bradikardia
vi. Sianosis sentral
c. Tanda dan gejala henti nafas
i. Obtundasi ==> koma
ii. Bradipnea ==> apnea
iii. Hilangnya gerak dinding dada
iv. Hilangnya tonus otot
v. Bradikardia ==> asistol
vi. Sianosis jelas
iv. Lakukan penilaian - indikasi perbaikan
a. Perbaikan warna
b. Perbaikan saturasi oksigen
c. Peningkatan denyut nadi
d. Peningkatan tingkat kesadaran
d. Pengelolaan
i. Pendekatan tindakan bertahap
ii. Pertimbangkan memisahkan ortu dari anak
iii. Airway
a. Kelola obstruksi jalan nafas atas bila perlu
b. Insersikan jalan nafas bantuan bila perlu
iv. Ventilasi dan oksigenasi
a. Distres pernafasan / gagal pernafasan awal
i. Berikan oksigen aliran tinggi
b. Gagal pernafasan lanjut / henti pernafasan
i. BVM, ventilasi pasien dengan oksigen 100% melaluibag ukuran sesuai usia
ii. ETT, intubasi pasien bila ventilasi tekanan positif tidak secara cepat memperbaiki kondisi pasien
iii. Pikirkan dekompresi lambung bila distensi abdomen mengganggu ventilasi
iv. Pikirkan dekompresi jarum atas arahan medikal bila terjadi pneumotoraks tension
v. Pikirkan krikotiroidotomi atas arahan medikal hanya sebagai pilihan terakhir bila terjadi
obstruksi jalan nafas atas lengkap
v. Circulation
vi. Tindakan pendukung
vii. Pertimbangan transport
a. Jenis sesuai
b. Fasilitas sesuai
viii. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
3. Obstruksi jalan nafas atas
a. Croup
i. Epidemiologi
a. Insiden
i. Sangat sering pada bayi dan anak (6 bulan - 4 tahun)
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Proses inflamasi jalan nafas atas termasuk daerah subglotik
b. Penyebab utama adalah infeksi virus jalan nafas atas
c. Bentuk lain adalah croup spasmodik
i. Terjadi terutama tengah malam
ii. Biasanya tanpa didahului infeksi nafas atas
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala distres / gagal nafas, tergantung beratnya dan
i. Tampak sakit
ii. Stridor
iii. Batuk melengking atau seperti terompet
iv. Parau
v. Demam (+/-)
b. Riwayat
i. Biasa dengan riwayat infeksi jalan nafas atas pada croup klasik (1 - 2 hari)
ii. Jarang berlanjut ke gagal nafas
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Oksigen lembab atau nebulasi
ii. Oksigen dingin lembab 4-6 L/mn
b. Circulation
c. Farmakologis
d. Non-Farmakologis
i. Letakkan anak pada posisi nyaman
e. Pertimbangan transport
f. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. Jangan rangsang pasien (jangan melalui IV, tekanan darah dll)
ii. Biarkan ortu, pengasuh, wali bersama anak bila mungkin
b. Aspirasi benda asing
i. Epidemiolog
a. Insidens
i. Biasa terjadi pada usia 1 - 4 tahnun, namun bisa pada usia lain)
ii. Umum
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Sumbatan sebagian atau total jalan nafas atas oleh benda asing
b. Objek biasanya makanan (permen keras, kacang, biji, hotdog) atau objek kecil (koin, balon)
c. Bila tidak di intervensi atau intervensi gagal, henti nafas diikuti henti kardiopulmoner akan terjadi
iii. Penilaian
a. Obstruksi sebagian
i. Tanda dan gejala distres atau gagal nafas, tergantung beratnya dan
ii. Riwayat, biasanya riwayat tercekik bila disaksikan oleh orang dewasa
b. Obstruksi lengkap
i. Tanda dan gejala gagal atau henti nafas, tergantung beratnya dan
ii. Riwayat
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Ostruksi sebagian
ii. Obstruksi lengkap
b. Sirkulasi
c. Farmakologis
d. Pertimbangan transport
i. Kabari status pasien pada RS
ii. Transport segera
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. Jangan rangsang pasien
ii. Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
c. Trakheitis bakterial
i. Epidemiologi
a. Insidens
i. Biasa pada bayi dan balita (usia 1-5 tahun), namun dapat terjadi pada usia lebih besar
ii. Sangan jarang
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Infeksi bakterial jalan nafas atas, trakhea subglotik, biasanya mengikuti croup viral
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala , distres atau gagal nafas, tergantung beratnya dan
i. Tampak agitasi, sakit
ii. Demam tinggi
iii. Stridor inspiratori dan expiratori
iv. Batuk berdahak atau bernanah
v. Suara parau
vi. Nyeri tenggorok
b. Riwayat
i. Biasa riwayat croup beberapa hari sebelumnya
c. Bisa berlanjut ke gagal atau henti nafas
iv. Pengelolaan
a. Jamin airway dan ventilasi
b. Berikan oksigen melalui non-rebreather atau tiupan
c. Obstruksi lengkap atau gagal / henti nafas
i. Ventilasi BVM
ii. Mungkin perlu tekanan tinggi untuk ventilasi adekuat
iii. Intubasi pasien
iv. Suction pipa endotrakheal untuk mengurangi nanahtau lendir
d. Sirculation
e. Farmakologis
f. Pertimbangan transport
i. Letakkan pasien posisi duduk
ii. Beritahu RS status pasien sesegera mungkin
iii. Transport segera
g. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. JANGAN RANGSANG PASIEN (jangan melalui IV, jangan ukur TD, jangan periksa mulut pasien)
ii. Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
d. Epiglottitis
i. Epidemiologi
a. Insidens
i. Usia 3 - 7 tahun, namun bisa usia lain
ii. Sangat sangat jarang akibat vaksin H. flu
b. Faktor risiko
c. Prevention strategies
ii. Patofisiologi
a. Selulitis timbul cepat pada epiglotis dan sekitar
b. Infeksi bakterial, biasanya Hemofilus influensa tipe B
c. Bisa menjadi darurat ancam jiwa sejati
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
i. Tampak sakit
ii. Stridor
iii. Suara halus
iv. Liur mengalir
v. Nyeri tenggorok
vi. Nyeri telan
vii. Demam tinggi
b. Riwayat
i. Biasanya tanpa riwayat sebelumnya namun onset gejala cepat (6 - 8 jam)
c. Bisa cepat berlanjut ke henti nafas
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. JANGAN BERUSAHA MELIHAT JALAN NAFAS BILA PASIEN SADAR
ii. Izinkan ortu memberikan oksigen
iii. Bila jalan nafas menjadi tersumbat, ventilasi melalui BVM biasanya efektif (two rescuer)
iv. Bila BVM tidak efektif, usahakan intubasi dengan stilet ditempatnya
v. Intubasi tidak dilakukan bila waktu transport singkat
vi. Melakukan kompresi dada saat visualisasi glotik saat intubasi bisa menimbulkan gelembung pada
pangkal trakhea
vii. Pikirkan krikotiroidotomi atas arahan medikal sebagai usaha terakhir bila terjadi obstruksi jalan
nafas atas lengkap
b. Sirkulasi
c. Farmakologis
d. Pertimbangan transport
i. Usahakan pasien pada posisi nyaman
ii. Beritahu RS atas status pasien segera
iii. Transport ke RS tanpa ditunda, jaga suhu tetap hangat
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. JANGAN AGITASI PASIEN (jangan melalui IV, jangan ukur tekanan darah, jangan periksa mulut pasien)
ii. Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
4. Kelainan jalan nafas bawah
a. Asma
i. Epidemiologi
a. Insidens
i. Biasa diatas usia 2 tahun
ii. Sangat sering
b. Faktor risiko
i. Khas pada anak diketahui dengan riwayat asma
ii. Dipicu infeksi nafas atas, alergi, perubahan temperatur, latihan fisik dan respons emosional
iii. Anak dengan riwayat serangan asma lama mudah lelah; awasi tanda gagal nafas
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Bronkhospasme
b. Produksi dahak hebat
c. Inflammasi jalan nafas halus
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala , distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
i. Tampak cemas
ii. Wheezing
iii. Fase ekspirasi memanjang
iv. Dada yang hening berarti bahaya
b. Riwayat
i. Biasa mengikuti paparan yang diketahui sebagai pemicu
c. Bronkhiolitis dan asma mungkin tampil sangat serupa
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Berikan oksigen dengan cara yang diterima
ii. Ventilasi BVM untuk gagal atau henti nafas (letargi progresif, tonus otot bburuk, usaha bernafas
dangkal)
iii. Intubasi endotrakheal bagi gagal atau henti nafas dengan ventilasi BVM lama, atau respons buruk
terhadap ventilasi BVM
b. Sirkulasi
c. Farmakologis
i. Nebulizer Albuterol
ii. Epinephrine 1:1000 Subkutan, hanya bila dengan distres atau gagal nafas berat
iii. Medikasi bisa diulang bila tidak tidak ada efek
d. Pertimbangan transport
i. Usahakan pasien pada posisi nyaman
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
b. Bronkhiolitis
i. Epidemiologi
a. Insidens
i. Biasa pada usia kurang dar 2 tahun
ii. Sangat jarang
b. Faktor risiko
i. Biasa pada musim dingin
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Proses infllamasi jalur nafas bawah termasuk jalan nafas terminal
b. Penyebab utama adalah infeksi virus sinsitial pernafasan pada jalan nafas bawah
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala, distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
i. Tampak cemas
ii. Wheezing
iii. Rales (auskultasi pendek, tajam, diffuse)
b. Riwayat
i. Biasa ada riwayat gejala infeksi pernafasan atas
c. Bronkhiolitis dan asma bisa tampil sangat mirip
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Berikan oksigen dengan cara yang diterima
ii. Ventilasi BVM pada gagal / henti nafas (letargi progresif, tonus otot buruk, gerak nafas dangkal)
iii. Intubation Endotrakheal pada gagal / henti nafas, dengan ventilasi jangka lama, atau renspon tidak
adekuat atas ventilasi BVM
b. Sirculasi
c. Farmakologis
i. Nebulizer Albuterol
d. Pertimbangan transport
i. Usahakan pasien pada posisi nyaman
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
c. Pneumonia
i. Epidemiologi
a. Insidens
i. Biasa pada usia bayi hingga 5 tahun, namun bisa pada usia lain
ii. Umum
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Infeksi paru-paru dan jalan nafas bawah
b. Mungkin disebabkan oleh bakteri dan virus
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala, distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
i. Tampak cemas
ii. Bunyi nafas melemah
iii. Rales
iv. Rhonchi (lokal atau difus)
v. Nyeri dada
vi. Demam
b. Riwayat
i. Biasa ada riwayat gejala infeksi nafas bawah
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Berikan oksigen dengan cara yang diterima
ii. Ventilasi BVM pada gagal / henti nafas (letargi progresif, tonus otot buruk, gerak nafas dangkal)
iii. Intubasi Endotrakheal pada gagal nafas, dengan ventilasi jangka lama, atau renspon tidak adekuat
atas ventilasi BVM
b. Sirkulasi
c. Farmakologis
d. Pertimbangan transport
i. Usahakan pasien pada posisi nyaman
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
d. Obstruksi jalan nafas bawah oleh benda asaing
i. Epidemiologi
a. Insidens
i. Biasa pada usia 1 - 4 tahun, namun bisa pada usia lain
ii. Jarang
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Benda asing pada jalan nafas bawah atau paru - paru
b. Objek biasanya makanan (kacang, biji dll) atau benda kecil
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala, distres atau gagal nafas tergantung beratnya dan
i. Tampak cemas
ii. Bunyi nafas melemah
iii. Rales
iv. Rhonchi (lokal atau difus)
v. Nyeri dada
b. Riwayat
i. Bisa ada riwayat tercekik bila disaksikan dewasa
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Berikan oksigen dengan cara yang diterima
ii. Ventilasi BVM pada gagal / henti nafas (letargi progresif, tonus otot buruk, gerak nafas dangkal)
iii. Intubation Endotrakheal pada gagal / henti nafas, dengan ventilasi jangka lama, atau renspon tidak
adekuat atas ventilasi BVM
iv. Jangan berusaha mengeluargan benda asing karena diluar jangkauan forsep Magill
b. Sirkulasi
c. Pertimbangan transport
i. Usahakan pasien pada posisi nyaman
d. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
i. Biarkan pengasuh bersama anak bila mungkin
B. Shock
1. Pendahuluan
a. Epidemiologi
i. Incidence
ii. Morbiditas / mortalitas
iii. Faktor risiko
iv. Strategi pencegahan
b. Kategorisyok
i. Non-kardiogenik
ii. Kardiogenik
2. Patofisiologi
a. Keadaan abnormal yang khas dengan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen dan substrat metabolik untuk memenuhi
kebutuhan metabolik jaringan
b. Beratnya
i. Terkompensasi (awal)
a. Tekanan darah pasien normal walau tanda perfusi jaringan yang tidak adekuat tampil
b. Reversibel
ii. Terdekompensasi (lanjut)
a. Hipotensi dan tanda perfusi jaringan yang tidak adekuat tampil
b. Sering irreversibel
c. Penilaian
i. Keluhan utama
ii. Riwayat
iii. Temuan fisik
a. Tanda dan gejala syok terkompensasi
i. Mudah terangsang atau cemas
ii. Takhikardia
iii. Takhipnea
iv. Nadi perifer lemah, nadi sentral penuh
v. Capillary refill lambat
vi. Dingin, extremitas pucat
vii. TD sistolik dalam batas normal
viii. Output urin berkurang
b. Tanda dan gejala syok terdekompensasi
i. Lethargi atau koma
ii. Takhikardia atau brradikardia jelas
iii. Takhipnea atau bradipnea jelas
iv. Nadi perifer hilang, nadi sentral lemah
v. Capillary refill sangat melambat
vi. Ekstremitas dingin, pucat, gelap, berbercak
vii. Hipotensi
viii. Output urin sangat berkurang
d. Pengelolaan
i. Pendekatan tindakan bertahap
ii. Pertimbangkan memisahkan ortu dari anak
iii. Airway
a. Trauma, immobilisasi c-spine
iv. Ventilasi dan oksigenasi
a. Syok terkompensasi
i. Oksigen
b. Syok terdekompensasi
i. BVM, pikirkan pasien dengan ventilasi oksigen 100% oxygen via bag ukuran sesuai
ii. ETT, pikirkan intubasi bila ventilasi tekanan positif tidak memperbaiki kondisi
pasien dengan cepat
v. Circulation
a. Syok terkompensasi
i. Oksigen
b. Syok terdekompensasi
i. Non-kardiogenik
ii. Kardiogenik
vi. Supportive care
vii. Pertimbangan transport
a. Mode layak
b. Fisilitas layak
viii. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
3. Nonkardiogenikcardiogenic
a. Hipovolemia
i. Epidemiologi
a. Umum
ii. Patofisiologi
a. Deplesi volume intravaskuler
i. Dehidrasi berat
ii. Kehilangan darah
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala syok terkompensasi atau ter dekompensasi tergantung beratnya dan
i. Kehilangan darah
ii. Dehidrasi
b. History
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Oksigen
ii. Trauma, immobilisasi c-spine
b. Sirkulasi
i. Syok terkompensasi
ii. Syok terdekompensasi
c. Tindakan pendukung
d. Pertimbangan transport
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
b. Distributif
i. Epidemiologi
a. Jarang
ii. Etiologi
a. Septik
b. Neurogenik
c. Anafilaktik
iii. Patofisiologi
a. Pooling perifer akibat hilangnya tonus vasomotor
iv. Penilaian
a. Tanda dan gejala syok terkompensasi dan ter dekompensasi tergantung beratnya dan
i. Septik
ii. Neurogenic
iii. Anafilaktik
b. Riwayat
v. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Oksigen
ii. Trauma, immobilisasi c-spine
b. Sirkulasi
i. Syok terkompensasi
ii. Syok terdekompensasi
c. Tindakan pendukung
d. Pertimbangan transport
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
4. Kardiogenik
a. Kardiomiopati
i. Epidemiologi
a. Infeksi
b. Kelainan kongenital
ii. Patofisiologi
a. Gagal pompa mekanik
b. Biasanya biventrikuler
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala darisyok terkompensasi dan terdekompensasi, tergantung beratnya dan
i. Rales
ii. Distensi vena Juguler
iii. Hepatomegali
iv. Edema periferal
b. Riwayat
iv. Pengelolaan
a. Airway dan ventilasi
i. Oksigen
ii. Trauma, immobilisasi c-spine
b. Sirkulasi
i. Syok terkompensasi
ii. Syok terdekompensasi
c. Tindakan pendukung
d. Pertimbangan transport
e. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
b. Dysrhythmias
i. Epidemiologi
a. Bradidisrhithmia, umum terjadi
b. Takhidisrhithmia supraventriculer, jarang
c. Takhidisrhithmia ventriculer, sangat jarang
ii. Patofisiologi
a. Gagal pompa elektrik
i. Berakibat pada syok kardiogenik atau henti kardio pulmuner
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala syok kardiogenik (terkompensasi atau terdekompensasi) atau henti kardiopulmoner,
tergantung jenis
b. Riwayat
iv. Pengelolaan
a. Khas bagi setiap jenis
C. Disrhithmia
1. Takhidisrhithmia
a. Takhikardia supraventrikuler
i. Epidemiologi
a. Insidens
i. Biasa pada bayi tanpa didahului riwayat
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Stabil (syok terkompensasi), pasien biasanya tetap stabil selama transport dengan oksigen
b. Takstabil (syok terdekompensasi) - PASIEN MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
c. Anak mungkin sanggup mengikuti peningkatan irama untuk beberapa saat, namun setelah beberapa jam, akan
menjadi terdekompensasi
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala , syok terkompensasi atau terdekompensasi, tergantung beratnya dan
i. Takhikardia kompleks sempit dengan irama lebih dari 220 per menit (terlalu cepat untuk dihitung)
ii. Asupan buruk
iii. Hipotensi
b. Riwayat
iv. Pengelolaan
a. Stabil, tindakan pendukung
b. Takstabil
i. Airway dan ventilasi
ii. Sirkulasi
iii. Farmakologis
iv. Non-farmakologis
v. Pertimbangan transport
vi. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
b. Takhikardia ventrikuler dengan denyut
i. Epidemiologi
a. Insidens
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Stabil (syok terkompensasi), pasien biasanya tidak dapat mentolerasi waktu yang lama
b. Takstabil (syok terdekompensasi), PASIEN MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
c. Kebanyakan TV dengan denyut adalah sekunder terhadap kelainan jantung struktural dan bereaksi buruk
terhadap lidokain
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala , tanda dari syok terkompensasi atau terdekompensasi, tergantung beratnya dan
i. Takhikardia cepat, kompleks lebar
ii. Asupan buruk
iii. Hipotensi
b. Riwayat
iv. Pengelolaan
a. Stabil, tindakan pendukung
b. Takstabil
i. Airway dan ventilasi
ii. Sirjulasi
iii. Farmakologis
iv. Non-farmakologis
v. Pertimbangan transport
vi. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
2. Bradidisrhithmia
a. Epidemiologi
i. Insidens, disrithmia tersering pada anak
ii. Faktor risiko
iii. Strategi pencegahan
b. Patofisiologi
i. Biasanya terjadi sebagai akibat hipoksi
ii. Mungkin timbul akibat stimulasi vagal (jarang)
c. Penilaian
i. Tanda dan gejala , syok terkompensasi atau terdekompensasi, tergantung beratnya dan
a. Bradikardia
b. Irama jantung lambat, kompleks sempit, durasi QRS mungkin normal atau memanjang
ii. Riwayat
d. Pengelolaan
i. Stabil. tindakan penunjang
ii. Takstabil
a. Airway dan ventilasi
i. Ventilasi pasien dengan oksigen 100% via BVM
ii. Intubasi pasien bila respons terhadap ventlasi BVM buruk
b. Sirkulasi
i. Lakukan kompresi dada bila oksigen tidak meningkatkan irama jantung
c. Farmakologis
i. Medikasi bisa diberikan melalui pipa endotrakheal
ii. Berikan epinephrin
iii. Berikan atropin bagi bradikardia yang tidak jelas faktor penginduksinya
d. Non-farmakologis
e. Pertimbangan transport
f. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
3. Irama absen
a. Asistole
i. Epidemiologi
a. Insidens, mungkin irama henti jantung inisial
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Bradikardia mungkin memburuk menjadi asistol
b. Tingkat mortalitas tinggi
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala
i. Tanpa denyut
ii. Apneik
iii. Monitor kardiak menampilkan tidak ada aktifitas elektrik
b. Riwayat
iv. Pengelolaan
a. Pastikan dengan dua lead
b. Airway dan ventilasi
i. Ventilasi pasien dengan oksigen 100% via BVM
ii. Intubasi pasien bila respons terhadap ventlasi BVM buruk
c. Sirkulasi
i. Lakukan kompresi dada bila oksigen tidak meningkatkan irama jantung
c. Farmakologis
i. Medikasi bisa diberikan melalui pipa endotrakheal
ii. Berikan epinephrin
d. Non-farmakologis
e. Pertimbangan transport
f. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
b. Fibrilasi ventrikuler / Takhikardia ventrikuler tanpa denyut
i. Epidemiologi
a. Insidens, jarang
b. Haktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Mungkin karena tersengat listrik atau overdosis obat
b. Tingkat mortalitas tinggi
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala
i. Tidak ada denyut
ii. Apneik
iii. Monitor kardiak menampilkan tidak ada aktifitas elektrik yang terorganisir atau takhikardia
kompleks lebar yang cepat
b. Riwayat
iv. Pengelolaan
a. Tanpa monitor, lakukan BLS
b. Dengan monitor, defibrilasi hingga tiga syok berturut
c. Airway dan ventilasi
i. Ventilasi pasien dengan oksigen 100% via BVM
ii. Intubasi pasien bila respons terhadap ventlasi BVM buruk
c. Sirkulasi
i. Lakukan kompresi dada
c. Farmakologis
i. Medikasi bisa diberikan melalui pipa endotrakheal
ii. Berikan epinephrin
iii. Berikan lidokain
iv. Berikan bretylium
v. Setelah pemberian obat, biarkan bersirkulasi selama satu menit sebelum mengulangi defibrilasi
f. Non-farmakologis
g. Pertimbangan transport
h. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
c. Aktifitas elektrik tanpa denyut
i. Epidemiologi
a. Insidens, cari penyebab yang bisa ditindak
b. Faktor risiko
c. Strategi pencegahan
ii. Patofisiologi
a. Pneumotoraks
b. Tamponade kardiak
c. Hipovolemia
d. Hipoxia
e. Acidosis
f. Hipothermia
g. Hipoglikemia
iii. Penilaian
a. Tanda dan gejala
i. Tanpa denyut
ii. Apneik
iii. Monitor kardiak menunjukkan aktifitas elektrik terorganisir
b. Riwayat
iv. Management
a. Resusitasi diarahkan pada penyebab yang dapat diatasi
b. Airway dan ventilasi
i. Ventilasi pasien dengan oksigen 100%
ii. Intubasi pasien
c. Sirkulasi
i. Lakukan kompresi dada
d. Farmakologis
i. Medikasi dapat diberikan melalui pipa endotrakheal
ii. Berikan epinephrin
e. Non-farmakologis
f. Pertimbangan transport
g. Dukungan psikologis / strategi komunikasi
III. Trauma pediatric
A. Patofisiologi
1. Tumpul
a. Dinding badan yang tipis memungkinkan benturan segera disalurkan ke isi tubuh
b. Penyebab cedera predominan pada anak
2. Penetratif
a. Menjadi masalah yang meningkat pada remaja
b. Insidens tertinggi di dalam kota (umumnya terencana), namun insidens bermakna terjadi diwilayah lain (umumnya tidak
terencana)
B. Mekanisme cedera
1. Jatuh
a. Satu-satunya penyebab utama cedara pada anak
b. Cedera serius atau kematian akibat jatuh kecelakaan yang murni relatif jarang kecuali dari ketinggian bermakna
c. Strategi pencegahan
2. Kecelakaan sepeda motor
a. Penyebab utama cedera otak permanen dan kasus baru epilepsi
b. Penyebab utama kematian dan cedera serius pada anak
c. Prevention strategies
3. Kecelakaan pejalan kaki dengan kendaraan
a. Sebagian bentuk letal trauma pada anak
b. Cedera inisial akibat benturan dengan kendaraan (ekstremitas atau badan)
c. Anak yang terlempar akibat kekuatan benturan menyebabkan cedera tambahan (kepala / tulang belakang) karena benturan
dengan objek lain (tanah, kendaraan lain, standar lampu dll)
d. Strategi pencegahan
4. Nyaris tenggelam
a. Penyebab ketiga cedera atau kematian usia 0 - 4 tahun
b. Menyebabkan sekitar 2000 kematian setahun di US
c. Kerusakan otak berat, permanen terjadi pada 5-20% anak nyaris tenggelam yang dirawat
5. Cedera penetratif
a. Risiko kematian akibat senjata api bertambah sesua usia
b. Luka tusuk dan cedera tembak terjadi sekitar 10-15% dari semua cedera pediatrik yang dirawat
c. Inspeksi visual pada cedera eksternal tidak dapat untuk menilai perluasan kerusakan internal
d. Strategi pencegahan
6. Luka bakar
a. Penyebab utama kematian karena kecelakaan dirumah bagi usia di bawah 14 tahun
b. Untuk tetap hidup setelah luka bakar tergantung ukuran luka bakar dan cedera yang menyertai
i. Modified "rule of nines" digunakan menentukan presentase permukaan dari area yang terkena
c. Strategi pencegahan
7. Penganiayaan fisik
a. Diklasifikasikan atas empat kategori, penganiayaan fisik, Penilaianganiayaan seksual, penganiayaan emosional dan
penelantaran anak
b. Fenomena sosial seperti peningkatan kemiskinan, kekacauan rumahtangga, ortu usia muda, penyalahgunaan zat, dan
kekerasan masyarakat berperan meningkatkan penganiayaan
c. Catat semua temuan, tindakan dan intervensi terkait
d. Strategi pencegahan
C. Pertimbangan khusus
1. Kontrol Airway
a. pertahankan stabilisasi in-line, pada posisi netral dan tidak mendesis
b. Berikan oksigen 100% bagi semua pasien trauma
c. Jalan nafas paten dipertahankan dengan pengisapan dan jaw thrust
d. Persiapan untuk membantu pernafasan yang tidak efektif
e. Intubasi harus dilakukan bila jalan nafas tetap tidak adekuat
f. Pipa gastric harus terpasang setelah intubasi
g. Krikotiroidotomi jarum jarang diindikasikan untuk obstruksi jalan nafas atas karena trauma
2. Immobilisasi
a. Indikasi untuk stabilisasi dan immobilisasi cervical spine
b. Gunakan alat immobilisasi pediatrik ukuran sesuai
i. Cervical collar yang kaku
ii. Towel/ blanket roll
iii. Kursi pengaman anak
iv. Alat immobilisasi pediatrik
v. Backboard kayu jenis jaket / pendek
vi. Backboard Panjang
vii. Strap, cravat
viii. Tape
ix. Pad
c. Pertahankan berbaring pada posisi netral in-line bagi bayi dan anak dengan meletakkan pad dari bahu hingga paha
3. Pengelolaan cairan
a. Pengelolaan airway dan breathing merupakan prioritas dibanding pengelolaan circulation karena gangguan sirkulasi
kurang umum pada anak dibanding dewasa
b. Jalur vaskuler
i. Kateter IV ukuran besar diinsersikan pada vena perifer besar
ii. Jangan tunda transport demi mendapatkan akses
iii. Akses intraosseous pada anak < 6 tahun bila akses IV gagal
iv. Initial fluid bolus of 20 ml/kg of an lactated ringers or NS
v. Nilai ulang tanda vital dan ulang bolus dengan 20 ml/kg bila tidak ada perbaikan
vi. Bila perbaikan tidak terjadi setelah bolus kedua, ini mungkin karena kehilangan darah bermakna dan membutuhkan
intervensi bedah segera
4. Cedera otak traumatika
a. Penemuan dini dan pengelolaan agresif dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas
b. Beratnya
i. Ringan - GCS 14 to 15
ii. Moderat - GCS 9 to 13
iii. Berat - GCS ikurang atau sama dengan 8
c. Tanda peninggian tekanan intrakranial
i. Peninggian TD
ii. Bradikardia
a. Pernafasan cepat dalam (Kussmaul) berlanjut kelambat, respirasi dalam beselang seling dengan respirasi cepat
dalam (Cheyne-Stokes)
iii. Ubun ubun besar menonjol (bayi)
d. Tanda herniasi
i. Pupil tidak simetris
ii. Posturing
e. Pengelolaan khusus
i. Berikan oksigen konsentrasi tinggi bagi cedera kepala ringan dan sedang (GCS 9-15)
ii. Intubasi dan ventilasi dengan frekuensi nafas normal dengan oksigen 100% pada cedera kepala berat (GCS 3-8)
a. Penggunaan lidokain mungkin mempertinggi TIK (kontroversial)
b. Pertimbangkan RSI dengan arahan medikal
iii. Indikasi hiperventilasi
a. Pupil tidak simetris
b. Kejang aktif
c. Posturing neurologis
D. Cedera khusus
1. Cedera kepala dan leher
a. Massa kepala yang relatif lebih besar dan lemahnya kekuatan otot leher berakibat penambahan momentum pada cedera
akselerasi deselerasi disertai stres yang lebih besar pada daerah tulang belakang leher
b. Fulcrum / titik berat gerakan leher pada anak yang lebih kecil adalah pada tingkat C2-C3
c. 60% to 70% fraktur pada anak terjadi pada tingkat C1 or C2
d. Cedera kepala adalah penyebab terbanyak kematian anak korban trauma
e. Cedera difus umum pada anak, cedera fokal jarang
f. Jaringan lunak, tengkorak dan otak lebih lentur pada anak di banding dewasa
i. Karena ubun -ubun besar dan sutura masih terbuka, bayi hingga 16 bulan mungkin lebih toleran terhadap peninggian TIK
dan tanda-tanda bisa muncul terlambat
g. Perdarahan subdural pada bayi dapat berakibat hipotensi (sangat jarang)
h. Kehilangan darah bermakna dapat terjadi melalui laserasi kulit ke pala dan harus diatasi segera
i. Modified Glasgow Coma scale harus digunakan bagi bayi dan anak lebih kecil (verbal response)
2. Cedera dada
a. Cedera dadapada anak dibawah 14 tahun biasanya trauma tumpul
b. Karena kelenturan dinding dada, cedera intratoraks berat dapat tampil tanpa tanda cedera eksternal
c. Pneumotoraks tension ditolerasi dengan buruk dan segera mengancam jiwa
d. Segmen flail adalah cedera jarang pada anak; bila datang tanpa MOI jelas, pikirkan penganiayaan anak
e. Semua anak dengan tamponade kardiak tidak menunjukkan tanda fisik tamponade selain hipotensi
3. Cedera abdomen
a. Muskulatur minimal dan melindungi visera dengan buruk
b. Organs tersering kena cedera adalah hati, ginjal dan limpa
c. Onset gejala bisa cepat atau gradual
d. Karena ukuran abdomen kecil, pastikan hanya mempalpasi satu kuadran pada satu kesempatan
i. Semua anak dengan hemodinamik tidak stabil tanpa bukti nyata sumber kehilangan darah harus dipikirkan mengalami
cedera abdominal hingga dibuktikan lain
4. Ekstremitas
a. Relatif lebih sering pada anak dibanding dewasa
b. Cedra growth plate sering terjadi
c. Sindroma kompartemen pada anak adalah emergensi
d. Semua daerah dengan perdarahan aktif harus diatasi
e. Splinting harus dilakukan untuk mencegah cedera dan kehilangan darah lebih lanjut
f. PASG mungkin berguna pada fraktur pelvis dengan hipotensi
5. Luka bakar
a. Luka bakar termal pada anak
b. Luka bakar kimia pada anak
c. Luka bakar listrik pada anak
d. Prioritas pengelolaan
i. Pengelolaan tepat jalan nafas diperlukan bila pembengkakan terjadi cepat
ii. Bila intubasi diperlukan, mungkin diperlukan ETT lebih kecil hingga dua ukuran dibanding yang biasa digunakan
iii. Anak luka bakar termal sangat mudah menjadi hipotermia; pertahankan suhu tubuh normal
Kembali
MODUL VI: AREA LAINNYA
OPERASIONAL
KEMAMPUAN ANALISIS PRAKTIS
• Menyiapkan kendaraan dan perlengkapan darurat sebelum merespons panggilan
• Mengendarai kendaraan darurat dalam keadaan darurat
• Menilai keamanan kejadian
• Menjamin keamanan diri, pasien dan anggota
• Laksanakan kewaspadaan kontrol infeksi (isolasi bagian tubuh), membuang benda tajam (jarum, auto injector dll), membuang
material yang terkontaminasi cairan tubuh
• Gunakan mekanika tubuh ketika mengangkat dan memindahkan pasien
OBJEKTIF KOGNITIF
Setelah menyelesaikan bagian ini, mampu :
6.1 Mendiskusikan pentingnya melengkapi peralatan ambulans / ceklis persediaan
6.2 Memberikan skenario termasuk saat kedatangan dikecelakaan sepeda motor, menilai keamanan lokasi kejadian serta memikirkan cara
membuat lokasi lebih aman
6.3 Membuat daftar faktor yang berperan dalam berkendara sepeda motor aman
6.4 Jelaskan alasan yang harus diberikan untuk:
a. Penggunaan pemandu (voor raider)
b. Keadaan lingkungan buruk
c. Penggunaan lampu dan sirine
d. Keterpaduan antar sektor
e. Parkir dilokasi kejadian
6.5 Mendiskusikan konsep ‘betul - betul memikirkan keselamatan bagi orang lain” saat mengoperasikan kendaraan darurat
6.6 Jelaskan bagaimana petugas PPGD sering salah pengertian dengan polisi
6.7 Jelaskan tehnik khusus untuk mengurangi risiko ketika melakukan PPGD jenis rutin berikut:
a. Kecelakaan jalan raya
b. Kejadian kekerasan dijalan
c. Tempat tinggal dan ‘daerah kumuh’
6.8 Jelaskan tanda peringatan pada keadaan berpotensi kekacauan
6.9 Jelaskan tehnik menyelamatkan diri pada keadaan yang berpotensi kekerasan, termasuk:
a. Ancaman kekerasan fisik
b. Kejadian kebakaran
c. Kejadian dengan senjata tajam
6.10 Jelaskan pertimbangan PPGD untuk jenis kekerasan berikut atau keadaan yang berpotensi kekacauan:
a. Gang dan kekerasan oleh gang
b. Keadaan penyanderaan / penembakan
c. Laboratorium obat rahasia
d. Kekerasan rumah tangga
e. Masyarakat dengan gangguan emosional
f. (Keadaan penyanderaan / penembakan)
6.11 Jelaskan tehnik berikut:
a. Prosedur "contact and cover" lapangan
b. Taktik menyelamatkan diri
c. Tehnik menyembunyikan diri
6.12 Jelaskan pertimbangan dan tehnik bukti polisi untuk membantu mengamankan bukti
6.13 Jelaskan masalah dimana paramedik mungkin berperan pada keadaan tidak bersa habat serta tehnik yang digunakan mengelola keadaan
tsb.
6.14 Jelaskan peralatan yang tersedia untuk perlindungan diri ketika berhadapan dengan berbagai keadaan yang buruk
6.15 Bedakan mekanik tubuh yang benar dan tidak benar dalam mengangkat dan memindahkan pasien dalam keadaan darurat dan
tidak darurat
OBJEKTIF AFEKTIF
Setelah menyelesaikan bagian ini, paramedik mampu :
6.16 Menilai kemampuan relatif personal, yang mungkin mempengaruhi keamanan kru, dan orang sekitar
6.17 Berperan sebagai model contoh bagi fihak terkait untuk mengoperasikan ambulans
6.18 Menjelaskan dan mempraktekan kegunaan semua kewaspadaan keamanan pada semua keadaan
6.19 Mendiskusikan pentingnya kewaspadaan universal dan pemakaian perlindungan atas cairan tubuh
6.20 Menjelaskan tahap melakukan perlindungan diri dari patogen lewat udara dan darah
6.21 Memberikan skenario, dimana peralatan dan persediaan terpapar oleh substansi tubuh, rencana untuk pembersihan yang sesuai,
desinfeksi, dan cara membuang bahan tsb
6.22 Menjelaskan apa yang dimaksud dengan terpapar dan menjelaskan prinsip pengelolaannya
6.23 Menjelaskan dan berperan sebagai model contoh bagi petugas terkait PPGD lainnya sehubungan dengan praktek isolasi substansi tubuh
OBJEKTIF PSIKOMOTOR
Setelah menyelesaikan bagian ini, paramedik mampu :
6.24 Mendemonstrasikan tehnik berikut :
a. Prosedur "contact and cover" lapangan saat penilaian dan tindakan
b. Taktik erlindungan
c. Tehnik bersembunyi
6.25 Mendemonstrasikan prosedur sesuai untuk melindungi diri dari penyakit
6.26 Mendemonstrasikan metode aman untuk mengangkat dan memindahkan pasien dalam situasi emergensi dan non-emergensi
6.27 Mendemonstrasikan bagaimana meletakkan pasien pada, dan memindahkan pasien dari, ambulans
Kembali
TOPIK LAIN
1. ECG DiagnostiK
2. Agenda PPGD untuk isu yang akan menjelang (pencegahan)
3. Geriatrik
4. Penyempurnaan tehnologi dan perala
5. Masalah perbaikan kualitas lokal
6. Program pelayanan nasional / program Pra RS (PPGD, ACLS, ATLS, BTLS, PALS, dll)
7. Mempertahankan / meningkatkan keterampilan
PUSTAKA
1. GELS. Ditjen Yanmedik Depkes 2006.
2. Pedoman Penyusunan Kurikulum dan Modul Pelatihan Berorientasi Pembelajaran. dr. Supartini Hanafi, MPH.
Pusdiklatkes Badan PPSDM Kesehatan Depkes RI 2003.
3. US Department of health and human services.
4. Arkansas Department of Health.