Latar Belakang Kesulitan Membaca
Buku Teks Berbahasa Inggris
bagi Mahasiswa Bukan Jurusan Bahasa Inggris
Reading enables a person to be more critical. He can at any time stop and reflect upon what has been or is being read. This encourages more rigorous thinking about a given subject (Bond dan Thinker).
Penulis melihat adanya beberapa latar belakang penting yang seringkali menjadi penyebab timbulnya kesulitan-kesulitan ini. Tulisan ini akan mencoba mengemukakan beberapa latar belakang dimaksud dengan harapan bahwa pada gilirannya nanti akan dapat ditemukan solusi atau jalan keluar, yang setidaknya dapat mengurangi kesulitan para mahasiswa di dalam membaca berbagai macam buku berbahasa Inggris yang berkaitan dengan aneka disiplin ilmu yang berbeda-beda. Untuk selanjutnya dalam tulisan ini, yang dimaksudkan dengan mahasiswa adalah mereka yang menempuh pendidikan pada jurusan-jurusan selain bahasa Inggris.
Mencari solusi terhadap kesulitan membaca ini penting sekali artinya. Kita yakin bahwa membaca adalah kegiatan yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan mahasiswa. Semakin besar kemampuan baca seorang mahasiswa, akan semakin luas wawasan, kretivitas, produktivias dan integritas keilmuan yang dimilikinya.
Mahasiswa sebagai Input yang Berbeda
Mahasiswa merupakan salah satu faktor yang teramat penting. Kita menyadari bahwa mahasiswa yang memasuki jenjang perguruan tinggi berasal dari latar belakang yang sangat berbeda. Sebagai salah satu unsur utama dalam pengajaran, mahasiswa menapakkan kaki di perguruan tinggi dengan kemampuan bahasa Inggris yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Mereka yang menempuh pendidikan di SMU yang dilengkapi dengan sarana, fasilitas, SDM serta metode yang memadai cenderung mempunyai penguasaan baca yang lebih baik.
Motivasi yang melatarbelakangi mahasiswa ini pun tampaknya beragam. Ada yang ketika belajar bahasa Inggris di SMU menyadari sungguh-sungguh eratnya keterkaitan penguasaan baca dengan pengembangan ilmu. Tidak jarang pula mereka yang melihat bahasa Inggris sebagai mata ajaran yang sulit dan cenderung kemudian menjauhinya. Ada pula kelompok yang kurang arif untuk menyadari bahwa sekalipun mereka akan menekuni disiplin ilmu di luar bahasa Inggris mereka tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan membaca buku-buku berbahasa Inggris dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu ini. Yang sangat sulit dipahami adalah pandangan bahwa bahasa Inggris bukan bahasa kita dan menyelesaikan studi di perguruan tinggi dapat dilakukan tanpa harus membaca buku-buku berbahasa Inggris. Singkatnya, mahasiswa sebagai salah satu elemen utama dalam pengajaran merupakan salah satu latar belakang berhasil atau tidaknya kegiatan membaca buku teks di perguruan tinggi.
Dengan mengedepankan membaca sebagai sasaran penguasaan barangkali tidak terlalu banyak lagi latihan-latihan tata bahasa yang harus diberikan. Menghafalkan atau membuat dialog-dialog bisa dihilangkan. Penggunaan medium of instruction juga tidak perlu dalam bahasa Inggris. Dengan demikian, potensi pengajaran dapat sepenuhnya diarahkan pada:
Kita tahu bahwa hampir semua sekolah memberikan pelajaran-pelajaran tambahan dengan memungut biaya yang relatif sangat rendah. Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang diharapkan sekolah dapat membawa para siswanya untuk memenuhi kebutuhan di atas. Kursus-kursus di luar sekolah pun tersebar di mana-mana. Diharapkan para siswa juga dapat memanfaatkan keberadaannya.
Tidak diragukan lagi bahwa skala prioritas sudah saatnya dilakukan. Dengan melakukan prioritas terhadap mata ajaran yang paling penting, cukup, dan tidak terlalu penting, alokasi waktu yang lebih besar dapat diberikan pada bidang-bidang penting termasuk Bahasa Inggris.
Kita tahu bahwa alokasi waktu mata ajaran Bahasa Inggris yang diperoleh para murid di SLTP dan SMU tidak memadai. Kondisi ini pun, sebagaimana disinggung di atas, tidak sepenuhnya dimanfaatkan sekolah untuk kegiatan dan latihan membaca. Dengan memberikan alokasi waktu yang lebih besar pada mata ajaran Bahasa Inggris, diharapkan para siswa akan memperoleh kesempatan berlatih membaca yang sebesar-besarnya sebelum mereka meninggalkan SMU dan memasuki dunia perguruan tiggi.
Sebagian orang berpendapat di perguruan tinggilah seharusnya para siswa ini mendapat latihan membaca yang baik. Dengan sistem kredit semester (SKS) yang berlaku saat ini--dimana mata kuliah Bahasa Inggris rata-rata hanya mendapat porsi 1 x 2 SKS (1 semester/ 100 menit per minggu)--tidaklah mungkin melakukan hal ini.
Maka, jelaslah bahwa usaha dan potensi untuk memperbaiki keadaan ini harus dilakukan si tingkat SLTP dan SMU. Para siswa yang memasuki jenjang perguruan tinggi diharapkan sesudah terbekali dengan kemampuan baca yang baik, lebih siap mengantarkan mereka ke arah pengembangan disiplin ilmu yang diminatinya.
Sejak berada di pendidikan menengah, seyogianya para siswa sudah diperkenalkan dengan wacana yang pokok bahasannya mempunyai kaitan dengan studi mereka kelak. Bidang-bidang yang mengarah (walaupun masih pada tingkat mula) pada dunia kesehatan, teknik, hukum, dan sebagainya, perlu kiranya mendapat perhatian saksama.
Pada umumnya sejak berada di bangku SLTP para siswa sudah menyimpan angan-angan kelak akan menjadi apa. Pemilihan bahan/topik bacaan yang dapat memenuhi angan-angan ini secara umum, akan sangat besar peranannya di dalam membangkitkan minat dan usaha para siswa unuk lebih menguasai apa yang mereka baca.
Tulisan singkat ini berkesimpulan kiranya perlu diambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi kendala yang ada serta meningkatkan kemampuan baca para mahasiswa. Arah atau tujuan pembelajaran perlu diluruskan, terutama menuju suatu arah yang jelas yaitu melatih dan mengembangkan kemampuan membaca buku teks berbahasa Inggris dengan lebih baik. Potensi yang ada hendaknya dikerahkan pada tujuan yang pasti, dengan keyakinan bahwa mencapai satu target yang jelas akan lebih bermanfaat daripada mencoba menguasai beberapa tujuan yang sulit dicapai.
Hughes, J.B. 1968. Linguistics and Language Teaching. New York: Random House.
Kistono, A.R. dan S.L. Widodo. 1990. Kompetensi Komunikatif Bahasa Inggris. Klaten: PT Intan Pariwara.
Lado, R. dan C.C. Fries. 1975. English Pattern Practice. Ann Arbor: The university of Michigan Press.
Palmer, F.R. 1983. Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Pendahuluan
Kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa sejauh ini pengajaran Bahasa Inggris di sekolah menengah pertama dan atas belum--kalau tidak hendak dikatakan tidak--mencapai sasaran yang diharapkan. Salah satu indikator yang paling jelas adalah kendala yang dihadapi oleh para mahasiswa bukan jurusan bahasa Inggris dalam membaca buku teks di berbagai macam jurusan yang sedang mereka tekuni.Latar Belakang Kesulitan Membaca
Metode
Didalam pengajaran bahasa Inggris memang dikenal banyak macam metode. Beberapa metode seperti direct method, functional method, grammar translation method pernah populer. Belakangan ini dikenal orang metode yang disebut Communicative Method yang dianggap lebih tepat untuk dipakai. Penulis beranggapan bahwa pola pengajaran bahasa Inggris yang diterapkan di SMU saat ini tidak terarah pada pelatihan penguasaan baca. Di SMU, pada umumnya latihan-latihan terpusat pada pekerjaan menyelesaikan soal-soal tata bahasa, menghafalkan dan membuat dialog-dialog singkat, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dengan menggunakan bahasa Inggris. Barangkali sudah saatnya kita pertanyakan kembali hal berikut.
Kalau yang paling diperlukan oleh mahasiswa adalah kemampuan baca, mengapa potensi tidak kita arahkan ke sana saja? Jujur kita akui bahwa sedikit sekali lulusan SMU yang menguasai keempat keterampilan berbahasa dengan baik. Jika demikian kenyataan yang ada, mengapa tidak kita jadikan saja keterampilan membaca sebagai tujuan penguasaan?
Penulis menyadari bahwa pendapat ini akan mengundang pertanyaan: bagaimana dengan keterampilan bahasa yang lain seperti keterampilan wicara dan menyimak.Alokasi Waktu
Gagasan pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, untuk mengkaji kembali kurikulum pada pendidikan dasar dan menengah patut mendapat dukungan. Tanpa mengecilkan arti beberapa mata ajaran di sekolah-sekolah ini, kita melihat bahwa SD hingga SMU terlalu sarat membebani para murid dengan pelajaran-pelajaran yang barangkali tidak terlalu banyak kaitannya dengan perkembangan studi mereka di perguruan tinggi, lebih-lebih lagi dengan area tempat mereka kelak terjun di masyarakat.Bahan Ajar
Bahan ajar yang diberikan di SLTP dan SMU sudah barang tentu erat kaitannya dengan kemampuan baca para mahasiswa di perguruan tinggi. Yang kita lihat sejauh ini adalah bahwa bacaan-bacaan pada buku pegangan bahasa Inggris di SLTP dan SMU pada umumnya masih bersifat sangat umum. Ambillah contoh bacaan yang membahas kegiatan siswa sehari-hari. Hal ini sudah barang tentu kurang terkait dengan bidang-bidang yang nantinya ditekuni para mahasiswa di perguruan tinggi.Simpulan
Mengamati kemampuan membaca buku teks berbahasa Inggris di perguruan tinggi, kiranya kita perlu menengok ke belakang dan melakukan analisis terhadap proses pembelajaran bahasa Inggris di SLTP dan SMU selama ini. Beberapa latar belakang yang menyebabkan kurang memadainya kemampuan membaca ini antara lain menyangkut para mahasiswa sendiri, metode pengajaran, alokasi waktu yang tersedia serta bahan ajar yang dipakai selama ini.Daftar Pustaka
Bond, L.G. dan M.A. Thinker. 1991. Reading Difficulties: Their Diagnosis and Correction. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc.