Isu-isu tentang wanita yang menjadi keprihatinan dunia dan
agenda internasional masih berkisar pada masalah ketidaksetaraan wanita dengan
pria. Bahkan tema inilah yang menjadi agenda
pokok dalam Konferensi Dunia IV di Beijing.
Dunia Barat memandang bahwa berbagai persoalan yang dihadapi wanita
seperti kemiskinan, kekerasan terhadap wanita, tidak terpenuhinya hak-hak
wanita dalam pendidikan, kesehatan ekonomi sampai peranannya di bidang politik
adalah akibat dari pola budaya serta kebijakan yang merendahkan wanita (tidak
menyetarakan wanita dengan pria dalam kerangka hak asasi).
Tidak mengherankan kalau akhirnya usulan penyelesaian yang
diajukan adalah penetapan hak asasi wanita dengan berspektif gender. Dengan demikian setiap negara harus
memberikan peluang kepada para wanita untuk secara bebas mengakses semua posisi
puncak yang ada di pemerintahan dan masyarakat, tidak terkecuali dalam suatu
negara (yaitu sebagai kepala negara).
Mereka sangat berambisi menyeru para wanita di seluruh dunia agar
beramai-ramai menduduki posisi-posisi yang selama ini didominasi pria. Agar kedudukan wanita setara dengan pria di
masyarakat dan memiliki peluang yang besar untuk meraih kebahagiaan, kesejahteraan
berikut kemuliaannya.
Mereka memandang bahwa posisi wanita yang menjadi kepala
negara harus seimbang dengan pria.
Demikian pula anggota parlemen, kepolisian, peradilan, duta besar,
pimpinan media massa dan lain-lain.
Sampai-sampai sebagai buruh dan tenaga kasar pun harus sama!
Benarkah penyelesaian persoalan seperti ini akan mampu
mengangkat kondisi kaum wanita ? Dan perlukah para wanita muslimah mengambil
ide tersebut untuk mengangkat harkat dirinya menuju kemuliaan ? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut kita perlu memahami bagaimana Islam memandanng wanita dan
pria serta bagaimana Islam menempatkan keduanya pada posisinya masing-masing.
Pandangan Islam terhadap Wanita dan Pria
Islam datang dengan ajarannya yang sempurna. Menempatkan wanita pada kedudukan yang
sejajar dengan pria. Wanita dan pria,
keduanya sama-sama manusia, makhluk ciptaan Allah SWT yang paling mulia.
Bahkan Rasulullah saw bersabda yang artinya : “Sesungguhnya kaum wanita setara dengan laki-laki”
(HR Abu Dawud, An Nasa’I).
Keduanya sama-sama berperan dalam pengembangan dan
pelestarian generasi.
Firman Allah SWT dalam QS An Nisaa:1 yang artinya :
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak”.
Allah SWT juga telah menetapkan pula ketergantungan
diantara keduanya. Firman Allah SWT
dalam QS Ar Ruum:21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu ostro-ostro dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui”.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi orang-orang yang
membenci Islam untuk menuding bahwa hukum Islam merendahkan wanita. Sebab pada dasarnya Islam memandang wanita
sama seperti pria. Keduanya sama-sama
manusia, yang memiliki fitrah tertentu sebagai kekhasan insani yang berbeda
dengan hewan. Dalam hal ini tidak ada
perbedaan diantara keduanya dalam sifat-sifat insaniah. Allah SWT telah mempersiapkan keduanya untuk
terjun ke arena kehidupan sebagai insan.
Dan menjadikan keduanya hidup berdampingan secara sejati.
Allah SWT telah menciptakan potensi (vitalitas) hidup yang
sama bagi keduanya. Potensi hidup yang
diberikan pada pria sama dengan yang diberikan pada wanita berupa kebutuhan
jasmani seperti rasa lapar, haus dan lain-lain. Allah SWT juga menjadikan pada masing-masing pria dan wanita
naluri (ghorizah) antara lain naluri mengagungkan sesuatu ( tadayyun), naluri
mempertahankan diri (baqo’) dan naluri melestarikan jenis (nau’). Selain itu
Allah SWT telah memberikan akal/kekuatan berfikir yang sama bagi pria dan
wanita. Maka akal yang ada pada pria
juga diciptakan pada wanita, karena penciptaan akal ini adalah bagi manusia,
yaitu pria dan wanita.
Hak Asasi Wanita versi Islam
Sebagaimana Allah SWT telah menciptakan potensi hidup dan
akal pada manusia, Dia pun menetapkan hak dan kewajiban bagi manusia. Di saat Allah SWT menetapkan hak dan
kewajiban bagi manusia, di saat itu pula terdapat hak dan kewajiban yang sama
antara pria dan wanita. Tidak ada
perbedaan antara yang satu dengan yang lain.
Karena penetapan itu berkaitan dengan kemaslahatan keduanya sebagai
manusia menurut pandangan Sang Pembuat Syariat (Allah SWT).
Hanya saja disamping Allah SWT menentukan hak dan
kewajiban untuk manusia secara umum, ada pula yang ditujukan untuk salah satu
jenis manusia. Khusus untuk pria dan
khusus untuk wanita. Untuk yang
demikian maka terjadi perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Perbedaan ini semata-mata karena adanya
perbedaan tabiat pada keduanya.
Allah SWT tidak akan membebankan suatu kewajiban diluar tabiat
dan kemampuan seseorang. Terpenuhinya
hak keduanya tergantung pada pelaksanaan kewajiban keduanya. Hak keduanya sebagai rakyat akan terpenuhi
apabila penguasa yang memerintah mereka menjalankan kewajibannya.
1.1.
Pemilikan Individu
Setiap individu baik pria maupun wanita
boleh memiliki harta melalui sebab-sebab pemilikan yang telah dibolehkan oleh
syara'. Sebab yang sudah merupakan fitrah manusia membutuhkan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Oleh
karena itu syara' membolehkan manusia untuk memiliki harta demi pemenuhan
kebutuhannya. Hanya saja syara'
mengatur cara-cara pemilikan harta oleh individu, agar setiap individu dapat
memanfaatkan rizki yang telah disiapkan Allah SWT di bumi ini secara adil, tidak
menimbulkan kerusakan dan kedzoliman pada pihak-pihak tertentu seperti
orang-orang lemah. Kalau manusia dibiarkan, maka akan berlaku hukum rimba
"siapa yang kuat ia yang akan mendapatkan'.
Oleh karena itu kepemilikan individu
ditetapkan oleh syara' kepada individu untuk memiliki (mempunyai hak kuasa
untuk memiliki zat, manfaat dan mengembangkannya) harta melalui jalur tertentu
yang telah ditetapkan oleh syara'.
Berdasarkan kajian terhadap hukum-hukum
syara' yang menetapkan kepemilikan individu terhadap harta, ada lima sebab
kepemilikan individu yaitu :
1.
Bekerja
2.
Waris
3.
Hak hidup (hak
individu yang tidak mampu mendapatkan harta untuk memenuhi kebutuhan pokoknya)
4.
Pemberian daulah
kepada rakyat
5.
Harta yang didapat
secara cuma-cuma seperti :hibah,hadiah,wasiat,diyat.mahar(bagi wanita) dan
harta temuan
1.2.
Pemilikan
Umum
Jenis pemilikan umum yang kedua adalah
pemilikan umum,yang telah ditetapkan oleh Allah SWT menjadi milik bersama kaum
muslimin. Setiap individu boleh memanfaatkannya,tetapi dilarang memilikinya.
Ada tiga macam sumberdaya alam yang termasuk katagori ini, yaitu :
a.
fasilitas umum yang
merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat sehari-hari, dan akan menimbulkan
kesulitan jika tidak ada, misalnya air.
Sabda rasulullah SAW tentang pemilikan
bersama :
" Masyarakat bersyarikat dalam
tiga macam sumber daya alam yaitu air,padang penggembalaan dan api (bahan bakar
seperti kayu,minyak dan lain-lain."(HR. Abu Ubaid)
Bentuk kepemilikan ini tidak terbatas
pada tiga macam sumberdaya tersebut, melainkan mencakup segala sesuatu yang
diperlukan masyarakat. Juga setiap alat yang menhasilkan ketiga macam
sumberdaya tadi, misalnya pompa air, PLTA,tiang-tiang beserta kabelnya dan
lain-lain.
b.
Sumberdaya alam yang
tabiatnya menghalang pemilikan individusecara perorangan seperti laut, sungai,
jalan raya, lapangan masjid,kereta api dan lain-lain.
c.
Bahan tambang yang
tak terbatas baik diperut bumi atau permukaanya, seperti
emas,besi,perak,garam,platina dan lain-lain.
Tidak ada hak istimewa bagi individu
atau suatu perusahaan untuk mengekploitasi,
mengolah serta memonopoli pendistribusian hasil-hasilnya. Barang tambang ini
harus tetap menjadi milikbersama kaum muslimin. Aktivitas eksplorasi dan
eksploitasi dikelola sendiri oleh negara atau dikontrakkan kepada kontraktor.
Produknya dijual atas nama kaum muslimin dan pendapatannya disimpan di baitul
mal.
1.3.
Pemilikan
Negara
Pemilikan negara adalah setiap tanah
atau bangunan yang disana terdapat hak yang menjadi milik bersama seluruh kaum
muslimin akan tetapi tidak termasuk dalam katagori pemilikan umum. Oleh karena
itu pemilikan negara adalah benda/area yang biasanya dapat dimiliki oleh
individu , namun karena dalam benda/area tersebut terdapat hak bersama seluruh
kaum muslimin, maka pengelolaan,pemeliharaan serta pengaturannya diserahkan kepada
daulah atau khalifah. Khalifahlah yang berhak mengatur dan mengelola setiap
sesuatu yang berkaitan dengan hak kaum muslimin secara keseluruhan, seperti
padang pasir,gunung,pantai,tanah mati yang belum digarap dantidak dimiliki
seseorang,departemen,kantor,sekolah dan lain-lain.
Negara
berhak memberikan sebagian dari apa yang dimilikinya , yang pada umumnya boleh
dimiliki oleh individu, baik berupa tanah atau bangunan. Khalifah boleh
memberikan hak penggarapan saja tanpa hak milik atau sekaligus memilikinya.
Dalam hal ini khalifah sebagai kepala negara bebas memutuskan apa saja yang
dianggap penting untuk kaum muslimin.
Dari
penjelasan diatas jelaslah nahwa islam memberikan hak kepada wanita untuk
memiliki harta . dan waris hanyalah salah satu dari sekian sebab pemilikan
harta yang bisa diakses pria maupun wanita. Oleh karena itu sekalipun ada
perbedaan pembagian waris antara wanita dan pria pada posisi tertentu, tidaklah
akan menyebabkan wanita menderita dan kekurangan harta untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sebab pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu dijamin melalui sumber
nafkah dari suami,ayah atau saudara laki-laki dan ahli waris lainnya (baca:
kemiskinan masalah siapa). Bahkan harta wanita yang ia peroleh dari mahar,
waris atau yang lain, tetap menjadi
miliknya sendiri dan ia boleh membelanjakan menurut kehendaknya (sebatas yang
dibolehkan syara'). Sebab wanita tidak wajib menafkahi siapapun termasuk
dirinya.
Dengan demikian darimana alasan
orang-orang yang membenci islam ,untuk mengatakan bahwa perbedaan pembagian
waris dalam islam menjadi penunjang berat beban kemiskinan wanita muslimah.
Sehingga mereka merasa perlu membuat
penafsiran ulang hukum waris dan menyetarakan pembagiannya antar pria dan
wanita. Hukum syara'lkah yang harus disesuaikan dengan keinginan manusia atau
manusia yang harus menyesuaikan keinginannya dengan hukum syara? Kalau begitu,
apa fungsi risalah (Alquran dan sunnah) diturunkan untuk manusia? Bukankah risalah
itu menjadi petunjuk bagi manusia?
Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah
ayat 2:
"Kitab (Al Qur'an) ini, tidak ada
keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa."
2.
Hak
Mendapatkan Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok
bagi seluruh rakyat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Abi
Musa ra, beliau berkata bahwa Nabi saw bersabda:
"Perumpamaan petunjuk dan ilmu,
yang Allah mengutusku untuk menyampaikannya, seperti hujan lebat jatuh ke
bumi. Bumi itu ada yang subur, menghisap
air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumputan yang banyak. Ada pula yang keras, tidak menghisap air
sehingga tergenang. Maka Allah memberi
manfaat dengan dia kepada manusia.
Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak), dan untuk bercocok
tanam (bertani). Dan ada pula hujan
yang jatuh ke bagian lain, yaitu di atas tanah yang menggenangkan air dan tidak
pula menumbuhkan rumput. Begitulah
perumpamaan orang yang belajar agama (Diin).
Yang mau memanfaatkan apa yang aku disuruh Allah untuk menyampaikannya,
dipelajarinya dan diajarkannya. Dan
begitu pula perumpamaan orang-orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil
peduli dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya."
Dalam hadits tersebtu Rasulullah
menyerupakan penerimaan dan penolakan manusia terhadap petunjuk dan ilmu. Seperti penerimaan tanah terhadap air hujan,
ada yang memberi manfaat pada tanah dengan menumbuhkan tanaman dan ada yang
tidak. Air (hujan) merupakan kebutuhan
pokok bagi manusia, demikian pula petunjuk dan ilmu. Kesimpulan ini juga
dikuatkan oleh sabda Nabi saw yang lain:
"Di anatara tanda-tanda kiamat
ialah: Berkurangnya ilmu dan meratanya kebodohan". (HR Bukhari)
Rasulullah saw mengisyaratkan bahwa
hilangnya ilmu merupakan tanda berakhirnya kehidupan dunia. Ini menunjukkan bahwa ilmu merupakan hal
yang sangat penting. Ilmu agama
(tsaqofah Islam) penting untuk mengetahui dan memahami dinul Islam.
Sedangkan ilmu-ilmu yang lain disesuaikan dengan urgensinya bagi
manusia, seperti ilmu kedokteran, berhitung dan lain-lain.
Semua ilmu yang berperan penting bagi
kehidupan manusia wajib dimiliki oleh manusia, baik laki-laki maupun wanita. Sebab wanita dan pria diciptakan untuk terjun
ke dalam kancah kehidupan ini secara bersama-sama menjalani kehidupan
berdasarkan pola hidup ideal yang telah ditetapkan Allah SWT. Tidak ada perbedaan bagi keduanya untuk
terikat dengan pola hidup ideal yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Oleh karena itu tidak ada pula perbedaan
bagi keduanya dalam hal pentingnya menguasai ilmu yang dibutuhkan untuk
mencapai pola hidup ideal demi meraih ridlo-Nya. Keduanya kelak akan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT atas
apa yang dilakukannya di masa hidupnya.
Firman Allah SWT:
"…Tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang dikerjakannya".(QS. Ath Thur:21)
"…Kami pasti akan menanyai mereka
semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu". (QS. Al Hijr:92-93).
Karena keberadaan ilmu bagi setiap
individu muslim merupakan kebutuhan pokok, maka daulah (negara) wajib mencukupi
segala sarana untuk pemenuhan kebutuhan ini secara langsung agar seluruh rakyat
mendapatkan sarana pendidikan yang layak.
Sabda Nabi saw:
"Imam itu adalah pemimpin dan dia
bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya".
Tanggung jawab pemimpin termasuk
mencukupi kebutuhan pokok rakyat. Dan juga merupakan Ijma' Shahabat untuk upah
guru dengan jumlah tertentu yang diambil dari baitul maal, sedangkan harta yang
ada di Baitul Maal adalah milik daulah.
Lebih dari itu Rasulullah saw telah menjadikan tebusan bagi tawanan perang Badar berupa
pengajaran bagi anak-anak kaum muslimin.
Hal ini menunjukkan bahwa yang bertanggung jawab menyediakan tenaga guru
adalah negara.
Demikian pula dengan sarana lain
seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, alat-alat praktek dan
lain-lain yang dibutuhkan umat dalam proses pendidikan agar terlaksana dengan
baik. Ini berdasarkan kaedah syara':
"Segala sesuatu yang menyebabkan
tidak sempurnanya suatu kewajiban kecuali dengannya maka sesuatu itu menjadi
wajib".