Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

Bab I

MENGENAL MANUSIA

 

                                                                        

                                                                   From Shohib.

 

Manusia sesungguhnya terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu : Jasad, Jiwa dan Ruh.

 

Dalam buku Ihya Ulumuddiin, Imam Al Ghazaly mengatakan bahwa ulama yang masyhur saat itu, sedikit sekali yang mengerti perbedaan antara Jiwa dan Ruh. Itu pada zaman Imam Al Ghazaly (450 – 505 H). Apatah lagi sekarang?

 

JASAD

 

Jasad adalah anggota tubuh dari manusia. Seperti ; tangan, kaki, mata, mulut, hidung, telinga, dan lain-lainnya. Bentuk dan keberadaannya dapat diindera oleh manusia. Hewanpun dapat menginderanya.

 

Dari jasad inilah, timbulnya “penyakit” yang disebut syahwat. Seperti yang disebutkan dalam Al Qur'an :

 

"Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada syahwat, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik". [QS Ali Imran (3) : 14]

 

 

JIWA (AN-NAFS)

 

Ada sebuah hadits Rasulullah SAW (bagi sebagian ulama dikatakan sebagai kata-kata hikmah) yang mengatakan “Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu”. Yang diartikan barangsiapa mengenal dirinya (Nafsahu) akan mengenal tuhannya.

 

An-Nafs dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi diri atau jiwa. Hal ini berbeda dengan ruh, yang dalam bahasa Arab (Al Qur’an) dibahasakan dengan Ar-Ruh.

 

Hakikat dari diri manusia inilah sesungguhnya yang dikenal dengan sebutan Jiwa muthmainnah, yang apabila dikenal maka akan dikenalah Allah.

 

"Hai jiwa yang tenang (jiwa muthmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu, merasa senang (kepada Tuhan) dan (Tuhan) merasa senang kepadanya". [QS Al Fajr (89) : 27-28]

 

Jiwa muthmainnah juga mempunyai “penyakit” yaitu jiwa-jiwa yang banyak jumlahnya yang disebut jiwa hawa (hawa nafsu).

 

Jiwa-jiwa yang banyak inilah yang menjadi “penyakit” bagi hati sehingga mengarahkan manusia kepada sifat-sifat tercela. Yang akan menyesatkan dan menjauh dari Allah. Inilah yang oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas sebagai berikut:

 

"Musuhmu yang terbesar adalah nafsumu yang berada diantara kedua lambungmu".

 

"Dan aku tidaklah membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh kepada yang buruk". [QS Yusuf (12) : 53]

 

"... dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah...". [QS Shaad (38) : 26]

 

Imam Ja’far Ash Shiddiq seperti dikutip dalam buku Tao of Islam (Mizan, 1996), mengklasifikasi hawa nafsu (prajurit kebodohan) ini menjadi 75 jenis, yaitu :

 

Prajurit Kebodohan

Prajurit Akal

jahat (wazir kebodohan)

kekafiran

penyangkalan

keputusasaan

ketidakadilan

kemarahan

tidak bersyukur

kecil hati

keserakahan

kekejaman

kemurkaan

kebodohan

kepandiran

tak kenal malu

kerinduan

pelanggaran batas

kelancangan

Baik (wazir akal)

Iman

Pengakuan

Harapan

Keadilan

Kepuasan

Rasa syukur

Hasrat

Kepercayaan

Pengampunan

Belas kasih

Pengetahuan

Pemahaman

Kesopanan

Penolakan

Kehalusan

Penghormatan

Prajurit Kebodohan

Prajurit Akal

Kesombongan

ketergesa-gesaan

kedunguan

omong kosong

kecongkakan

keraguan

kegelisahan

dendam

kemiskinan

pengunduran diri

upaya melupakan

pemutusan hubungan

keserakahan

penarikan diri

permusuhan

pengkhianatan

keingkaran

kekasaran

perudungan

kebencian

kebohongan

kepalsuan

curang

zina

ketumpulan pikiran

sifat membuka

penipuan

pengungkapan

kelalaian

berbuka

pengelakan

pelanggaran janji

fitnah

tidak patuh

manis mulut

ditolak

pameran

pernyataan

kegairahan

Kerendahan hati

Ketenangan

Kepandaian

keheningan

kepasrahan

penyerahan

kesabaran

maaf

kekayaan

ingatan

upaya mengingat

keakraban

kepuasan hati

berbagi perasaan

persahabatan

kesetaiaan

kepatuhan

kelembutan

keselamatan

cinta

kejujuran

kebenaran

bisa dipercaya

kesucian

ketajaman pikiran

penyelubungan yang baik

keterusterangan

penyembunyian

shalat

puasa

perjuangan

hajj

menjaga perkataan

cinta dan baik pada orang tua

realitas

diterima

penutupan

penjagaan

keadilan

Prajurit Kebodohan

Prajurit Akal

Penghalang

Kejorokan

tak sopan

melampaui batas

kesusahan

kesulitan

kemusnahan

berlebihan

perubahan pikiran

kesembronoan

kesengsaraan

keras kepala

penipuan diri

ketidakpedulian

penghinaan

kelambanan

kesedihan

keterpisahan

kekikiran

penunjang

kebersihan

malu

langsung ke tujuan

kenyamanan

kemudahan

karunia

ketepatan

kebijaksanaan

kesungguhan

kebahagiaan

taubat

permintaan maaf

kehati-hatian

permohonan

keaktivan

kegembiraan

kedekatan

kedermawanan

 

Tabel 1. Hawa Nafsu (Tentara Kebodohan)

 

 

RUH (AR-RUH)

 

Dalam Al Qur’an Ruh dibahasakan sebagai Ar-Ruh adalah pemberi nyawa bagi jasad dan pemberi energi bagi jiwa.

 

Dalam Al Qur’an kata Ruh dipergunakan kepada 3 (tiga) jenis hal, yang masing-masing merujuk kepada arti yang berbeda.

 

1.      Nafakh Ruh

 

Penggunaan kata pertama adalah Nafakh Ruh, yang berarti nyawa atau sukma bagi tubuh manusia.

 

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. [QS. As-Sajdah (32) : 9]

 

Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya". [QS. Shaad (38) : 72]

 

 

2.      Ruhul Amin

 

Penggunaan kata kedua, adalah Ruhul Amin menunjuk kepada penyebutan lain untuk Malaikat Jibril.

 

Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. [QS. Asy-Syu’araa’ (26) : 192-194]

 

 

3.      Ruhul Qudus

 

Penggunaan kata ketiga adalah Ruhul Qudus atau Ruh Suci, yang merupakan rasulan min anfusihim (Rasul dari diri setiap manusia) yang baru hadir menyala apabila jiwa muthmainnahnya telah sempurna.

 

Katakanlah: "Ruhul Qudus menurunkan al-Qur'an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". [QS. An-Nahl (16) : 102]

 

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari diri mereka sendiri (ruhul qudus), yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [QS. Ali Imran (3) : 164]

 

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari dirimu sendiri (ruhul qudus), berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. [QS. At-Taubah (9) : 128]

 

… dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mu'jizat) kepada 'Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus...  [QS. Al Baqarah (2) : 87] Lihat QS. 2 : 253; 5:110.

 

Apabila Ruhul Qudus telah menyala, maka jadilah hatinya rumah Allah Ta'ala (bait Allah Ta'ala). Maka orang-orang seperti ini disebut Ahli Al Bait.

 

Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku dalam keadaan yang sudah tua pula Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata; "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahli Al Bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah". Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. [QS. Huud (11) : 72-74]

 

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahli Al Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. [QS. Al Ahzab (33) : 33]

 

Ruhul Qudus adalah realitas (tajalli) Allah Ta'ala dalam diri manusia. Allah Ta'ala adalah cahaya langit dan bumi. Dan Ruhul Qudus adalah sumber cahaya yang ada dalam hati (kaca) yang digambarkan sebagai pelita (misbah)

 

Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang memantulkan cahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS. An-Nuur (24) : 35]

 

 

 

Hati (Qalbi)

 

Hati itu terdapat 2 (dua) jenis :

 

1.      Hati Jasmaniyah

 

Bentuknya seperti buah shaunaubar. Untuk itu sering disebut sebagai hati sanubari. Hewan memilikinya, bahkan orang yang telah matipun memilikinya. Hati ini yang dalam ilmu kedokteran disebut hepar. Kelenjar terbesar dalam tubuh manusia berfungsi sebagai penyaring zat-zat makanan untuk metabolisme tubuh.

 

2.      Hati Ruhaniyyah,

 

Hati inilah yang merasa, mengerti, dan mengetahui. Disebut pula hati latifah (yang halus) atau hati robbaniyyah. Hati inilah yang dapat mengenal dan merangkul Zat-Allah (hadits Qudsi), yang menjadi baitullah apabila Ruhul Qudus telah menyala.

 

Hati ruhaniyah ini tidak berbentuk seperti buah shaunaubar. Tetapi ia seperti jasad yang halus, apabila kita berkata tentang jiwa, hati ruhaniyah inilah jiwa itu sendiri.

 

Ia berbentuk seperti jasad manusia, memiliki mata, telinga, mulut, akal, dsb, namun halus dan tidak terindera oleh organ tubuh lahiriyah.

 

Dalam buku ini, apabila dikatakan hati (qalbi), hal tersebut menunjuk hati ruhaniyah, bukan hati jasamaniyah.

 

 


 


Gambar 1. Hubungan Hati Jasmaniyah, Hati Ruhaniyah & Jiwa

 

Antara hati ruhaniyah dan jiwa, seperti dua sisi mata uang logam. Satu hal yang secara hakikat sama, namun akan menjadi seakan berbeda sesuai perspektif pandang dan tinjauannya.

 

 

Hawa Nafsu & Syahwat

 

Hawa nafsu dan syahwat sama-sama menjadi “penyakit” bagi hati.

 

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya... [QS. Al Baqarah (2) : 10]

 

Hawa nafsu dan syahwat bukanlah dibunuh atau dihilangkan dalam diri kita. Tetapi hawa nafsu dan syahwat dikendalikan, dikontrol atau digembalakan.

 

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). [QS. An-Naaziaat (79) : 41]

 

Syahwat dan hawa nafsu menjadi ternak yang harus digembalakan oleh jiwanya (Jiwa Muthmainnah). Untuk itulah para Nabi dikatakan sebagai para penggembala ternak. Karena para Nabi adalah orang-orang yang dengan rahmat Allah dapat secara baik menggembalakan syahwat dan hawa nafsunya dalam pengawasan jiwa muthmainnah.

Seorang manusia yang dalam aktivitasnya merelakan dirinya untuk diatur oleh syahwat dan hawa nafsunya, maka ia melakukan dosa. Dosa-dosa inilah yang menodai hati, atau dengan bahasa lain jiwa muthmainnahnya  diselubungi oleh “penyakit” syahwat dan hawa nafsu.

 


 

 


Gambar 2. Pengotoran Jiwa

 

Semakian banyak noda dosa, berarti semakin tebal selubung syahwat dan hawa nafsunya. Sehingga menyebabkan hati semakin gelap atau jiwa muthmainnahnya semakin tertutup. Sejak kecil, kita sudah mulai melakukan kesalahan dan dosa akibat menyediakan diri untuk diatur oleh hawa nafsu dan syahwatnya. Entah sudah seberapa tebal dan kerasnya noda-noda tersebut terhimpun menutupi hati. Sehingga kebanyakan manusia terdinding (terhijab) antara dirinya dengan Allah.

 

Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. [QS. Yaasiin (36) : 9]

 

… dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. [QS. Al Anfaal (8) : 24]