Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
7ÁÖ (10¿ù 12ÀÏ~ 15ÀÏ) ±³Á¦
  
                                                                            
 PUTRI SEORANG SAUDAGAR

 Oleh Kemala P. (Bobo No. 33/XXV)

      Konon duluuuu sekali, adalah seorang saudagar yang kaya. Dia mempunyai tiga
 orang putri. Ketiganya berparas cantik. Sulung memiliki tubuh yang ramping. Karena
 itu dia senang sekali memakai baju yang bagus-bagus. Tengah mempunyai kulit yang
 halus lembut. Karena itu dia suka memakai perhiasan yang indah-indah. Sedang si
 Bungsu suaranya sangat merdu. Sifatnya juga lemah lembut. Dia sayang sekali
 kepada ayahnya.

      Suatu hari saudagar itu akan berdagang ke negri seberang. Negeri itu sangat
 jauh letaknya. Harus melewati hutan dan gurun yang tandus. Di sana banyak
 berkeliaran perampok.
      "Nah!" kata saudagar itu kepada ketiga putrinya. "Apa yang kalian inginkan
 untuk oleh-oleh nanti?"
      "Biasa Yah," sahut si Sulung. "Saya ingin sebuah baju yang paling cantik yang
 ada di negri itu."
      "Kalau saya sih minta dibawakan perhiasan yang paling indah yang ada di negri
 itu," seru si Tengah.
 Bungsu hanya diam. Teringat dia akan mimpinya semalam. Dia merasa cemas, takut
 kalau apa yang dimimpikannya itu akan menjadi kenyataan.

                           "Bagaimana Bungsu?" Apa yang kau inginkan?" tanya
                      saudagar itu karena si Bungsu hanya memandangi dirinya
                      saja.
                           "Saya ingin ayah tidak pergi," sahut si Bungsu dengan
                      suara pelan.
                      "Huuuu!" seru si Sulung sebal. "Kalau Ayah tidak pergi
                      bagaimana aku bisa mendapat baju yang cantik!"
                           "Iya, nih. Kamu bagaimana sih!" seru si Tengah tidak
                      kalah kesal. "Kalau Ayah tidak pergi aku kan tidak bisa
 memiliki perhiasan yang indah."
      Saudagar itu menepuk bahu si Bungsu tanda mengerti. "Ayah mengerti
 mengapa kau merasa cemas melepas ayah pergi. Tapi percayalah. Ayah bisa
 menjaga diri."
      Bungsu menundukkan kepalanya. Ingin rasanya dia menceritakan mimpinya.
 Tetapi dia takut ditertawakan. Tentu kedua kakanya akan berkata, "Alaa, mimpi itu
 kan cuma bunga tidur."
      Karena itu setelah ayahnya pergi, Bungsu terus gelisah. Bayangan mimpi itu
 terus mengganggu pikirannya. Setiap kali memikirkan ayahnya air matanya menitik.
 Akhirnya dia mengambil keputusan untuk menyusul ayahnya. Diam-diam dia pergi
 meninggalkan rumahnya.

      Dia berjalan menuju luar kota. Setelah seharian berjalan, dia merasa lelah. Dia
 duduk menyandar di bawah sebatang pohon yang rindang. Pikirannya masih dipenuhi
 oleh bayangan mimpinya.
      "Oooh, seandainya aku menjadi burung, tentu aku bisa lebih cepat menyusul
 Ayah," keluhnya. Tak terasa air mata menetes di pipinya. Angin sepoi-sepoi membuat
 matanya mengantuk. Apalagi badannya sudak capek sekali. Akhirnya dia tertidur
 lelap. Entah berapa lama dia tidur. Ketika sudah bangun dia merasa ada sesuatu
 yang aneh di tubuhnya.. Seluruh badannya telah ditumbuhi bulu-bulu. Tangannya
 berubah menjadi sayap. Dan mulutnya menjadi paruh. Dia tidak bisa lagi berbicara
 seperti semula. Yang keluar dari mulutnya hanyalah suara siulan yang sangat merdu.
      Meskipun begitu Bungsu merasa gembira. Sebab dengan memiliki sayap, kini
 dia bisa lebih cepat menemukan ayahnya. Dia lalu terbang. Makin tinggi. Makin jauh.
 Tapi dia belum juga menemukan ayahnya. Dia sudah merasa putus asa ketika
 tiba-tiba dari kejauhan dia mendengar suara pekik burung gagak. Dia mencoba
 terbang ke arah itu. Dilihatnya segerombolan burung gagak raksasa terbang
 mengelilingi sesuatu benda. Bungsu segera mendekati mereka.

      Astaga! Pekiknya dalam hati. Itu kuda ayahnya. Sepertinya kuda itu sudah mati.
 Berarti ayahnya ada di sekitar tempat itu. Dengan rasa cemas dia memeriksa sekitar
 tempat itu. Akhirnya dia menemukan ayahnya. Tergeletak pingsan di balik
 segerombolan semak. Tubuhnya terluka. Nampaknya ayahnya telah menjadi korban
 perampokan. Mungkin sebelum merampok ayahnya disiksa lebih dulu.
      Menetes air mata Bungsu melihat keadaan ayahnya itu. Teringat dia akan
 mimpinya. Apa yang ditakutkannya telah menjadi kenyataan. Dia harus segera
 mencari pertolongan agar ayahnya bisa diselamatkan.
 Bungsu segera terbang mengelilingi gurun itu. Melihat kalau-kalau ada orang yang
 bisa dimintai pertolongan. Haaa! Ada seorang pemuda gagah yang sedang
 mengendarai kuda. Nampaknya dia bermaksud beristirahat, sebab kini dia
 menghentikan kudanya. Memasang kemah. Menurunkan perbekalan yang dibawanya,
 kemudian memberi kudanya minum dan makan. Nah, sekarang pemuda itu siap
 menikmati makan siangnya.
      Bungsu segera menukik. Menyambar roti yang siap dimasukkan ke mulut
 pemuda itu. Si pemuda mula-mula kaget dengan kejadian tiba-tiba itu. Tetapi
 kemudian dia menjadi heran. Karena burung yang telah menyambar rotinya itu tidak
 segera terbang menjauhinya. Burung itu terbang rendah di hdapannya. Berputar-putar
 seolah ingin ditangkap.
      Pemuda itu menjadi penasaran. Dia berdiri. Mencoba menangkap burung cantik
 yang kelihatan jinak itu. Tetapi si burung mengelak. Terbang menjauh sedikit lalu
 berputar-putar kembali. Pemuda itu terus mengikuti burung itu. Dia penasaran. Tak
 sadar dia telah meninggalkan kemahnya. Kini dilihatnya burung cantik itu hinggap di
 atas sebuah pohon kecil. Si Pemuda mengendap-endap. Mengulurkan tangan, siap
 menangkap si burung. Tetapi tiba-tiba dia terbelalak kaget.

      "Astaga!" serunya tatkala melihat saudagar yang sedang tergeletak pingsan.
 Dia segera mengangkat tubuh saudagar itu. Segera dibawanya ke kemahnya.
 Sementara burung cantik mengikuti dari belakang.
      Setelah berada di kemahnya, saudagar itu dirawatnya dengan baik.
 Luka-lukanya dibersihkan, diberi obat. Pakaiannya yang kotor diganti. Dan ketika
 saudagar itu siuman, dia menjadi heran.
      "Siapa anda?" tanyanya menatap penolongnya.
      "Saya kebetulan sedang lewat. Burung itu yang menunjukkan Bapak kepada
 saya. Rupanya Bapak telah menjadi korban perampok," sahut pemuda itu.
                                 Saudagar mengangguk. "Yaa ... sungguh
                            menyesal saya karena tidak mau mendengar
                            kata-kata anak saya yang bungsu. Padahal dia sudah
                            melarang saya pergi. Akh, dia tentu sangat sedih bila
                            mengetahui keadaan saya sekarang," kata saudagar
                            itu seraya menitikkan air matanya.

                                 Aneh! Tiba-tiba saja si Bungsu berubah kembali
 menjadi seorang putri yang cantik. Dia segera memeluk ayahnya dengan gembira.
 "Ayah! Syukurlah Ayah selamat," katanya.
      "Astaga! Jadi kau yang telah menunjukkan ayah kepada orang itu?" tanya
 saudagar itu. "Mengapa kau bisa menjadi burung?"
 Bungsu segera mengisahkan kejadiannya. Kemudian dia mengucapkan terima kasih
 kepada pemuda yang telah menolong ayahnya. Si Pemuda tersenyum.
      "Saya kagum sekali mendengar bagaimana besarnya kasih sayangmu kepada
 ayahmu. Kebetulan saya melakukan perjalanan ini untuk mencari seorang istri. O, ya.
 Perkenalkan. Saya Pangeran dari negri seberang. Kalau kamu tidak keberatan saya
 ingin melamar kamu menjadi istri saya."
      Begitulah akhirnya, mereka kawin dan hidup berbahagia. Saudagar itu kembali
 pulang ke rumahnya tanpa membawa oleh-oleh bagi kedua putrinya yang lain. Namun
 Bungsu menitipkan sebuah gaun yang cantik dan sepasang perhiasan bagi kedua
 kakaknya.




                                  Mundur satu
                                   halaman !
                                           

                Diambil dari Majalah  Teman Bermain dan Belajar. 


                                                                     
                ?Copyright 1997 Pacific Internet Indonesia. All Right Reserved. 

                                                                            
7ÁÖ Çؼ®
<»óÀÎÀÇ µþ>
¾ÆÁÖ ¿À·¡Àü¿¡  ÇÑ ºÎÀ¯ÇÑ »óÀÎÀÌ ÀÖ¾ú´Ù. ±×¿¡°Ô´Â 3¸íÀÇ µþÀÌ ÀÖ¾ú´Ù. 3¸í ¸ðµÎ ¹Ì¸ð°¡ ¶Ù
¾î³µ´Ù. ù°´Â ´Ã¾ÀÇÑ ¸ö¸Å¸¦ Áö³æ´Ù. ±×·¡¼­ ±×³à´Â ¸ÚÁø ¿ÊÀ» ÀÔ´Â °ÍÀ» ÁÁ¾ÆÇß´Ù. µÑ°
´Â °ö°í, ¼¶¼¼ÇÑ ÇǺθ¦ °¡Á³´Ù. ±×·¡¼­, ¸ÚÁø Àå½ÄÇ°À» ÇÏ´Â °ÍÀ» ÁÁ¾ÆÇÑ´Ù. ¹Ý¸é¿¡ ¸·³»´Â 
¾ÆÁÖ ºÎµå·¯¿î ¸ñ¼Ò¸®¸¦ °¡Á³´Ù. ¼º°Ýµµ À¯¼øÇß´Ù. ¾Æºü¸¦ ¸Å¿ì »ç¶ûÇß´Ù. 

¾î´À³¯, ±× »óÀÎÀº ÀÌ¿ô³ª¶ó·Î Àå»ç¸¦ ÇÏ·¯°¡°Ô µÇ¾ú´Ù. ±× ³ª¶ó´Â ¸Å¿ì ¸Õ °÷¿¡ ÀÖ¾ú´Ù. ½£
°ú Ȳ¹«Áö¸¦ Áö³ª°¡¾ß Çß´Ù. °Å±â¿¡´Â ¸¹Àº ¾àÅ»ÀÚµéÀÌ ¹èȸÇÏ°í ÀÖ´Ù. 
   ¾Öµé¾Æ!  ±× »óÀÎÀº ¼¼ µþµé¿¡°Ô ¸»Çß´Ù.  ³ªÁß¿¡ ³ÊÈñ´Â ¹«½¼ ¼±¹°À» ¹Þ°í ½Í´Ï? 
   ±×³É, Æò¹üÇÑ °Å¿ä ¶ó°í ù°°¡ ´ë´äÇß´Ù. ±×¸®°í,  Àú´Â ±×³É ±× ³ª¶ó¿¡¼­ °¡Àå ¾Æ¸§´Ù  
   ¿î ¿ÊÀÌ¿ä.  
   Àú´Â ±× ³ª¶ó¿¡¼­ °¡Àå ¸ÚÁø Àå½ÄÇ°ÀÌ¿ä. ¶ó°í µÑ°°¡ ¼Ò¸®ÃÆ´Ù. 
 ¸·³»¸¸Àº Á¶¿ëÇß´Ù. ±×³à´Â ºÒÇö µí ¾îÁ¬¹ã ²ÞÀÌ »ý°¢³µ´Ù. ¾îÁ¬¹ã ²ÞÀÌ Çö½ÇÀÌ µÉ±îºÁ ºÒ
¾ÈÇÏ°í, µÎ·Á¿ü´Ù. 

   ¸·³»¾ß! ³Ê´Â? ¹» ¿øÇÏ´Ï?  ¸·³»´Â ±×³É ÃÄ´Ù¸¸ º¸°í Àֱ⿡ ±× »óÀÎÀº ÀÌ·¸°Ô ¹°¾îºÃ´Ù. 
   Àü ¾Æºü°¡ °Å±â °¡Áö¾Ê±â¸¦ ¹Ù·¡¿ä.  õõÈ÷ ¸·³»°¡ ¸»Çß´Ù. 
   ÈÄ~  ºÒÆò½º·´°Ô ù°°¡ ¸»Çß´Ù.  ¾Æºü°¡ °¡Áö ¾ÊÀ¸¸é ¾Æ¸§´Ù¿î ¿ÊÀº ¾î¶»°Ô ¹Þ´Ï! 
   ±×·¡. ³­ ¾î¶»°Ô ÇÏ´Ï?  µÑ°°¡ ³«½ÉÇÏµí ¸»Çß´Ù.  ¾Æºü°¡ °¡Áö ¾ÊÀ¸¸é ¸ÚÁø Àå½ÄÇ°Àº °¡  
   Áú ¼ö ¾øÀݾÆ! 
 ±× »óÀÎÀº ÀÌÇØÇß´Ù´Â µíÀÌ ¸·³»ÀÇ ¾î±ú¸¦ Åö °Çµå·È´Ù.  ¾Æºü°¡ °¡´Âµ¥ ´Ï°¡ ¿Ö µÎ·Á¿òÀ» 
´À³¢´ÂÁö ¾Æºü´Â ÀÌÇØÇß´Ù. ±×·¯³ª, ¹Ï¾î¶ó. ¾Æºü´Â ½º½º·Î º¸È£ÇÒ ¼ö ÀÖ´Ü´Ù. 
 ¸·³»´Â °í°³¸¦ ¼÷¿´´Ù. ²ÞÀ̾߱⸦ ÇÏ°íÇ ½ÉÁ¤À̾ú´Ù. ±×·¯³ª ºñ¿ôÀ½°Å¸®°¡ µÇ´Â °ÍÀÌ µÎ
·Á¿ü´Ù. µÎ ¾ð´Ï´Â  ¾ÆÁ÷µµ ±×·±°É ¹Ï´Â »ç¶÷ÀÖ´Ï? ¶ó°í ¸»ÇÒ °Í°°¾Ò´Ù. 
 ±×·¡¼­, ¾Æºü°¡ ¶°³­ ÈÄ¿¡µµ ¸·³»´Â °è¼Ó ±Ù½É¿¡ ºüÁ®ÀÖ¾ú´Ù. ²ÞÀº °è¼Ó »ý°¢À» ¾îÁö·´°Ô 
Çß´Ù. ¸Å¹ø ¾Æºü°¡ ´«¹°À» È긮´Â °ÍÀÌ »ý°¢µÆ´Ù. °á±¹ ±×³à´Â ¾Æºü¸¦ ÂѾư¡±â·Î °áÁ¤Çß´Ù. 
¸ô·¡ ÁýÀ» ºüÁ® ³ª¿Ô´Ù. 
 ±×³à´Â µµ½Ã¿Ü°ûÀ» ÇâÇØ °É¾ú´Ù. ÇÏ·çÁ¾ÀÏ °É¾ú±â¿¡ ÇÇ°ïÇÔÀ» ´À²¼´Ù. ¿ïâÇÑ ³ª¹« ±×·ç¹Ø
¿¡ ±â´ë¾î ¾É¾Ò´Ù. ¾ÆÁ÷µµ »ý°¢Àº ¿ÂÅë ²Þ»ý°¢À¸·Î °¡µæÇß´Ù. 

  ¿À~³»°¡ »õ°¡ µÈ´Ù¸é, ÈξÀ »¡¸® ¾Æºü¸¦ ÂѾư¥ ¼ö ÀÖÀ»ÅÙµ¥. ¶ó°í ºÒÆòÇß´Ù. »´¿¡ È帣´Â 
´«¹°À» ´À³¥ ¼ö ¾ø¾ú´Ù. »ì»ìºÎ´Â ¹Ù¶÷À¸·Î Á¹À½ÀÌ ¸ô·Á¿Ô´Ù. °Ô´Ù°¡ ±×³àÀÇ ¸öÀº ¸Å¿ì ÁöÃÄ
ÀÖ¾ú´Ù. °á±¹ Æ÷±ÙÈ÷ ÀáÀÌ µé¾ú´Ù. ¾ó¸¶³ª ¿À·¡ Àä´ÂÁö ¸ô¶ú´Ù. ÀϾÀ» ¶§ ¸ö¿¡ ÀÌ»óÇÑ ¹º
°¡°¡ ÀÖ´Â °ÍÀ» ´À²¼´Ù. ¿Â ¸ö¿¡ ÅÐÀÌ ÀÚ¶óÀÖ¾ú´Ù. ¼ÕÀº ³¯°³·Î º¯Çß´Ù. ±×¸®°í ÀÔÀº ºÎ¸®·Î 
º¯Çß´Ù. ¿¹Àüó·³ ´Ù½Ã´Â ¸»ÇÒ ¼ö ¾øÀ» °ÍÀÌ´Ù. ÀÔ¹ÛÀ¸·Î ³ª¿À´Â ¼Ò¸®´Â ´ÜÁö ¸Å¿ì °í¿î »õ
ÀÇ ¿ïÀ½¼Ò¸®¿´´Ù. 
 ±×·¯³ª ¸·³»´Â ÇູÇß´Ù. ³¯°³°¡ ÀÖÀ¸¸é ÈξÀ »¡¸® ¾Æºü¸¦ ¸¸³¯ ¼ö ÀÖÀ» °ÍÀÌ´Ù. ³¯¾Ò´Ù. 
Á¡Á¡ ´õ ³ôÀÌ, Á¡Á¡ ´õ ¸Ö¸®. ±×·¯³ª ¾ÆÁ÷µµ ¾Æºü¸¦ ¸¸³ªÁö ¸øÇß´Ù. °©Àڱ⠸ָ®¼­ ±î¸¶±ÍÀÇ 
¼Ò¸®¸¦ µé¾úÀ» ¶§ Àý¸ÁÀ» ´À²¼´Ù. ±× °÷À¸·Î ³¯¾Æ°¬´Ù. °Å´ëÇÑ ±î¸¶±Í¶¼°¡ ¾î¶² ¹°Ã¼¸¦ ¿¡¿ö
½Î°í ÀÖ´Â °ÍÀÌ º¸¿´´Ù. ¸·³»´Â Á¦»¡¸® ±×µé °¡±îÀÌ¿¡ °¬´Ù. 

 ¼¼»ó¿¡~! ¸¶À½¼ÓÀ¸·Î Àý±ÔÇß´Ù. ±×°ÍÀº ¾ÆºüÀÇ ¸»À̾ú´Ù. ±× ¸»Àº ÀÌ¹Ì Á×Àº °Íó·³ º¸¿´
´Ù. ¾Æºü°¡ ±× ÁÖº¯¿¡ ÀÖ´Ù´Â °ÍÀ» ÀǹÌÇß´Ù. µÎ·Á¿î ¸¶À½À¸·Î ±× ÁÖº¯À» »ìÆñ´Ù. µåµð¾î, ¾Æ
ºü¸¦ ¹ß°ßÇß´Ù. ´ýºÒ ½£µÚ¿¡ ±âÀýÇؼ­ ¾²·¯Á® ÀÖ¾ú´Ù. ¸ö¿¡´Â »óó°¡ ÀÖ¾ú´Ù. ¾Æºü´Â °­µµ¿¡
°Ô ´çÇÑ °Íó·³ º¸¿´´Ù. ¾Æ¸¶µµ ¾Æºü´Â ¾àÅ»´çÇϱâ Àü¿¡ ±¸Å¸¸¦ ´çÇÑ °Í °°¾Ò´Ù. 
 ±×·± ¾ÆºüÀÇ »óŸ¦ º» ¸·³»´Â ´«¹°À» Èê·È´Ù. ºÒÇö µí ²ÞÀÌ »ý°¢³µ´Ù. ¿ì·ÁÇß´ø ÀÏÀÌ Çö½Ç
ÀÌ µÇ¾ú´Ù. ±×³à´Â ¾Æºü°¡ ¾ÈÀüÇϵµ·Ï ½Å¼ÓÈ÷ µµ¿ÍÁÙ »ç¶÷À» ã¾Ò´Ù. 
 ¸·³»´Â »¡¸® µéÆÇÀ» ºùºù µÑ·¯¼­ ³¯¾Ò´Ù. µµ¿òÀ» ¿äûÇÒ ¸¸ÇÑ »ç¶÷ÀÌ ÀÖ³ª »ìÆñ´Ù. ¾Æ! ¸»
ÀÇ °í»ß¸¦ ²ø°í °¡´Â ÇÑ °ÇÀåÇÑ Ã»³âÀÌ º¸¿´´Ù. ±× û³âÀº ¸»À» ¼¼¿ì´Â °É·Î ºÁ¼­ ½¬¾ú´Ù°¥ 
¸ð¾çÀ̾ú´Ù. ÅÙÆ®¸¦ ÃÆ´Ù. °¡Á®¿Â ½Ä·®À» ³»¸° ÈÄ, ¸»¿¡°Ô ¸ÔÀ» °Í°ú ¸¶½Ç °ÍÀ» Áá´Ù. ±×¸®
°í, ±× û³âÀº Àú³á½Ä»ç¸¦ ¸ÔÀ» Áغñ¸¦ ÇÏ°í ÀÖ¾ú´Ù. 
 ¸·³»´Â Á¦»¡¸® ³»·Á°¬´Ù. û³âÀÌ ÀÔ¼ÓÀ¸·Î ³ÖÀ¸·Á´Â »§À» ³¬¾Æë´Ù. óÀ½¿¡ û³âÀº ¼ø½Ä°£
¿¡ ÀϾ ÀÏ¿¡ ±ô¦ ³î¶ú´Ù. ±×·¯³ª ±× ÈÄ ½Å±âÇß´Ù. ¿Ö³ÄÇϸé, »§À» ³¬¾Æä°£ ±× »õ´Â ¸Ö
¸®·Î ³¯¾Æ°¡Áö ¾Ê¾Ò´Ù. ¹Ù·Î ¾Õ¿¡¼­ ³·°Ô ³¯°í ÀÖ¾ú´Ù. ¸¶Ä¡ ÀâÈ÷±æ ¹Ù¶ó´Â °Íó·³ ¸Éµ¹°í 
ÀÖ¾ú´Ù. 
 û³âÀº È­°¡ ³ª±â ½ÃÀÛÇß´Ù. ±×´Â ¼­ ÀÖ¾ú´Ù. À¯¼øÇÏ°Ô º¸ÀÌ´Â ¿¹»Û »õ¸¦ Àâ±â¸¦ ½ÃµµÇß´Ù. 
±×·¯³ª, ±× »õ´Â ÇÇÇß´Ù. Á¶±Ý ¸Ö¸® ³¯¾Æ°¡´õ´Ï ´Ù½Ã µ¹¾Æ¿Í¼­ ¸Éµ¹¾Ò´Ù. û³âÀº °è¼Ó »õ¸¦ 
ÂѾư¬´Ù. ±×´Â ¸Å¿ì È­°¡ ³µ´Ù. Àǽĵµ ¾øÀÌ ÅÙÆ®µµ ³»¹ö·ÁµÎ°í ³ª¿Ô´Ù. ÀÛÀº ³ª¹«¿¡ ¾É¾Æ 
ÀÖ´Â ±× ¿¹»Û »õ°¡ º¸¿´´Ù. û³âÀº Á¶½É½º·´°Ô ´Ù°¡°¬´Ù. ÆÈÀ» »¸¾î »õ¸¦ ÀâÀ» Áغñ¸¦ Çß´Ù. 
±×·¯³ª, ±ô¦ ³î¶ú´Ù. 

  ¼¼»ó¿¡~! ±âÀýÇؼ­ ¾²·¯Á® ÀÖ´Â »óÀÎÀ» º¸°í ¼Ò¸®ÃÆ´Ù. ±×´Â Á¦»¡¸® ±× »óÀÎÀÇ ¸öÀ» ÀÏÀ¸
Ä×´Ù. Á¦»¡¸® ÅÙÆ®·Î ¿Å±â´Â µ¿¾È ±× ¿¹»Û »õµµ µÚ¿¡¼­ ÂѾƿԴÙ. 
 ÅÙÆ®¿¡ ¿Â ÈÄ¿¡, ±× »óÀÎÀ» Á¤¼º½º·´°Ô °£È£Çß´Ù. »óóµéÀ» ±ú²ýÇÏ°Ô ¾Ä°í, ¾àÀ» ¹ß¶óÁá´Ù. 
´õ·¯¿öÁú ¶§¸¶´Ù °¥¾ÆÁá´Ù. ±×¸®°í, ±× »óÀÎÀÌ ÀǽÄÀ» ȸº¹ÇßÀ» ¶§ ³î¶ú´Ù. 
   ´ç½ÅÀº ´©±¸½Ã¿ä? ¶ó°í µµ¿ÍÁØ »ç¶÷À» ¹Ù¶óº¸¸ç ¹°¾ú´Ù. 
   Àú´Â ¿ì¿¬È÷ Áö³ªÃƽÀ´Ï´Ù. Àú »õ°¡ ´ç½ÅÀÌ ÀÖ´Â °÷À» Àú¿¡°Ô ¾Ë·ÁÁá½À´Ï´Ù. ´ç½ÅÀº °­µµ  
   ¸¦ ´çÇÑ °Í °°¾Ò½À´Ï´Ù. ¶ó°í û³âÀÌ ´ë´äÇß´Ù. 
 »óÀÎÀº °í°³¸¦ ²ô´ö¿´´Ù.  ¾Æ~  Á¦ ¸·³» µþÀÇ ¸»À» µèÁö ¾ÊÀº °ÍÀ» Á¤¸»·Î ÈÄȸÇÕ´Ï´Ù. ºñ·Ï 
±× ¾ÆÀÌ°¡ ³¯ ¸·¾ÒÁö¸¸ Àü ¿Ô½À´Ï´Ù. ¾Æ,³ª´Â Áö±Ý ±×°ÍÀ» ±ú´Þ¾Æ¼­ ¸Å¿ì ½½ÇÁ¿À."  ´«¹°À» 
È긮¸ç »óÀÎÀÌ ¸»Çß´Ù. 


½Å±âÇÑ ÀÏ! °©Àڱ⠸·³»´Â ¾Æ¸§´Ù¿î ¿©ÀÚ·Î ´Ù½Ã µ¹¾Æ¿Ô´Ù. ±×³à´Â ÇູÇÔÀ¸·Î ¾Æºü¸¦ ²¸¾È¾Ò´Ù. 
 "¾Æºü, ¾Æºü°¡ ¹«»çÇؼ­ ½Å²² °¨»çÇØ¿ä."¶ó°í ¸»Çß´Ù. 
 "¼¼»ó¿¡! ±×·¡¼­ ´Ï°¡ ÀÌ »ç¶÷¿¡°Ô ³»°¡ ÀÖ´Â °÷À» ¾Ë·È´Ï?"±× »óÀÎÀÌ ¹°¾ú´Ù. "¾î¶»°Ô »õ°¡ 
  µÉ ¼ö ÀÖ¾ú´Ï?"
 ¸·³» µþÀº ¾î¶»°Ô µÈ ÀÏÀÎÁö À̾߱âÇß´Ù. ±× ÈÄ¿¡ ¾Æºü¸¦ µµ¿ÍÁØ ±× û³â¿¡°Ô °¨»çÀÇ Àλ縦 Çß´Ù. 
±× û³âÀº ¹Ì¼Ò¸¦ ¶ç¿ü´Ù. 
   "Àü ´ç½ÅÀÇ ¾Æºü¿¡ ´ëÇÑ ¾öû³­ »ç¶û¿¡ ³î¶ú½À´Ï´Ù. ¿ì¿¬È÷ ±æÀ» Áö³ª´Ù ¾Æ³»¸¦ ã¾Ò½À´Ï´Ù.     
¿À~Àλçµå¸®°Ú½À´Ï´Ù. Àú´Â ÀÌ¿ô³ª¶ó¿¡¼­ ¿Â ¿ÕÀÚÀÔ´Ï´Ù. Á¦ ûȥÀ» °ÅÀýÇϽÃÁö ¾Ê´Â´Ù¸é Á¦ 
¾Æ³»°¡ µÇ¾îÁֽʽÿÀ."  
 °á±¹ ±×µéÀº °áÈ¥Çؼ­ ÇູÇÏ°Ô »ì¾Ò´Ù. ±× »óÀÎÀº ´Ù¸¥ µÎ ¸íÀÇ µþÀÇ ¼±¹°¾øÀÌ ÁýÀ¸·Î µ¹¾Æ¿Ô´Ù. 
¸·³» µþ¿¡°Ô µÎ ¾ð´ÏÀÇ ¾Æ¸§´Ù¿î ¿Ê°ú Àå½ÄÇ°À» ºÎŹÇß´Ù.

1. paras:¿ë¸ð, ¼öÀ§
2. semalam:(I)¾îÁ¬¹ã, (M)¾îÁ¦
3. seharian=sepanjang hari
4. semula:(I)¿¹Àü, (M)´Ù½Ã
5. me-i, me-kan
   ex)dekat:me-i(~°¡±îÀÌ °¡´Ù), me-kan(~°¡±îÀÌ ³õ´Ù)
      temu:me-i(¸¸³ª´Ù), me-kan(¹ß¸í, ¹ß°ßÇÏ´Ù)
6. seraya: ~µ¿½Ã¿¡