Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Assalamu'alaikum wr.wb.

Dengan Menyebut Asma Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

DASAR KEPIMPINAN, DIRI DAN UMMAH

"Hai Dawud !!! sesungguhnya Kami menjadikan kamu (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsumu, karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan." (QS Sad 38:36)

Cuplikan firman Allah di atas telah membangkitkan alam
bawah sadar saya dari keterlenaan. Disusul dengan rentetan per-
tanyaan yang tiba-tiba saja menggelayuti pikiran saya. Siapa
saya? Siapa memimpin diri saya? Siapakah orang- orang tertang-
gung atas saya? Adakah selama ini keputusan saya terpolusi
oleh tuntutan hawa nafsu saya? dan puluhan pertanyaan yang
membuat saya tak sadar dan jatuh tertidur.

Banyak sebetulnya kejadian-kejadian yang sering bisa kita
persoalkan, yang berkaitan dengan kemampuan kita menyuruh diri
kita, dan menyuruh tubuh kita untuk mengerjakan sesuatu. Inilah
salah satu contoh kepemimpinan diri kita atas nafsu kita.
Seorang bijak berkata: "Setiap musuh yang anda perlakukan dengan
sopan akan menjadi kawan, kecuali nafsu, yang akan makin
melawan." Nafsu itu ibarat bocah, kalau engkau turuti, Ia tumbuh
terus menerus. Kalau kau sapih, ia lepas. (Al-Busiri, Qasidah
Burdah).

Seusai perang Badar, dimana pasukan Islam berjaya dengan
gemilang, Nabi bersabda:"Kita pulang dari perang yang lebih kecil
untuk perang yang lebih besar." Sahabat saling berpandangan,
bukankah perang yang baru berlangsung itu perang besar? Salah
seorang sahabat bertanya:"Apa perang yang lebih besar itu ya
Rasulullah?" Jawab beliau:" Perang melawan hawa nafsu".

Betapa bahayanya memperturutkan hawa nafsu yang buruk,
sudah banyak kita lihat dalam dunia yang makin "kering" ini.
Kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu ini hanya bisa di-
lakukan dari dalam diri tiap individu. Orang lain, tidak akan
mampu untuk mengendalikan anda yang tengah digoyang nafsu. Ini-
lah, kesuksesan hidup ini terletak dari kemampuan mengendalikan
hawa nafsu, yaitu kemampuan kita mengkoordinasikan tubuh, pikiran
dan niat kita agar nafsu yang telah di anugrahkan Allah kepada
kita ini akan tersalur pada jalan yang benar. Inilah kepemim-
pinan diri kita atas diri sendiri. Rasulullah bersabda: "Setiap
kamu adalah penggembala, dan setiap penggembala bertanggung
jawab atas apa yang digembalakan."

Di sini kita melihat bahwa semuanya tiada terkecuali ada-
lah penggembala atas diri kita sendiri. Dan sudah barang tentu,
kita bertanggung jawab atas apa yang telah kita kerjakan den-
gan tubuh kita.

Saya sengaja meletakkan kepemimpinan akan diri sendiri
sebagai basis dari segala bentuk kepemimpinan. "Self discipline"
adalah yang paling berat. Sebab ini berkaitan dengan diri sendi-
ri dan dengan Allah. Tak ada orang lain yang terlibat didalam-
nya. Lain halnya dengan kepemimpinan umat, dimana kita akan
bisa mendapat koreksi dari orang lain sekiranya kita berbuat sa-
lah. Dalam kepemimpinan pribadi, kita mudah membuat "self ex-
cuse" kalau kita berbuat salah (menurut pikiran kita). Dan ka-
dang pula kita nekat, melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan suara hati nurani. Jadi, seandainya ada pertentangan ba-
tin dalam diri kita, itu pertanda ada hal yang tidak beres dengan
diri kita. Untuk mengatasi dan mendidik self discipline ini,
diperlukan latihan yang cukup panjang dan teratur.

Setelah kita memahami seluk beluk kepemimpinan untuk diri
sendiri, marilah kita sekarang beranjak kepada kepemimpinan um-
mat. Seorang pemimpin ummat diharapkan mampu menjadi panutan bagi
orang yang dipimpinnya baik di dalam organisasi maupun diluar or-
ganisasi. Seorang pemimpin hakekatnya adalah kaki tangan dari
orang yang dipimpinnya. Prinsip yang ditanamkan Rasulullah: "the
leader of the nation is their servant" (sunan al Daylami dan
sunan al Tabrani) harus ditanamkan kuat pada diri masing masing
ummat. Sehingga, pada saat kita diberi amanah untuk menjadi pem-
impin ummat, kita tidak bertingkah sebagai "pejabat" yang selalu
meminta fasilitas dari orang yang kita pimpin.

Tatkala Abu Bakar RA dilantik menjadi khalifah, maka
beliau menyampaikan dalam pidato pelantikannya:

Wahai ummat manusia, aku telah diangkat menjadi khalifah, padahal
aku tidaklah lebih baik dari tuan-tuan. Kalau aku berbuat baik
maka bantulah aku, dan kalau aku menyeleweng luruskanlah jalanku!
Kebenaran adalah amanah, dan kedustaan adalah khianat. Orang
yang tertindas diantara kamu, adalah kuat dalam pandanganku, seh-
ingga akan kuserahkan kepadanya haknya. Dan orang perkasa dian-
tara kamu, adalah kuanggap lemah sehingga aku akan mengambil hak
daripadanya insya Allah. Janganlah tuan- tuan meninggalkan
jihad, sebab Allah menimpakan kehinaan kepada kaum yang tidak
berjihad. Taatilah aku selama aku tetap mentaati Allah, aku ti-
dak usah kamu taati lagi. Tunaikanlah shalat semoga Allah akan
memberi rahmat kepadamu!

Inilah garis-garis kebijaksanaan seorang pemimpin didikan
madrasah Rasulullah saw. Dengan tegas dan lugas telah menyatakan
hak-hak rakyat dan tekadnya untuk senantiasa berada di atas
kebenaran. Sejak awal sudah dimintanya agar rakyat bersikap
kritis terhadap jalannya pemerintahan. Apa yang diucapkannya itu
bukanlah sekedar pemanis bibir. Akan tetapi semuanya dibuktikan
dengan nyata. Sebagai kepala negara, Abu Bakar semestinya berhak
untuk mendapatkan nafkah atas keluarganya dari Baitul Mal. Namun
selama enam bulan hak itu tidak diambilnya. Sehingga beliau
menggunakan separuh harinya untuk berdagang, usahanya sebelum
menjabat khalifah.

Setelah enam bulan terasakan oleh Abu Bakar tidaklah cuk-
up apabila waktunya dipakai mengurusi pemerintahan sekaligus ber-
dagang. Semestinya waktunya hanya dipakai untuk memimpin ummat.
Dari hasil musyawarah akhirnya ditetapkan gaji sebanyak 600 dir-
ham setahun, sekedar cukup untuk ongkos hidupnya sendiri dan
keluarganya.

Demikian bertaqwanya Abu Bakar, sekalipun telah diberikan
nafkah kepadanya dari harta negara dengan cara sah oleh rakyat,
namun beliau berpesan kepada ahli keluarganya, agar jumlah gaji
yang telah diambilnya itu dibayar kembali dengan sisa kekayaannya
sebagai hutang, setelah beliau wafat nanti.

Dengan kata-kata yang terputus-putus disaat ambang wafat-
nya beliau berpesan kepada 'Aisyah ra.

Sesungguhnya kami semenjak diangkat menjadi khalifah, tidak per-
nah kami ambil barang sedinar atau sedirhampun harta kaum musli-
min tetapi kami telah memakai kain kasar mereka dan telah memakan
makanan tumbuk kasar mereka. Kini tidak ada lagi sisa harta fa'i
padaku, kecuali seorang budak ini, seekor unta ini dan sebatang
sayur qatiyah ini. Kalau nanti aku telah meninggal, wahai
sebagai pembayar hutangku. Khalifah Umar menerima harta
peninggalan Abu Bakar sebagai penebus gaji 14 bulan dengan cucu-
ran air mata haru. Katanya, "Semoga Allah memberi rahmat kepada
Abu Bakar. Sesungguhnya almarhum telah membuat penggantinya men-
jadi letih".

Alangkah bahagianya ummat manusia ini apabila pribadi-
pribadi seperti Abu Bakar ini tampil menjadi pemimpin. Kedamaian
dan ketentraman akan terwujud. Kedholiman dan ketidakadilan akan
lenyap.

Seorang pemimpin ummat mempunyai beban tanggung jawab
yang besar, sehingga beberapa persyaratan harus dipenuhi seperti
ketaqwaan kepada Allah, kepahaman kepada syareat Allah, keadilan,
kemampuan dan kecakapan serta kondisi jasmani dan rohani yang
memungkinkan.

Beratnya kewajiban ini seimbang dengan besarnya hak
seorang pemimpin terhadap yang dipimpinnya. Adalah menjadi
kewajiban bagi seseorang yang dipimpin untuk taat kepada pimpi-
nannya, yang mana ini adalah hak seorang pemimpin. Sebagaimana
Rasulullah telah bersabda:

"Siapa yang taat padaku, berarti taat kepada Allah, dan siapa
yang melanggar padaku berati melanggar kepada Allah. Dan siapa
yang taat kepada pimpinannya berati taat padaku, dan siapa yang
maksiat kepada pimpinannya berarti maksiat kepadaku." (HR Bukhari
Muslim)

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu ber-
lainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Al-
lah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya." (QS An Nisaa'(4) :59)

"Seorang muslim wajib mendengar dan taat kepada pemimpin, dalam
apa yang disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah
maksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat" (HR. Bu-
khari, Muslim)

Pelaksanaan tanggung jawab kepemiminan seseorang akan di-
tanyakan oleh Allah di hari akherat nanti, sesuai dengan tingka-
tan kepemimpinannya.

"Kamu sekalian pemimpin dan kamu akan ditanya dari hal yang di-
pimpinnya. Suami akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Istri
memelihara rumah tangga suaminya dan akan ditanya hal yang dipim-
pinnya. Pelayan memelihara milik majikannya dan akan ditanya
dari hal yang dimintanya" (HR. Bukhari, Muslim)

Islam menempatkan kepemimpinan sebagai amanat, yang akan
diberikan hanya kepada orang yang mampu menunaikannya. Rasulul-
lah pernah berpesan kepada Abu Dzar ketika dia meminta jabatan.
"Hai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, dan jabatan itu sebagai
amanah yang pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan
kehinaan kecualiorang yangdapat menunaikan hak dan kewajibannya
dan memenuhi tanggung jawabnya." (HR. Muslim).

Sesuai dengan beratnya tuntutan tugas seorang pemimpin, maka Al-
lah swt menjanjikan kepada para pemimpin yang adil balasan pahala
yang besar.

"Ada tujuh golongan yang bakal bernaung di bawah naungan Allah,
pada hari tiada naungan kecuali naungan Allah: Imam (pemimpin)
yang adil... ..." (HR. Bukhari, Muslim)

"Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, kelak di sisi Allah
akan ditempatkan di atas mimbar dari cahaya, ialah mereka yang
adil dalam hukum terhadap keluarga dan apa saja yang diserahkan
(dikuasakan) kepada mereka." (HR. Muslim)

"Orang-orang ahli surga ada tiga macam: Pemimpin yang adil, men-
dapat taufiq hidayat (dari Allah), dan orang belas kasih lunak
hati kepada sanak kerabat dan orang muslim, dan orang miskin
berkeluarga yang tetap menjaga kesopanan dan kehormatan diri."
(HR. Muslim).

Namun demikian tidak bisa dibenarkan apabila tidak diang-
kat pemimpin disebabkan tak ada seorang muslimpun bersedia diang-
kat menjadi pemimpin. Karena hal ini akan menyebabkan kekacauan
dan terhambatnya proses dakwah. Apabila seorang muslim telah di-
tunjuk untuk menjadi pemimpin maka tidak dibenarkan baginya untuk
menolak jabatan itu, kecuali dengan alasan yang bisa diterima
syareat.

Dengan demikian menjadi tugas kita untuk memersiapkan
diri dan ummat menjadi kader-kader, agar bisa muncul dari gen-
erasi ini para pemimpin yang berkualitas tinggi. Sebagaimana
Rasulullah telah mengkader para shahabat sehingga telah muncul
pula pemimpin-pemimpin tangguh seperti Abu Bakar ash Shidiq, Umar
bin Khaththab, Utsman bin 'Affan, Ali bin Abu Thalib, Hudzaifah
al Yamni dan sebagainya.

Selama dua puluh tiga tahun berikutnya, di Madinah mulai-
lah Rasulullah mencontohkan bagaimana caranya mewujudkan suatu
masyarakat yang berlangsung di bawah bimbingan hidayah Allah.

Proses pengkaderan yang dilakukan Rasulullah benar-benar
sukses. Terbukti setelah Rasulullah wafat, kepimpinan tidak lan-
tas berhenti. Perjalanan dakwah tidak menjadi mandek. Justru
sebaliknya, para shahabat dengan penuh semangat dan ketangguhan
tetap meneruskan misi kerasulan yakni dakwah Islam hingga ter-
capainya keadilan dan kemakmuran di atas bumi ini. Mereka telah
selamat dari penyakit figuritas dan menkultusindividukan Rasulul-
lah.

Saatnya telah tiba bagi kita untuk membina diri kita.
Kita jadikan aqidah Islam sebagai keyakinan kita dan ridho Allah
tujuan hidup kita. Kita selesaikan permasalahan hidup kita dengan
cara yang telah diajarkan Islam. Kita wujudkan Islam dalam peri-
laku keseharian kita.

Ijma ulama al ummah tentang syarat menjadi pemimpin ada-
lah sebagai berikut: 1. Muslim, akil baligh dan lelaki 2. Adil.
Artinya tidak fasik misalnya tidak meninggalkan shalat dan bera-
pa apa yang ia ketahui. Tidak menyalahi kata-katanya akan per-
buatannya. Tidak menyalahi kitab Allah dan sunnah Rasullullah
saw. 3. Berilmu. Artinya ia mengetahui perkara-perkara yang-
berkaitan dengan fardhu 'ain dan fardu kifayah sehingga dapat
membedakan diantara yang ma'ruf dan yang mungkar. Mengetahui
perkara-perkara yang berkaitan dengan kepemimpinan. 4. Mem-
punyai qudrat atau kemampuan. Artinya, mampu bertindak untuk
menyelesaikan suatu urusan dengan menggunakan tenaga, perkataan,
tulisan atau fikiran di dalam suasana apapun. 5. Beradab mengi-
kuti akhlak Islam. Artinya seorang pemimpin haruslah mampu mem-
beri contoh teladan mengikut akhlak Islam kepada diri dan orang
yang dipimpinnya. Selain itu di dalam dirinya mempunyai sifat
ikhlas, jujur, tidak angkuh, ria dan sebagainya yang secara ring-
kasnya pemimpin mempunyai sifat-sifat terpuji dan jauh dari
sifat-sifat keji. 6. Sempurna panca indra dan sehat tubuhnya.

Demikianlah kurang lebih liku-liku kepemimpinan, per-
syaratan dan serta teladan yang patut kita resapkan dalam sanu-
bari kita. Tak ada yang terlepas dari jabatan sebagai pemim-
pin. Seorang suami akan mempertanggungjawabkan kepada Allah akan
keluarga yang telah di pimpinnya. Seorang istri akan memper-
tanggungjawabkan kepada Allah akan rumah tangga suaminya ,
seorang buruh akan mempertanggungjawabkan kepada Allah apa-apa
yang telah dipercayakan majikan kepadanya. Dan seorang manusia
akan mempertanggungjawabkan kepada Allah apa-apa yang telah Allah
anugrahkan kepada kita. Baik itu berupa tangan yang kokoh,
kaki yang tegar, mulut yang digunakan untuk berkata, dan hati.

"Ya Tuhan kami, janganlah engku hukum kami jika kami lupa atau
kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-
orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan ke-
pada kami apa yang tak sanggup kita memikulnya. Beri maaflah
kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (Terjemahan Al
Quran surah Al Baqarah 2: 286).

Referensi:

"Menjana generasi berkualiti khayrah ummah"


Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Rahman
UPM Serdang Selangor