KEMBALINYA SANG MOMOK
Di zaman berholo –masa silam–, di saat manusia belum
menemukan peradaban hukum, hidup bersama masihlah dalam
bingkai yang terpecah-pecah, artinya tidak
ada kesamaan didalam harkat dan martabat manusia. Gedé
joyo lan cilik sengsoro, yang besar berjaya dan yang
kecil sengsara.
Dan ketika peradaban hukum telah diraih oleh manusia, di
sana sesama manusia ditempatkan sebagai subyek yang sama
didalam harkat dan martabat, maka di sinilah hukum
seakan-akan merupakan konsensus bersama dalam fungsinya
sebagai pengontrol dan pengatur hidup bersama guna
menciptakan aturan hidup yang harmoni hingga dalam
konteks sosial untuk menjaga kelangsungan kedamaian dan
kesejahteraan bersama.
Karena hukum milik dan untuk bersama, maka diperlukan
suatu pemegang hukum yang akan duduk netral dalam
menjaga akan keorisinilan hukum, agar hukum tetap dalam
fungsinya yang utama, yaitu, melestarikan keharmonian,
menjaga kelangsungan serta untuk mewujudkan kedamaian
dan kesejahteraan bersama. Maka dari sinilah manusia
menemukan konsep demokrasi didalam sosial suatu
masyarakat yaitu dari bersama oleh bersama dan untuk
bersama. Dalam kandungan ini, manusia tiada dibedakan
lagi éndi rojo éndi hambo mana raja mana hamba, dalam
ikatan hukum, siapa yang salah maka hukumlah yang akan
bicara, karena disini hukumlah yang berkuasa, bukan
hukum di bawah kekuasaan.
Tapi kenyataannya, semakin maju peradaban hukum yang
ditemukan oleh manusia, semakin pandai manusia didalam
mengkondisikan hukum, yang pada akhirnya terciptalah
sesuatu yang sangat ironi yaitu penghilangan keluhuran
nilai hukum sebagai pengontrol dan pengatur hidup
bersama dan akibatnya yang menang adalah yang berkuasa.
Hukum ora digjoyo manéh –hukum tiada digjaya lagi–,
karena nilai hukum telah tereduksi oleh kekuasaan sang
penguasa dan menjadikan hukum hanya sebagai tameng untuk
menutupi kebobrokan langkah politik mereka, padahal pada
awalnya kekuasaan diciptakan guna menjaga kelangsungan
hukum dalam kehidupan manusia.. Maka disinilah gedé joyo
lan cilik sengsoro telah beringkarnasi dalam kehidupan
nyata kita saat ini, di sana-sini genangan keringat wong
cilik untuk membersihkan roda-roda mobil mewah, dan
tangisan ibu pertiwi yang serak karna tersumbat
janji-janji yang mempesona. Doso lho rék........
Ibnu Afief
|