Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
 
« November 2008 »
S M T W T F S
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30
Entries by Topic
All topics  «
CERPEN
PUISI

My Blog
Sunday, 26 October 2008
MEREBUT KEMBALI SEPARUH HATIKU
Topic: CERPEN

Merebut Kembali Separuh Hatiku

 

               Hujan lebat mengguyur kotaku. Air seolah tumpah dari langit, menciptakan tirai – tirai tipis di seluruh penjuru kota. Aku mengalihkan pandangan ke arah jam dinding yang menempel di atas pintu ruang tamu. Jarum jam menunjuk pukul 5 sore. Saatnya menjemput suamiku pulang. Sudah 2 hari mobil kami diperbaiki di bengkel. Aku pun bergegas memakai jaket, mantel hujan, dan helm. Kuhampiri vario merah di garasi. Sesungguhnya aku malas keluar rumah dalam cuaca hujan seperti ini. Tapi apa boleh buat, demi suami yang sudah bekerja seharian mencari nafkah untuk keluarga.

               Tiba di seberang jalan di depan sebuah bank swasta aku hentikan varioku. Sambil menunggu jalan sepi untuk bisa menyeberang jalan yang cukup padat lalu lintas itu kuedarkan pandangan ke arah pintu kantor Bank. Aku sadar ketika melihat hp, aku terlambat 1 jam dari waktu yang seharusnya, ada pesan disitu. Sekalian kubaca “tidak usah dijemput aku pulang sendiri,” dari suamiku.

               Aku pun memutuskan untuk berbalik pulang, kupikir suamiku telah meninggalkan kantor. Saat itulah aku melihat sebuah mobil berhenti di depan kantor dan suamiku keluar dari pintu, dihampiri seorang perempuan sambil membawa payung yang baru saja keluar dari dalam mobil. Deg ! jantungku seolah terpukul godam. Lalu berdetak dengan kencang, nafasku memburu, serasa darahku naik ke ubun – ubun.

                Dengan mesranya mereka berjalan menuju mobil. Sambil membawa payung ditangan yang satu tangan suamiku yang satunya merangkul pundak wanita itu. Wanita itupun merangkul erat pinggang suamiku.

               Betapa mendidih darahku, betapa panas hatiku. Dengan segala rasa berkecamuk di dada kuikuti mereka. Tiba di sebuah rumah mungil yang indah dan asri, mobil itupun berhenti. Aku mengamati dari jauh. Setelah memasukkan mobil ke garasi mereka pun masuk ke dalam rumah.

               Saat itu terpikir olehku untuk melabrak mereka. Mencakar dan menjambak rambut perempuan genit yang sudah merebut suamiku, dan mencaci makinya sebagai pelacur, sundel, perempuan nakal perusak rumah tangga orang dan segala sumpah serapah yang paling buruk yang pernah ada.

               Namun, akal sehatku masih bisa bekerja, mengerem segala tindakan yang sudah nyaris terlaksana. Naluriku sebagai seorang perempuan terhormat dan berpendidikan tinggi melarangku melakukan perbuatan itu.

               Kuputuskan untuk pulang, air mataku tumpah bercampur air hujan yang masih setia membasahi kotaku. Terdengar nada lagu di hp ku. Sambil mencari tempat berteduh, kuangkat benda mungil itu dari saku bajuku.

               “Hallo, Pa ? Ada apa ?” suaraku serak menahan tangis yang tercekat di kerongkongan..

               “Hallo, Ma! Aku ada kerja lembur malam ini.Jadi pulangnya agak maleman dikit. Nanti Mama tidur duluan, kalau sudah ngantuk. Nggak usah nunggu Papa. Dah, ya Ma !”. belum sempat aku menjawab, pembicaraan sudah ditutup. Aku tak jadi pulang, kuputuskan singgah ke rumah ibu.

               Ibu yang tinggal ditemani Mbok Yem pembantu setia keluarga kami heran melihat kedatanganku, dalam cuaca seperti itu. Apa lagi melihat mataku yang sembab oleh tangis. Setelah melepas mantel dan jaket, aku pun menghambur ke pelukan ibu. Kutumpahkan air mata didadanya.

               “sudah… sudah… ayo… duduk dulu. Tenangkan dirimu”Ibu membimbingku duduk di ruang tamu. Untuk beberapa waktu lamanya ibu membiarkan aku menghabiskan tangis yang menyesakkan dada. Beliau duduk di sampingku, sambil mengelus – elus rambutku dan sesekali memijat pundakku. Setelah tangisku reda, ibu pun menanyaiku

               “Ada apa to Nduk ? Datang – datang kok nangis ?” suara lembutnya mengalirkan ketenangan ke dalam hatiku.

                “Mas Han, Bu ?” jawabku disela isak yang tersisa.

                “Ada apa dengan suamimu ?”

                “Mas Han, selingkuh, Bu” suaraku nyaris tak terdengar.

               Kulihat air muka Ibu berubah, kaget, lalu berganti sedih, sayu, namun beliau tetap tenang. Itulah sikap ibu yang selama ini kukagumi. Sebesar apapun prahara mengguncang, beliau tetap bisa bersikap tenang. Mungkin karena itu beliau nampak awet muda, wajahnya memancarkan keteduhan dan kedamaian. Bahkan ketika Ayah wafat, beliau menunjukkan ketegaran yang luar biasa. Walaupun bisa kurasakan betapa besar rasa dukanya saat itu.

         “Apa kamu sudah yakin ?”

         “Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Bu”

         Akupun menceritakan peristiwa yang baru saja aku saksikan tanpa menambah atau mengurangi sedikitpun. Ibu memperhatikan dengan seksama.

          “Baiklah, Ibu memahami persoalanmu. Tapi Ibu minta kamu jangan lekas emosi dan bertindak gegabah. Taruhlah suamimu benar selingkuh, coba kamu mawas diri” Ibu pun mulai mengeluarkan wejangannya.

         “Mawas diri bagaimana, Bu ? Apakah Ibu menganggap semua ini salahku” Aku protes.

         “Bukan begitu, Nduk?”

         “Lalu?”

         “Maksud Ibu,cobalah kamu pikir, bukankah setiap persoalan pasti ada sebabnya?”

         “Benar sih,Bu”

          “Makanya, nggak ada salahnya kamu koreksi diri. Siapa tahu Handoko berpaling karena sikapmu. Atau karena perubahan penampilanmu”

          “Iya, sih Bu. Terus terang akhir – akhir ini aku terlalu sibuk dengan kuliahku”

          “Terus…”

         “Habis gimana, Bu. Pekerjaan di kantor banyak. Setelah kerja aku kuliah. Sampai rumah kadang sudah malam. Kecapekan. Yah begitulah…anak-anak sama Mas Han nggak  ke urus. Kan udah ada Yu Nah”

         “Jadi, begitu?”

         “Iya. Lagian sekarang aku lagi sibuk nyusun tesis, Bu. Aku  harus konsentrasi supaya cepat selesai. Aku harus rajin ke perpustakaan, rajin ke kampus, dan rajin konsultasi dengan  dosen pembimbing”

         “Apa suamimu tidak menegur pada semua kesibukanmu itu?”

         “Nggak, tuh Bu. Kayaknya dia bisa mengerti”

         “Bagaimana kamu bisa mengatakan kalau dia bisa mengerti kalau akibatnya begini?”

         “Mas Han memang pendiam. Dari dulu  memang nggak pernah ngomong kalau ada apa-apa. Kadang aku jengkel pada sikap diamnya itu”

         “Selain kesibukanmu itu, coba kau berkaca. Lihatlah bayanganmu di cermin dan bandingkan dengan fotomu ini “ Ibu menuntunku ke depan cermin hias dan menujukan fotoku waktu masih gadis,10 tahun yang lalu.

Aku tersipu malu, karena aku melihat wanita gendut yang kelebihan lemak di semua bagian tubuhnya di bayangan cermin dan ketika kutoleh foto dalam bingkai yang dipegang ibu,  aku melihat foto gadis cantik nan ramping bak peragawati.

         “Ah, Ibu. Ya  jelas beda dong. Anakku sudah 3 orang, Bu. Gak aneh kan kalau sekarang aku gemuk?” Aku membela diri.

         “Apa kalau sudah punya anak tiga tidak bisa langsing seperti dulu? Lihat Ibu, sejak kamu anak-anak sampai saat ini pernahkah kamu lihat Ibu gemuk? Tidak pernah kan? Kau tau sebabnya? Karena ayahmu tidak suka wanita gemuk”

         “Apakah mas Han berpaling karena penampilanku saat ini,Bu?”

         “Bisa saja kan , selain sikapmu tadi? Ibu yakin, kebanyakan laki-laki lebih menyukai wanita yang menarik penampilannya.Langsing, cantik dan terawat kewanitaanya.Serta bersikap lemah lembut dan penuh perhatian.”

         “Lalu aku harus bagaimana, Bu?”

         “Kurangi kesibukanmu, ubahlah sikapmu dengan lebih memperhatikan suamimu. Perbaikilah penampilanmu agar bisa seperti dulu ketika suamimu jatuh cinta.”

         “Apakah aku bisa, Bu?”

         “Pasti bisa, kalau kamu mau”  Ibu memberikan semangat.

         “Lalu bagaimana dengan perselingkuhan Mas Han? Akankah aku diamkan saja?”

         “Menurut Ibu, sebaiknya kau pura-pura tidak tahu. Berusahalah merebut hati suamimu dengan cara-cara yang sudah ibu ajarkan tadi. Jika kamu sungguh-sungguh. Percayalah, suamimu pasti kembali ke pelukanmu”

          “Aduh, Ibu.Betapa susahnya. Aku harus bersikap baik, manis, dan lembut padahal dia sudah mengkhianatiku?”  Aku protes.

         “Di situlah kebesaran jiwamu diuji. Di situlah keunggulanmu sebagai istri yang sah diuji. Mampukah kamu tunjukkan bahwa kamu wanita sejati yang setia pada suami.”

         “Ibu Cuma ngomong. Susah menjalaninya, Bu” Aku tak bisa bayangkan harus bersikap manis, sementara dadaku serasa mau meledak.

         “Ibu sudah kenyang menghadapi persoalan seperti yang kau hadapi saat ini.”

         “Benarkah?”

          “Bahkan jauh lebih parah dari yang kau alami.” Mata Ibu menerawang jauh.”

         “Tapi aku lihat, Ibu dan Ayah selalu rukun, tak pernah bertengkar. Selalu harmonis di mata kami, anak-anak Ibu”

          “Itulah pandainya Ibu memendam gejolak yang terjadi di antara kami”

          “Ah, Ibu. Aku kagum padamu”

         “Kau pikir siapa Santoso itu?”

         “Santoso? Santoso kan anaknya Bulik Tumi di desa yang selalu ibu santuni karena dia anak yatim.” Jawabku heran. ”Memangnya siapa dia, Bu?” tanyaku penasaran.

         “Sesungguhnya dia itu adikmu.”

          “Hah !!! Nggak mungkin?” Aku terkejut bukan kepalang

         “Benar. Bulik Tumi adalah wanita simpanan ayahmu. Ibu berhasil membuat ayahmu kembali pada keluarga. Tapi Ibu menyantuni mereka karena ayahmu tak lagi memperdulikan. Ibu merasa mereka patut dikasihani. Sesama perempuan Ibu bisa merasakan penderitaan Bulik Tumi. Dia tidak mau menikah dengan orang lain setelah ditinggalkan ayah. Dia hanya ingin membesarkan Santoso. Awalnya Ibu merasa sangat benci padanya, namun kemudian Ibu jadi kasihan setelah ayahmu kembali pada Ibu dan nasibnya tersia-siakan.”

         “Ah, Ibu. Betapa mulia hatimu. Aku berjanji untuk merebut kembali hati Mas Han dari wanita itu. Dan aku berharap belum terlambat, sehingga aku tak harus menyantuni Santoso lain nantinya. Karena belum tentu aku bisa searif ibu”

Aku peluk Ibu dan aku cium kedua pipinya yang basah oleh air mata. Dalam hati aku bertekat untuk berjuang merebut separuh hatiku. Terima kasih Ibu!

         

                            

TAMAT

Posted by enymoersito at 4:08 AM EDT
Post Comment | Permalink | Share This Post

UNTAIAN KATA

DALAM BINGKAI

 

                                    Oleh: Eny Moersito

                         

 

DERITA

 

 

Selaksa nestapa menerpa

Merejam jiwa penuh luka

Menyelusup perih  

Serasa asam membasuh

Kulit yang tersayat sembilu

Menuba darah

Mengalir sengsara di tiap nadi

 

Bahagia enggan menyapa

Tiap tarikan nafas adalah duka

Menggores pedih

Mencecap empedu sepenuh peluh

Lara menyergap memaku

Menguras mata

Tiada pernah ada tawa singgah di hati

 

Nasibku papa

Di dunia sebatang kara

Batinku merintih

Melesak beribu jarum dalam pembuluh

Tercekat sejuta kelu

Merenda derita

Sesisa usia masa di bumi.

 

 

 

 

BENCI

 

Jika kudengar, terasa pekak

Jika kulihat, terasa muak

Jika kusebut, terasa serak

Jika kubatin, terasa sesak

Jika kuraba, terasa kerak

 

            Ingin rasaku, curah

            Ingin perutku, muntah

            Ingin dia- ku, punah

            Ingin cintaku, musnah

            Ingin rinduku, ubah

 

Kemana pesona, sirna

Kemana bahagia, muara

Kenapa bersama, lara

Kenapa sejiwa, hampa

Kenapa semua, kutanya

 

            Maumu, aku apa

            Maumu, aku siapa

            Maumu, aku berapa

            Maumu, aku mengapa

            Maumu, aku bagaimana

 

Makanya, aku pergi

Makanya, semua kuakhiri

Makanya, jangan kau sesali

Makanya, mewaslah diri

Makanya, aku BENCI.

 

 

 

 

MANTERA

 

Hom…santi…santi…hom

Amitaba…Amitaba

Hong wilaheng

Sekaring bawana langgeng

Sabdo pandito ratu

Tan keno wola – wali

Jalmo moro jalmo mati

Sabdo moro sabdo mati

 

Wahai, dayang – dayang !

Wahai, peri – peri !

Penjaga empat penjuru alam

Berilah damai di bumi Nusantara

Tebarkan teduh di bumi pertiwi

Jawadwipa sampai swarnadwipa

Merah putih sang saka

Berkibarlah gagah perkasa

 

Hom...santi…santi…hom

Amitaba…Amitaba

Hong wilaheng

Sekaring bawana langgeng

Wahai, dayang – dayang

Wahai, peri – peri

Penjaga empat penjuru alam

Sadarkan para punggawa negeri

 Perhatikan hamba sahaya

Sekalian bijak bestari.

 

 

 

 

CINTA

 

Jika kau bertanya

Apakah itu cinta?

            

Cinta adalah JARING laba-laba

Yang akan memerangkapkanmu

Dalam pasungan mahligai rumah tangga

Yang akan menjeratmu

Sampai kan beranak pinak di dalamnya

Ia bisa menjadi surgamu

Pun sebaliknya

Ia bisa jadi neraka

Ia bisa membuatmu tertawa bahagia

Pun sebaliknya

Ia bisa membuatmu menangis duka

Cinta sejati hanya maut yang memisahkan

Laksana musim yang silih berganti, Cinta pun kadang berpaling

Saat itu kau akan merasakan seolah dunia runtuh

Tak ada cahaya

Gelap semata

Kau akan menagis

Namun tak sampai kering air mata

Biarkan ia pergi

Sebab cinta takkan bisa kau ikat dengan apapun

Ia laksana embun pagi

Yang kan hilang di terpa surya

Laksana kabut yang menyelimuti gunung dan perbukitan

Laksana bayu yang menghembus pori-pori di sekujur tubuhmu

Biarkan ia apa adanya

Jalani hidupmu

Penuh suka cita

Tak ada yang abadi

Selain yang Esa.

 

 

 

 

RINDU MENJELAGA

 

Ada getar yang tak pernah padam

Bergaung di lubuk hati terdalam

Mengenangmu…

Berbatas masa silam

Rasa yang tak terpaut

Terberai oleh guratan nasib

Menapaki jejak yang tertinggal

Meraut runcing kalbu berdenting

Angan-angan itu tak jua sirna

Rendevu…bersua

Ah…terlampau jauh

Memoriku mengembara

Namun,tak jua purna

Rasa itu menjelaga

Penuhi bilik ruang sanubariku

Laksana debu halus

Menempel setia di permukaan kaca

Rasa itu

Adalah RINDU.

 


Posted by enymoersito at 3:21 AM EDT
Post Comment | Permalink | Share This Post

Newer | Latest | Older