Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

JAMINAN KEADILAN BAGI PEREMPUAN DALAM ISLAM

Oleh : Qothrun Nada

Banyak batasan yang dikemukakan untuk mendefinisikan apa makna keadilan. Tapi satu hal yang tidak akan ditolak semua orang yaitu : keadilan bagi manusia akan terwujud pada saat hak-hak manusia terpenuhi. Yang kemudian berbeda adalah siapa yang menentukan hak manusia, dan bagaimana cara yang harus ditempuh untuk memenuhi hak-hak tersebut.

Siapa Yang Menentukan Hak Manusia?

Masyarakat kapitalis-sekuler yang menentukan sendiri aturan hidupnya di dunia, pada hakekatnya menentukan sendiri apa saja hak manusia bahwa selain memiliki empat kebebasan pokok yang akan melahirkan hak-hak manusia sebagai individu dalam masyarakat dan negara. Mereka sepakat bahwa manusia memiliki kebebasan beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan hak milik, dan kebebasan bertingkah laku. Hanya saja mereka tidak sepakat mengenai seberapa jauh kebebasan-kebebasan itu dimiliki manusia.

Sedangkan masyarakat Islam tidak menentukan sendiri apa saja hak-hak manusia. Mereka mengetahui hak-hak mereka melalui petunjuk Allah dalam Al-Qur’an dan Hadist. Mereka yakin bahwa hak dari Allah-lah yang paling tepat, yang akan mendatangkan kebaikan bagi individu dan masyarakat dalam kehidupan dunia. Mereka meyakini hal tersebut karena mereka menerima kebenaran firman Allah :

" (Dan) jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui asedang kamu tidak mengetahui"

(QS. Al Baqarah:216)

Penentuan hak manusia dalam Islam diserahkan sepenuhnya kepada Penciptanya, sehingga dalam masyarakat Islam tidak ada perbedaan pendapat, apakah seorang pembunuh punya hak hidup atau tidak. Melalui pensyariatan qisahosh (QS. 2:178), mereka memahami bahwa pembunuh tidak memiliki hak hidup lagi. Karena Allah telah memberi hak kepada keluarga orang terbunuh untuk memutusklan apakah mereka menuntut pembunuh untuk dijatuhi hukuman mati, ataukah mereka memaafkan pembunuh sehingga ia harus membayar diyat (denda) kepada keluarga orang yang terbunuh. Pada saat keluarga orang terbunuh menuntut mati pembunuh atau hakim menjatuhkan hukuman mati padanya, tidak berarti keputusan itu melanggar hak hidupnya. Karena memang ia tidak diberi lagi hak hidup oleh Allah. Kalau keluarga orang terbunuh memaafkan, berarti keluarga itu berbaik hati memberikan haknya kepada pembunuh, sama seperti kebaikan orang yang memberikan harta yang menjadi haknya kepada orang lain. Berbeda dengan masyarakat kapitalis, yang akan berbeda pendapat diantara mereka mengenai hak hidup bagi pembunuh. Ada di antara mereka yang menganggap tidak punya hak hidup lagi. Perbedaan inilah yang akhirnya menentukan apakah mereka merasa mendapat keadilan atau tidak. Kalau masyarakat Islam sepakat bahwa keadilan telah terwujud untuk semua pihak pada saat qishosh atau diyat diputuskan, sedangkan masyarakat kapitalis tidak akan sepakat. Pada saat keputusan mati diputuskan, pihak yang berpendapat pembunuh punya hak hidup pasti akan memandang bahwa keputusan itu tidak adil. Demikian sebaliknya.

Bagaimana Mewujudkan Keadilan?

Perbedaan yang terjadi diantara masyarakat kapitalis mengenai batas-batas kebebasan manusia untuk menetapkan aturan hidup yang akan menguntungkan dirinya atau kelompoknya, menimbulkan adanya kesulitan pada saat mereka harus menentukan aturan hidup apa yang harus ditetapkan ditengah masyarakat. Aturan ynag dianggap adil oleh satu orang sellau mungkin dipandang tidak adil oleh orang lain. Untuk meminimalkan ketidakadilan di tengah masyarakat inilah mereka membutuhkan mekanisme pengamilan keputusan oleh mayoritas rakyat. Inilah yang melahirkan konsep pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, yang menjalankan aturan hidup yang dibuat oleh mayoritas rakyat.

Masyarakat kapitalis memang membutuhkan demokrasi, karena mereka menyerahkan penentuan aturan hidupnya pada manusia. Padahal seharusnya mereka menyadari bahwa hasil dari sistem demokrasi adalah keadilan semu, bahkan lebih sering menghasilkan ketidakadilan. Mereka menutup mata karena mereka memang butuh demokrasi. Hal tersebut tidak terjadi pada masyarakat islam. Masyarakat islam tidak membutuhkan demokrasi untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh manusia, baik muslim ataupun non muslim, baik laki-laki atau perempuan. Karena masyarakat islam memahami bahwa hak manusia ditentukan oleh Allah dan Allah telah menetapkan cara poemenuhan hak-hak tersebut dengan pemberian kewajiban kepada manusia yang bersangkutan atau manusia lain. Penentuan hak dan kewajiban ini dapat manusia pahami dari hukum-hukum syariat Islam yang digali dari Al Qur’an dan Hadist. Pelaksanaan hukum-hukum syariat Islam ditengah-tengah kehidupan masyarakatlah yang akan menjamin terwujudnya keadilan.

Masyarakat Islam memahami bahwa kunci terwujudnya keadilan di tengah-tengah masyarakat adalah dengan terlaksananya hukum-hukum syariat Islam sebagai aturan hidup masyarakat. Hal inilah yang membuat masyarakat Islam bisa menerima kepemimpinan tunggal dal;am masyarakat, selama pemimpin ini menerapkan hukum Allah, bukan menetapkan aturan yang bersumber dari hawa nafsu manusia. Jadi yang harus dilakukan rakyat adalah memjaga ber pegangnya pemimpin pada hukum Allah, bukan rakyat ikut membuat aturan hidup.

Islam Menjamin Hak-Hak Perempuan

Kaum perempuan yang menghadapi banyak permasalahan kehidupan dan merasa masalah-masalah tersebut berakar pada perlakuan tidak adil terhadap perempuan seharusnya dapat "melihat" bahwa Islamlah penjamin keadilan yang hakiki. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh pemecahan masalah-masalah wanita yang menjadi sorotan dunia saat ini menurut syariat Islam.

  • 1). Masalah kemiskinan, pendidikan , kesehatam, dan tindak kejahatan terhadap wanita.

    Dalam pandangan Islam, masalah-masalah ini timbul karemna tidak diterapkanya hukum-hukum yang berhubungan dengan jaminan keburtuhan pokok bagi rakyat. Kebutruhan pokok rakyat meliputi: 1) Kebutuhan pokok yang dipenuhi secara indiovidual untuk tiap individu individu rakyatdan 2) kebutuhan pokok seluruh rakyat. Kebutuhan pokok jenis yang pertama contohnya adalah makanan dan pakaian. Sedangkan yang kedua meliputi kebutuhan kebutuhan akan keamanan, kesehatan dan pendidikan.

    Kemiskinan menurut Islam, terjadi pada saat individu tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya (kebutuhan individual). Kemiskinan pada wanita terjadi saat suami atau walinya (yang berkewajiban memberi nafkah kebutuhan sandang, pangan dan pakaian pada wanita itu) juga miskin. Jalan keluar untuk mengatasi masalah ini tentunya tidak dengan cara memberi modal kepada wanita agar ia dapat meningkatkan keadaan ekonominya,karena hal itu justru menambah beban pada manusia. Jalan keluar sementara yang ditempuh adalah memberi pekerjaan atau modal kerja gratis kepada suami atau wali dari wanita itu, agar ia dapat bekerja atau meningkatkan penghasilannya sehingga nantinya ia bisaa menafkahi istri dan anak-anaknya atau saudara perempuannya yang menjadi tanggungannya dalam batas nafkah yang layak.

    Demikian pula apabila negara melaksanakan kewajibannya menjamin pendidikan, kesehatan dan keamanan rakyatnya, seperti yang diperintahkan Allah, wanita akan jarang sekali menemukan masalah seperti buta huruf, kebodohan, rendahnya tingkat kesehatan, dan seringnya wanita menjadi korban kekerasan dan kejahatan.

    Islam memandang menuntut ilmu adalah kewajiban bagi laki-laki dan perempuan, dan pendidikan adalah hak setiap warganegara, termasuk di dalamnya para perempuan. Negara mengelola dan memberi pendidikan gratis kepada setiap warganegara. Pendidikan yang diberikan gratis ini bertujuan untuk membentuk pola pikir dan pola sikap (syakhshiyah) Islam pada anak didik, serta membekalinya dengan ilmu pengetahuan yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan. Melalui pendidikan ini, muslim dibentuk menjadi pribadi yang berilmu (intelek) dan juga ahli ibadah. Akan muncul ahli-ahli teknik, para dokter, insinyur dan orang-orang yang ahli dalam berbagai macam profesi. Perempuan tidak dihalangi untuk mengikuti pendidikan-pendidikan keprofesian. Mereka sendirilah yang selektif memilih pendidikan profesi apa yang ingin mereka ambil, disesuaikan dengan kewajiban utama mereka sebagai ibu dan manajer rumah tangga dan menjaga iffa atau kehormatan mereka sebagai wanita.

    Mengenai jaminan terhadap keamanan, negara bisa memenuhinya karena negara membina aqidah umat sehingga mereka takut akan adzab Allah yang pedih apabila mereka melakukan kejahatan. Selain itu, negara juga menerapkan hukum yang tegas, yang bersumber dari wahyu, untuk menindak kejahatan-kejahatan yang dilakukan, tanpa pandang bulu. Hal lain yang menjadi kondisi yang sangat berpengaruh terhadap pencegahan munculnya kejahatan ialah tercukupinya kebutuhan pokok semua rakyat. Ini tentu meredam dorongan untuk berbuat kejahatan.

  • 2). Masalah sedikitnya wanita yang berperan sebagai pengambil keputusan

  • Tidak seperti masyarakat kapitalis, masyarakat Islam tidak melihat masalah ini sebagai suatu ketidak adilan terhadap wanita. Di dalam Islam, pengambil keputusan memang tunggal, yaitu pemimpin. Di dalam keluarga pemimpinnya adalah suami, di tingkat propinsi pemimpin masyarakat adalah wali, ditingkat negara pemimpinnya adalah kepala negara (khalifah). Semua kedudukan ini memang bukan hak wanita, sehingga adil saja kalau mereka tidak banyak berperan sebagai pengambil keputusan.

    Keadaan ini dianggap tidak adil apabila wanita tidak diperkenankan memberikan saran atau masukan dalam pengambil keputusan, atau apabila wanita tidak diperkenankan menasehati pemimpin jika pemimpin tersebut menyalahi syariat Allah. Kalau wanita tidak diperkenankan melakukan dua aktivitas tersebut barulah dikatakan perlakuan tersebut tidak adil, karena itu melanggar hak-hak wanita (kaum muslimin umumnya) seperti yang telah ditetapkan Allah. Apabila wanita tidak mengambil keputusan dalam urusan masyarakat tidak berarti ia pasti akan terdzalimi.

    Demikianlah contoh penyelesaian permasalahan perempuan menurut pandangan Islam. Penyelesaian permasalahan wanita yang ada dengan penerapan syariat Islam dalam kehidupan tidak hanya menjamin keadilan bagi wanita, tetapi juga menjamin keadilan bagi seluruh anggota masyarakat. Itulah penjaminan keadilan yang hakiki. Jika demikian kenapa muslimah harus memakai demokrasi sebagai akomodasi pemecahan permasalahan-permasalahannya? Bukankah lebih baik mereka memperjuangkan penerapan syariat Islam, sesuatu yang menjamin keadilan hakiki mereka?

    PUSTAKA

    1. Abdul Qodim Zallum. Serangan Amerika terhadap Islam. 1995. Pustaka Thoriqul Izzah.
    2. Musa, L. 1996. Jaminan kebutuhan pokok dalam Islam dalam Al Ihsas Edisi 04.
    3. Al Baghdadi, A. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah.

    Kembali ke Menu Utama