Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

Utthāna

Bulletin Keluarga Mahasiswa Sastra Jawa Universitas Indonesia

PERAN AKTIF MAHASISWA SASTRA JAWA

DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA JAWA *

 

Arie Toursino Hadi**

 

 

 

Pendahuluan

                 Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.  Ada tiga wujud kebudayaan, yaitu: ide-gagasan, kompleks aktivitas, dan wujud hasil karya.

                 Indonesia memiliki beragam kebudayaan dari berbagai suku bangsa.  Masing-masing suku bangsa memerlukan peran aktif masyarakatnya dalam melestarikan kebudayaan daerahnya.  Kebudayaan dapat dikatakan lestari jika masih dianut oleh masyarakat budayanya.  Jika tidak ada tindakan pelestarian maka nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan daerah akan hilang begitu saja.

                 Pelestarian kebuyadan daerah dapat terwujud dengan adanya peran serta baik secara aktif maupun pasif dari semua elemen masyarakat daerah.  Mahasiswa sebagai elemen dari masyarakat mempunyai posisi yang sama dalam melestarikan kebudayaan daerah.

Masuknya gelombang globalisasi ke Indonesia, didukung pula dengan kemajuan teknologi informasi, turut mempengaruhi warna kebudayaan daerah.  Dampak yang diterima tidak saja positif, yaitu memperkaya kebudayaan yang telah ada.  Namun juga sebaliknya, derasnya laju kebudayaan luar/asing yang masuk mengancam eksistensi kebudayaan daerah/lokal.  Kedinamisan kebudayaan memang tidak dapat dipungkiri.  Jika tidak ada lagi masyarakat yang mendukung suatu kebudayaan maka otomatis kebudayaan tidak akan dapat bertahan.  Demikian pula sebaliknya.  Oleh karena itu masyarakat pendukung kebudayaan merupakan saah satu faktor penentu kelestarian kebudayaan, termasuk mahasiswa, dalam hal ini mahasiswa Sastra Jawa.

Berdasarkan pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999, yang berisi:

Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi, dan tenaga kerja.

Pemerintah daerah diwajibkan ikut serta dalam pelestarian kebudayaan daerah.  Atas dasar hal tersebut, maka mahasiswa diberi perlindungan secara hukum dalam melestarikan kebudayaan daerah.

Bagaimanakah peran serta mahasiswa Sastra Jawa Universitas Indonesia terhadap kebudayaan Jawa dengan dukungan Undang-Undang Otonomi Daerah?

 

Peran Serta Mahasiswa Sastra Jawa

                 Keluarga Mahasiswa Sastra Jawa (KMSJ) merupakan himpunan mahasiswa Sastra Jawa Universitas Indonesia yang sejak tahun 1978 telah banyak mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan Jawa.  Kegiatan-kegiatan ini mencakup kegiatan kesenian dalam upaya menerapkan pengetahuan yang secara teoritis telah diterima di bangku perkuliahan.  Ini juga merupakan penerapan falsafah masyarakat Jawa ‘Ngelmu iku kalakone kanthi laku’ (ilmu itu akan berguna jika diterapkan).  Aktivitas-aktivitas yang dilakukan KMSJ antara lain berupa latihan dan pentas karawitan, macapatan, menari jawa, penerbitan bulletin Utthāna secara berkala, serta mengadakan pameran kebudayaan Jawa.

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan di atas merupakan bagian dari program kerja KMSJ, pertama latihan karawitan; diadakan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI setiap satu minggu sekali di ruang gamelan, gedung IX.  Latihan ini diikuti oleh mahasiswa Sastra Jawa.  Sedangkan pengajarnya adalah alumni dan mahasiswa Sastra Jawa sendiri.  Latihan karawitan nantinya akan dipentaskan di acara-acara yang diadakan KMSJ sendiri.  Bahkan kadang kala KMSJ juga menerima undangan untuk mengisi acara pada event-event tertentu.  Selama kurun waktu 2003-2004 KMSJ telah melakukan pementasan di luar kampus (di acara workshop Fisip UI, peresmian kampus UIN Syarif Hidayattulah: Ciputat, dan pentas karawitan di SMU Labschool: Jakarta).  Kedua adalah kegiatan macapatan yang diadakan satu minggu sekali, kegiatan ini belum menghasilkan apa pun karena baru mengalami beberapa kali pertemuan saja.  Ketiga, kegiatan menari jawa, pernah melakukan pentas satu kali pada tahun 2002 di acara Pecinan yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Sinologi UI di Pusat Studi Jepang.  Keempat, adalah penerbitan bulletin yang berisi tentang ilmu budaya, ilmu linguistik, ilmu sastra, dan filologi.  Bulletin Utthāna mewadahi kreativitas mahasiswa, alumni, dosen, dan siapa pun yang berminat untuk berpartisipasi.  Kelima, pameran kebudayaan Jawa atau yang lebih dikenal dengan nama Pekan Budaya Jawa.  Di tahun 2002 KMSJ mengadakan pagelaran wayang kulit untuk merayakan ulang tahunnya.  Jauh sebelumnya, kegiatan semacam ini juga pernah diselenggarakan.

Di Jakarta ada beberapa kantong-kantong kebudayaan yang berfokus pada pengembangan budaya Jawa.  Kantong-kantong budaya ini terbentuk dalam sebuah lembaga, organisasi, dan/atau paguyuban, misalnya Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia), Senawangi, Radya Agung, Pambudi (Paguyuban Memetri Budaya Jawi).  Lembaga-lembaga seperti di atas merupakan wadah bagi masyarakat pemerhati kebudayaan Jawa di Jakarta dan sekitarnya.  Di samping itu ada pula kalangan dari mahasiswa kalangan dari mahasiswa yang terhimpun dalam KMSJ yang menampung mahasiswa Sastra Jawa untuk menyalurkan aspirasi mereka yang bervisi pada pelestraian kebudayaan Jawa, lalu mewujudkan dalam bentuk latihan-latihan (kesenian), pementasan dan pagelaran kebudayaan, diskusi, dan lain-lain yang telah disebutkan sebelumnya.

Jika sudah ada sikap berbudaya dari kalangan mahasiswa dan dukungan lembaga-lembaga pelestari kebudayaan yang ada, tinggal bagaimana pihak pemerintah menyikapinya.  Sebab sumbangan ini tidak berarti apa-apa jika tidak ditanggapi secara positif.  Walaupun kecil, akan tetapi peran mahasiswa untuk ikut melestarikan kebudayaan Jawa setidaknya mampu memberikan dorongan dan rangsangan bagi lingkungan sivitas akademia turut serta ambil bagian dan terlibat secara langsung melestarikan kebudayaan Jawa di Jakarta.

Apakah dengan demikian mahasiswa Sastra Jawa UI telah aktif melestarikan kebudayaan Jawa?  Jawaban dari pertanyaan ini tidak muncul serta-merta tanpa ada kesadaran pribadi oleh setiap individu dalam menata sikapnya untuk berbudaya Jawa.  Proses berbudaya lahir atas kesadaran pribadi dari setiap masyarakat pendukungnya, dalam hal ini mahasiswa, sehingga dengan kesadaran itulah akan tercermin adanya peran serta dari mahasiswa dalam melestarikan kebudayaan.

 

Hambatan Eksternal dan Internal

Banyak sekali faktor-faktor yang menghambat usaha Mahisiswa Sastra Jawa UI untuk berkegiatan dan berperan lebih aktif.  Hambatan-hambatan itu dapat dikategorikan menjadi dua yaitu eksternal dan internal.

Faktor eksternal, antara lain letak UI yang jauh dari pusat kebudayaan Jawa.  Letak geografis ini terbukti sangat berpengaruh pada kegiatan-kegiatan budaya mahasiswa.  Secara konkret, untuk mengadakan satu kali pameran budaya KMSJ harus mengeluarkan biaya yang sangat besar karena masih sedikit sumber daya manusia dan sarana penunjang pertunjukan yang ada di Jakarta.  Selain sulitnya menembus dinding-dinding kemajemukan budaya yang juga berkembang di Jakarta, pola hidup masyarakat metropolis menyebabkan tidak adanya kesadaran untuk mendukung satu sama lain dalam upaya-upaya ini.  Kendala yang juga berpengaruh adalah dukungan dana untuk kegiatan kebudayaan, terutama yang diselenggarakan oleh mahasiswa.  Perusahaan-perusahaan besar tidak mudah menurunkan dana untuk kegiatan kebudayaan yang tidak komersil.  Donator-donatur pribadi pun sangat jarang didapat.  Dana yang sulit diperoleh memaksa mahasiswa untuk kreatif dan berkerja “rodi” demi terwujudnya suatu acara.  Namun pencarian dana pun tidak lepas dari berbagai kendala yang termasuk ke dalam faktor internal.

Faktor internal yang menjadi kendala adalah fungsi utama mahasiswa untuk mengembangkan diri dan bertanggung jawab di bidang akademik.  Prioritas yang dikedepankan adalah studi.  Pencarian dana yang membutuhkan kerja ekstra terhambat oleh kuliah mahasiswa sehingga kerja tidak optimal.  Selain itu kesadaran dan minat mahasiswa Sastra Jawa untuk ikut serta dalam kegiatan kebudayaan tidak sama.  Ada mahasiswa yang memang tidak berminat atau hanya setengah-setengah berperan serta.

 

Pengaruh Undang-Undang Otonomi Daerah

Tanpa ada campur tangan dari pemerintah maka sumbangan mahasiswa terhadap kebudayaan Jawa dalam usahanya ikut berperan dalam pelestarian akan semakin surut.  Lahirnya undang-undang Otonomi Daerah yang diharapkan dapat menjadi pencerah terhadap perkembangan dan pelestarian kebudayaa ternyata tidak membawa dampak apa pun.  Undang-undang Otonomi Daerah hanya menitikberatkan pada sektor ekonomi.  Walaupun demikian, mahasiswa Sastra Jawa tidak memandang sebagai penghalang, namun atas kesadaran ingin menjaga ekisistensinya terus melaksanakan kegiatan-kegiatan budaya.  Sementara lingkup kebudayaan mahasiswa Satra Jawa berada di Jakarta, jauh dari luar wilayah masyarakat pendukungnya.  Sehingga tidak tepat apabila mahasiswa Sastra Jawa lalu berharap pada Peraturan Daerah No. 9 tentang Budaya tahun 1999.  Terlebih lagi di dalam Perda tersebut pemerintah hanya menitikberatkan pada lingkup fisiknya saja, yaitu pelestarian dan pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya.

Oleh karena itu lahir atau tidaknya Otonomi Daerah, ada atau tidaknya Perda tentang budaya, mahasiswa Sastra Jawa tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan budaya dalam usahanya menjaga eksistensi dan perkembangan kebudayaan Jawa, yang pada akhirnya akan menumbuhkembangkan minat serta ketertarikan civitas akademia untuk tidak berhenti turut serta melestariakan kebudayaan Jawa.

 

Kesimpulan

Peran aktif mahasiswa Sastra Jawa dalam melestarikan kebudayaan Jawa berawal dari lahirnya kesadaran yang pada akhirnya menumbuhkan tindakan dan sikap berbudaya Jawa.  Kesadaran bahwa kebudayaan Jawa mengandung nilai-nilai luhur.

Dalam perjalannya proses pelestarian kebudayaan daerah tidak selalu berjalan dengan mudah.  Ada beberapa hambatan eksternal dan internal yang harus dihadapinya.  Faktor internal meliputi pola hidup masyarakat di sekitar pelaku kebudayaan yang mejemuk.  Faktor internal meliputi peran mahasiswa itu sendiri dalam kewajibannya di bidang akademik, mahasiswa kurang mempunyai waktu yang lebih jika harus terjun langsung dalam proses pelestarian kebudayaan daerah.

Agar peran aktif mahasiswa dan masyarakat lainnya tidak mengalami lebih banyak hambatan, pemerintah diharapkan turut serta dalam usaha pelestarian kebudayaan daerah dengan cara membentuk pusat pembinaan kebudayaan daerah.  Peraturan Perundang-Undangan dan Otonomi Daerah difungsikan sebagai pelindung kegiatan mahasiswa.  Pemerintah sebagai penentu kebijakan diharapkan bersikap lebih tegas menyeleksi kebudayaan asing yang masuk.

 

 

Daftar Pustaka

Bastomi, Suwanji.  Seni dan Budaya Jawa.  IKIP Semarang Press: Semarang.  1992

Koentjaraningrat.  Pengantar Ilmu Antropologi.  PT Rineka Cipta: Jakarta.  1990

Sedyawati, Edi.  Pertumbuhan Seni Pertunjukan.  Sinar Harapan: Jakarta.  1981

 

Text Box: