Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
11ÁÖ (11¿ù 9ÀÏ~ 12ÀÏ) ±³Á¦
NYAWA YANG PERTAMA  /Disadur oleh Moko (Bobo No. 30/XXV)

      Suatu ketika, penduduk di sekitar Sungai Siene, Perancis, ingin membangun
 sebuah jembatan yang menghubungkan kedua kota yang ada di antara sungai
 tersebut.
      Setelah berhasil mengumpulkan uang dan mendapat seorang arsitek yang
 hebat, jembatan itu pun segera dibangun. Karena terlalu sibuk, arsitek berikut para
 pekerjanya lupa berdoa ketika akan memulai pekerjaannya. Akibatnya, pekerjaan
 mereka banyak mengalami gangguan. Misalnya, ketika kaki jembatan itu mulai
 dibangun, tiba-tiba roboh lalu hanyut ke dalam sungai. Kemudian, batu-batu besar
 yang dijadikan dasar jembatan itu banyak yang hilang. Demikian pula pasir dan
 semennya. Pembuatan jembatan itu akhirnya menjadi terhambat. Para pekerja telah
 membanting tulang berbulan-bulan lamanya. Namun tak nampak sedikit pun hasilnya.
 Begitu mereka mulai membangun, yang dibangun itu runtuh, dan bahan-bahannya
 hilang.
      Tentu saja hal ini membuat sedih arsitek itu serta para pekerjanya. Demikian
 juga penduduk sekitar Sungai Siene, serta walikotanya. Semua sedih!
      "Kalau keadaannya begini terus-menerus, aku tak sanggup membangun
 jembatan ini. Yang sanggup hanya setan!" keluh si Arsitek sambil membanting
 peralatannya. Kemudian ia kembali ke rumahnya dengan langkah lesu.

      Pada pagi harinya, datanglah Pak Walikota ke tempat jembatan yang akan
 dibangun itu. Dengan tekunnya ia mengontrol sekitar tempat itu, untuk mencari
 penyebabnya. Apa yang membuat bangunan jembatan itu runtuh dan runtuh lagi?
 Tiba-tiba ia dikejutkan oleh sapaan dari belakang.
       "Selamat pagi, Pak Walikota?" "Siapakah engkau?" tanya Pak Walikota sambil 
memandangi orang yang menyapanya itu. Tubuhnya tinggi, tegap, berkulit hitam legam.
       "Saya Setan!" jawab orang yang mengaku dirinya setan. "Saya akan menolong 
Bapak! Saya sanggup membangun jembatan itu". "Benarkah katamu?" tanya Walikota
terheran-heran.
      Si Setan mengangguk.
      "Baik, kalau begitu. Kubayar dengan emas atau permata?" tanya Walikota.
      "Tidak. Saya tidak memerlukan emas maupun permata. Saya dapat mengubah
 batu menjadi emas, percikan api menjadi permata".
      "Kalau begitu, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Walikota.
      "Saya menginginkan nyawa makhluk pertama yang melalui jembatan itu," sahut
 si Setan.
      "Untuk apa nyawa itu?" tanya Pak Walikota terheran-heran.
      "Itu urusan saya", sahut si Setan ketus. "Yang penting saya sanggup menolong
 Bapak membangun jembatan itu. Karenanya, mari kita membuat perjanjian ini".
      Pak Walikota segera menyanggupi yang diminta setan itu. Setelah keduanya
 sepakat, si Setan mulai bekerja keras membangun jembatan di atas Sungai Siene.

      Pada hari yang ketujuh, apa yang dijanjikan oleh si Setan menjadi kenyataan.
 Jembatan itu begitu megah. Rakyat berjejalan ingin menyaksikan keindahannya.
 Namun, ketika di antara mereka ada yang akan menyeberangi jembatan itu, Pak
 Walikota segera berteriak, "Jangan injakkan kaki kalian di atas jembatan itu. Bahaya!
 Biarkan aku lewat dulu".
      Mendengar teriakan Pak Walikota ini rakyat terheran-heran. Keheranan mereka
 akhirnya berubah menjadi rasa takut. Setelah diberitahu, bahwa makhluk pertama
 yang melalui jembatan itu akan menjadi korban, dimakan setan. Itulah sebabnya,
 ketika Pak Walikota melangkahkan kakinya dengan tegap menuju jembatan baru itu,
 seluruh rakyatnya memejamkan mata. Mereka tak mau menyaksikan, walikotanya
 disantap setan. Sebaliknya, setan nampak gembira. Sebentar lagi ia akan mendapatkan   
 nyawa Pak Walikota.

      "Memang ini yang kuharapkan", teriak setan itu sambil menghadang Pak
 Walikota dengan mencengkeramkan kuku-kukunya yang runcing. "Makanan yang
 sungguh-sungguh lezat tiada tandingannya", sambungnya sambil memandangi Pak
 Walikota tak berkedip, lidahnya menjulur penuh air liur. Namun, Pak Walikota tak
 memperhatikan ulah setan itu sedikit pun. Ia tetap berjalan tegap menuju ke jembatan
 itu. Tepat di muka jembatan, Pak Walikota berhenti, lalu menggerakkan lengan jasnya
 berkali-kali. Semua yang menyaksikan berdebar-debar.

      "He, Setan! Ini dia nyawa yang pertama yang kau nanti-nantikan!" teriak Pak 
Walikota dengan suara lantang. Bersamaan dengan itu, melompatlah seekor ular
 yang langsung berlari melintasi jembatan yang dibangun setan itu.
      Setan kecewa dibuatnya. Ternyata nyawa makhluk yang pertama kali melalui 
jembatan itu hanya seekor ular, bukan manusia. Maka ia lalu berlari meninggalkan
 jembatan itu dengan rasa malu yang besar sekali.
 Walikota dan rakyatnya mengangkat bendera kemenangan tinggi-tinggi. Kemudian
 berdoa bersama-sama, mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih
 dan Penyayang.
 (Disadur dari cerita rakyat Prancis).                    Mundur satu halaman !


11ÁÖ Çؼ®
<ù ¹ø° ¸ñ¼û>
¾î´À ³¯, ÇÁ¶û½º Siene°­ ÁÖº¯ÀÇ ÁֹεéÀº °­»çÀÌÀÇ µÎ µµ½Ã¸¦ ¿¬°áÇÏ´Â ´Ù¸®¸¦ °Ç¼³Çϱ⸦ 
¿øÇß´Ù. 
ÀÚ±ÝÀ» ¸ðÀ¸°í ½Å¼ÓÈ÷ ´Ù¸®¸¦ °Ç¼³ÇÒ ±²ÀåÇÑ °ÇÃà°¡¸¦ ±¸Çß´Ù. ³Ê¹« ¹Ù»¦±â ¶§¹®¿¡, °ÇÃà°¡
¿Í Àϲ۵éÀº ÀÛ¾÷À» ½ÃÀÛÇÒ ¶§ ±âµµÇÏ´Â °ÍÀ» Àؾú´Ù. °á°úÀûÀ¸·Î, ±×µéÀº ÀÏÇϴµ¥ ¸¹Àº ¾î
·Á¿òÀ» °Þ¾ú´Ù. À̸¦Å׸é, °Ç¼³Çϱ⠽ÃÀÛÇÑ ±× ±³°¢ÀÌ °©Àڱ⠹«³ÊÁ®¼­ °­¿¡ ÈÛ¾µ·È´Ù. ±× 
ÈÄ¿¡µµ, ´Ù¸®ÀÇ ±âÃÊ°¡ µÇ´Â Å« µ¹µéÀÌ ¸¹ÀÌ À¯½ÇµÆ´Ù. ÀÌ¿Í °°ÀÌ ¸ð·¡¿Í ½Ã¸àÆ®µµ ¿ª½Ã À¯
½ÇµÆ´Ù. °á±¹ ´Ù¸®ÀÇ °Ç¼³Àº Áö¿¬µÆ´Ù. Àϲ۵éÀº ¸î ´Þµ¿¾È »ÀºüÁö°Ô ÀÏÇß´Ù. ±×·³¿¡µµ ºÒ±¸
ÇÏ°í ¼º°ú°¡ Á¶±Ýµµ º¸ÀÌÁö ¾Ê¾Ò´Ù. ±×µéÀÌ ´Ù¸®¸¦ °Ç¼³Çϱ⠽ÃÀÛÇϱⰡ ¹«¼·°Ô ¶Ç ¹«³ÊÁ³
°í ÀÚÀçµµ À¯½ÇµÆ´Ù. 
ÀÌ »ç½ÇÀº °ÇÃà°¡ ¹× Àϲ۵éÀ» ½½ÇÁ°Ô ¸¸µé¾ú´Ù. ÀÌó·³ Siene°­ ÁÖº¯ÀÇ ÁֹΠ¹× ½ÃÀåµµ ½½
Æâ´Ù. ¸ðµÎ ½½Æâ´Ù!!
 "¸¸¾à »óȲÀÌ ÀÌ·± ½ÄÀ¸·Î °è¼ÓµÈ´Ù¸é, ³ª´Â ÀÌ ´Ù¸® °Ç¼³ÇÒ ¿ëÀÇ°¡ ¾ø½À´Ï´Ù. ¿ëÀÇ°¡ ÀÖ´Â  
  »ç¶÷Àº ¾Ç¸¶»Ó!" ¿¬Àå µµ±¸¸¦ ±ïÀ¸¸é¼­ °ÇÃà°¡´Â ºÒÆòÇß´Ù. ±× ÈÄ¿¡ ±×´Â ÁöÄ£ °ÉÀ½À¸·Î 
ÁýÀ¸·Î µ¹¾Æ°¬´Ù. 
±× ³¯ ¾Æħ, ½ÃÀåÀº ´Ù¸®°¡ °Ç¼³µÉ ÇöÀåÀ¸·Î °¬´Ù. ±×´Â ¿øÀÎÀ» ã±âÀ§ÇØ ÇöÀåÀ» ºÎÁö·±È÷ 
¼øȸÇß´Ù. µµ´ëü ¹¹°¡ °Ç¼³µÈ ´Ù¸®¸¦ ¹«³Ê¶ß¸®°í ¶Ç ´Ù½Ã ¹«³Ê¶ß·ÈÀ»±î? °©Àڱ⠱״ µÚ¿¡
¼­ µé¸®´Â Àαâô¿¡ ³î¶ú´Ù. 
 "¾È³çÇϼ¼¿ä, ½ÃÀå´Ô?"  "³Í ´©±¸³Ä?" ±× ¸»À» °Ç »ç¶÷À» ÃÄ´Ùº¸¸é¼­ ½ÃÀåÀÌ ¹°¾ú´Ù. Å°´Â 
ÄÇ°í, Æ°Æ°Çß°í, ÇǺδ ¸Å¿ì °ËÀº »öÀ̾ú´Ù.  " ³­ ¾Ç¸¶´Ù!"¶ó°í ÀÚ½ÅÀÌ ¾Ç¸¶ÀÓÀ» ÁÖÀåÇÏ´Â 
»ç¶÷ÀÌ ´ë´äÇß´Ù. " ³ª´Â ´ç½ÅÀ» µµ¿ï °ÍÀÌ´Ù! ³­ ±× ´Ù¸®¸¦ °Ç¼³ÇÒ ¿ëÀÇ°¡ ÀÖ´Ù."  "±× ¸»
ÀÌ »ç½ÇÀÌ¿ä?"³î¶õ ½ÃÀåÀÌ ¹°¾ú´Ù. 
¾Ç¸¶´Â °í°³¸¦ ²ô´ö¿´´Ù. "ÁÁ¾Æ, ±×·¯¸é ³­ ±ÝÀ̳ª º¸¼®À» ÁöºÒÇØ¾ß Çϳª?"½ÃÀåÀÌ ¹°¾ú´Ù. 
"¾Æ´Ï. ³­ ±Ýµµ ÇÊ¿ä¾ø°í º¸¼®µµ ¿øÄ¡¾Ê¼Ò. ³­ µ¹À» ±ÝÀ¸·Î, Æ¢´Â ºÒ²ÉÀ» º¸¼®À¸·Î ¸¸µé ¼ö 
ÀÖ¼Ò."  "±×·¸´Ù¸é, ´ç½ÅÀÌ ³ªÇÑÅ× ¿øÇÏ´Â °ÍÀÌ ¹«¾ùÀÌ¿ä?"¶ó°í ½ÃÀåÀÌ ¹°¾ú´Ù. 
"³­ ±× ´Ù¸®¸¦ Áö³ª°¡´Â ù ¹ø° Á¸ÀçÀÇ ¸ñ¼ûÀ» ¿øÇÏ¿À."¶ó°í ¾Ç¸¶°¡ ´ë´äÇß´Ù. 
"¸ñ¼ûÀº ¿Ö?"³î¶õ ½ÃÀåÀÌ ¹°¾ú´Ù. "±×°Ç ³» ÀÏÀÌ¿ä"¶ó°í ¾Ç¸¶°¡ °í·¡°í·¡ ¼Ò¸®Áö¸£¸ç ¸»Çß
´Ù. "Áß¿äÇÑ °Ç ´ç½ÅÀ» µ½°í, ´Ù¸®¸¦ °Ç¼³ÇÒ ¼ö ÀÖ´Ù´Â °ÍÀÌ¿ä. ±×°Í ¶§¹®¿¡ ³ª¶û °è¾àÀ» ÇÏ
½Ã¿À." ½ÃÀåÀº Á¦»¡¸® ¾Ç¸¶ÀÇ Á¦¾ÈÀ» ¼ö¶ôÇß´Ù. µÑÀÌ µ¿ÀÇÇÑ ÈÄ, ¾Ç¸¶´Â Siene°­¿¡ ´Ù¸®¸¦ 
°Ç¼³ÇÏ´Â °ÍÀ» ¿­½ÉÈ÷ Çß´Ù. 
7ÀÏ° µÇ´Â ³¯, ¾Ç¸¶ÀÇ ¾à¼ÓÀº »ç½ÇÀÌ µÆ´Ù. ±× ´Ù¸®´Â Á¤¸»·Î ¿õÀåÇß´Ù. ÁֹεéÀº Àå°üÀ» 
º¸±âÀ§ÇØ ¸ô·È´Ù. ±×·¯³ª, ±×µé Áß ÇѸíÀÌ ´Ù¸®¸¦ °Ç³Ê·Á ÇÒ ¶§, ½ÃÀåÀº Á¦»¡¸® ¼Ò¸®ÃÆ´Ù. 
"¸ðµÎ ´Ù¸® À§·Î Áö³ª°¡Áö ¸¶½Ã¿À. À§ÇèÇÕ´Ï´Ù!! Á¦°¡ ¸ÕÀú °Ç³Î ¼ö ÀÖ°Ô ÇØÁֽÿÀ."
½ÃÀåÀÇ ¼Ò¸®Ä¡´Â ¼Ò¸®¸¦ µè°í ÁֹεéÀº ¾î¸®µÕÀýÇØÁ³´Ù. ¾î¸®µÕÀýÇÔÀº °á±¹ µÎ·Á¿òÀÌ µÆ´Ù. 
±× ´Ù¸®¸¦ óÀ½ °Ç³Ê´Â »ç¶÷Àº ¾Ç¸¶ÀÇ ¸ÔÀÌ°¡ µÉ²¨¶ó°í ¾Ë·È´Ù.  


1. begitu°¡ ¹®µÎ¿¡ ¿Ã ¶§:~ÇϱⰡ ¹«¼·°Ô
2. membuat+»ç¶÷+Çü¿ë»ç:(»ç¶÷)À» (Çü¿ë»ç)ÇÏ°Ô ¸¸µé´Ù. 
3. ÁÖ¾î+µ¿»ç µµÄ¡½Ã: µ¿»ç+lah
4. jiwa, nyawa °øÅëÁ¡:-wa(Á¤½Å,¿µÈ¥°ú °ü·Ã)
5. serta=dan lagi