ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF/Lab. Bedah Saraf RSUP. M. Jamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

3. ANOMALI SUSUNAN SARAF PUSAT
A. Perkembangan dan Anomali S.S.P
B. Diagnosis Anomali Kongenital dengan CT Scanning
C. Ukuran Kepala Abnormal
D. Hidrosefalus Kongenital
E. Malformasi Serebral
F. Malformasi Serebeler
G. Disrafisme
H. Kraniosinostosis
I. Anomali Kraniovertebral
J. Sindroma Neurokutanosa (Fakomatosis)
K. Malformasi Vaskuler
L. Tumor Otak Kongenital
 
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        8. KRANIOSINOSTOSIS
        
        
        Istilah kraniosinostosis pertama diperkenalkan  Virchow 
        dan digunakan untuk penutupan dini satu atau lebih  su- 
        tura kranial. Pertumbuhan perpendikuler tulang terhadap 
        sutura yang terkena terganggu (teori Virchow).  Keadaan 
        ini  biasanya tampak saat lahir dan  mungkin  bersamaan 
        dengan anomali lain.
             Kraniosinostosis  dapat dibagi dalam jenis  primer 
        dan  sekunder. Kraniosinostosis primer akibat dari  ab- 
        normalitas intrinsik sutura kranial dan dapat  diklasi- 
        fikasikan  menurut sutura yang terkena.  Delapan  jenis 
        memiliki bentuk yang khas:
        
        1. Brakhisefali: kepala terkompres dan datar akibat  pe- 
           nutupan  dini sutura koronal  bilateral  (sinostosis 
           koronal).
        2. Skafosefali: kepala memanjang dan sempit akibat  pe- 
           nutupan dini sutura sagital (sinostosis sagital).
        3. Plagiosefali: kepala tak seimbang atau serong akibat 
           penutupan dini sutura koronal unilateral.
        4. Trigonosefali:  Kening segitiga atau  sempit  akibat 
           penutupan dini sutura frontal atau metopik.
        5. Oksisefali, akrosefali, turrisefali: kapala  runcing 
           atau menjulang akibat penutupan dini semua sutura.
        
             Kraniosinostosis  paling sering adalah  sinostosis 
        sagital, diikuti sinostosis koronal. Ada perbedaan  ke- 
        lamin; rasio laki/wanita adalah 4:1 pada sinostosis sa- 
        gital dan 2:3 pada sinostosis koronal.
             Kraniosinostosis  sekunder dapat diklasifikasikan  
        sebagai dalam tabel. 
             Patogenesis  kraniosinostosis belum  jelas.  Kasus 
        familial sering dijumpai, faktor genetik mungkin berpe- 
        ran, pada sinostosis koronal. Kasus familial belum per- 
        nah  dilaporkan pada sinostosis lainnya.  Tekanan  yang 
        terjadi terhadap tengkorak selama kehidupan fetal mung- 
        kin  berperan penyebab, karena fetus  multipel,  posisi 
        fetus abnormal, disproporsi kepala fetus dengan  pelvis 
        maternal sering dijumpai pada riwayat klinik yang  ber- 
        kaitan.  Trauma  intrauterin mungkin  juga  menyebabkan 
        kraniosinostosis,  karena temuan histologis pada  penu- 
        tupan dini sutura koronal adalah serupa dengan  pemben- 
        tukan kalus atau tahap kuratif dari fraktura diastatik. 
        Penelitian histologi memperlihatkan tak ada bukti  mik- 
        roskopik dari sutura pada area dengan abnormalitas kli- 
        nis maksimum, dan perubahan basis tengkorak adalah  se- 
        kunder atas obliterasi sutura.
        
        
        Presentasi Klinis
        
        Kelainan  primer pertumbuhan tengkorak  dan  deformitas 
        tengkorak sekunder atas lesi intrakranial atau gangguan 
        perkembangan otak harus dibedakan. Kraniosinostosis  a- 
        dalah kelainan primer pertumbuhan kranial dan  biasanya 
        menunjukkan gejala berikut:
        
        1. deformitas tengkorak
        2. peninggian TIK
        3. tanda okuler
        4. retardasi mental
        5. gangguan motor
        6. sindaktili yang menyertai
        
             Deformitas kranial yang menyertai dapat diklasifi- 
        kasikan  kedalam dua kelompok:  (1) deformitas  kranial 
        sekunder terhadap lesi yang meluas intrakranial (hidro- 
        sefalus, lesi yang meluas difus, dan tumor atau  sista, 
        lesi  yang meluas terbatas) dan (2) deformitas  kranial 
        sekunder  terhadap lesi yang mengurangi volume  kandung 
        intrakranial (hipoplasia otak atau atrofi serebral  dan 
        hipoksia atau infarksi).
             Diferensiasi  jenis mikrosefalik  kraniosinostosis 
        dari  mikrosefali primer dibuat berdasar temuan  klinis 
        dari  (1) peninggian TIK, (2) digital marking dan garis 
        sutura, dan (3) choked disc atau atrofi optik.
             Kraniosinostosis primer terjadi sebelum lahir pada 
        kebanyakan kasus, namun diagnosisnya sulit karena  uku- 
        ran yang kecil dari deformitas kranial saat lahir.  Be-
        
        Tabel 8-1. Klasifikasi Kraniosinostosis (Duggan)
        -------------------------------------------------------
        I.  Kraniosinostosis primer
            A. Brakhisefali
            B. Skafosefali
            C. Plagiosefali
            D. Trigonosefali
            E. Oksisefali
        II. Kraniosinostosis sekunder
            A. Kraniosinostosis sebagai bagian sindroma lain 
               yang diketahui
               1. Sindroma Crouzon (kraniofasial disostosis)
               2. Sindroma Apert (akrosefalosindaktili)
               3. Sindroma Carpenter (akrosefalopolisindaktili)
               4. Sindroma Treacher-Collins (mandibulofasial-
                    sinostosis)
               5. Displasia kraniotelensefalik
               6. Hipotelorisme orbital, arinensefali, 
                    trigonosefali
               7. Tengkorak cloverleaf
            B. Kraniosinostosis yang berhubungan dengan keadaan 
               lain
               1. Penyakit metabolik
                  a. Ricket yang dapat ditindak
                  b. Hiperkalsemia idiopatik
                  c. Gargoylisme
                  d. Hipertiroidisme
               2. Displasia dan disostosis tulang
                  a. Hipofosfatasia
                  b. Akhondroplasia
                  c. Disostosis metafiseal
                  d. Sindroma Rubinstein-Taybi
                  e. Mongolisme
                  f. Displasia tulang berkaitan dengan 
                     hiperostosis tengkorak 
               3. Kraniosinostosis setelah pintas ventrikuler
               4. Kraniosinostosis sehubungan dengan mikrosefali
               5. Kelainan hematologis (diikuti penebalan diploe
                  akibat berbagai anemia)
                  a. Ikterus hemolitika kongenital
                  b. Polisitemia vera
                  c. Penyakit sickle cell
                  d. Talasemia
               6. Malformasi lain-lain yang berkaitan
               7. Trauma 
        --------------------------------------------------------
        
        
        rat  otak menjadi dua kali pada usia delapan bulan  dan 
        tiga kali saat dua tahun, dan deformitas tengkorak  pa- 
        ling  jelas pada tahap tersebut. Birth  molding  adalah 
        deformitas kranial yang tampak saat lahir dan  biasanya 
        hilang dalam seminggu.  Positional molding terjadi bila 
        kepala tetap pada posisi yang sama dan jangan  disalah-
        diagnosiskan dengan sinostosis lambdoid.
             Kraniosinostosis  sering bersamaan dengan  anomali 
        kongenital.  Insidens  anomali  yang  menyertai  adalah 
        tinggi pada sinostosis koronal bilateral. Anomali  yang 
        diketahui berhubungan dengan kraniosinostosis termasuk:
        
             sindaktili
             bibir bercelah
             langit-langit bercelah
             holoprosensefali
             agenesis korpus kalosusm
             spina bifida
             malformasi Arnold-Chiari
             penyakit jantung kongenital
             hipogonadisme
        
             Banyak sindroma yang anomali kongenitalnya  berka- 
        itan  dengan  kraniosinostosis.  Tiga tersering  adalah  
        sindroma Apert, sindroma Carpenter, sindroma Crouzon.
             Sindroma Apert's khas dengan kraniosinostosis  irre- 
        guler,  terutama sinostosis koronal bilateral,  propto- 
        sis,  muka rata, fisura palpebra yang  miring  kebawah, 
        strabismus,  hidung kecil, hipoplasia  maksilari,  alur 
        horizontal  supraorbital,  hipertelorisme,  orbit  yang 
        dangkal, lengkung langit-langit yang tinggi, sindaktili 
        osseosa  atau kutaneus,  dan tampilan lainnya.  Mungkin 
        disertai retardasi mental, atrofi giri serebral, hidro- 
        sefalus. Sindroma ini dipercaya diturunkan melalui  au- 
        tosom dominan. 
             Sindroma  Carpenter's  terdiri  brakhisefali  dengan 
        berbagai sinostosis sutura koronal, sagital, dan  lamb- 
        doid, tepi supra orbital rendah,  pergeseran  kelateral 
        kanti dalam, polisindaktili, hipertelorisme,  obesitas, 
        hipogonadisme,  dan khas lainnya. Diturunkan  autosomal 
        resesif. Dikira terletak antara sindroma Apert dan sin- 
        droma Laurence-Moon-Biedl.
             Sindroma  Crouzon's  terdiri dari  proptosis  akibat 
        orbit  yang dangkal, hipertelorisme, frontal  menonjol, 
        sinostosis sutura koronal, sagital dan lambdoid, defor- 
        mitas 'parrot-beak' hidung, hipoplasia maksilari,  pro- 
        gnatisme,  atresia khoanal, dan khas lainnya.  Sindroma 
        ini dipercaya diturunkan secara autosomal dominan.
        
        
        Temuan Radiografik
        
        Deformitas kranial pada kraniosinostosis disebabkan  o- 
        leh gangguan pertumbuhan  perpendikuer terhadap  sutura 
        yang tekena dan pertumbuhan kompensatori sutura normal. 
        Pada  skafosefali,  pertumbuhan  lateral  perpendikuler 
        terhadap sutura sagital terganggu  dan tengkorak menja- 
        di  memanjang keanteroposterior.  Deformitas  tengkorak 
        terberat  tergantung sutura yang terkena.  Digital mar- 
        king  tampak pada sekeliling sutura yang  terkena  atau 
        pada  bagian tengkorak yang tumbuh pada  banyak  kasus. 
        Digital  marking paling jelas pada  sinostosis  sutural 
        multipel  atau total. Bagian yang berfusi  dari  sutura 
        
        
        Tabel 8-2. Sindroma yang Berkaitan dengan 
                   Kraniosinostosis (Cohen)
        --------------------------------------------------------
        Chromosomal Syndromes
          5p+ 
          7p- 
          13q-      
        Monogenic Syndromes
          Apert
          Armendares
          Baller-Gerold
          Berant
          Carpenter
          Christian I
          Christian II
          Craniofacial dyssynostosis
          Crouzon
          Elejalde
          FG
          Frontonasal dysplasia
          Gorlin-Chaudhry
          Hootnick-Holmes
          Lowry
          Pfeiffer
          Saethre-Chotzen
          Summitt
          Washington I
          Washington II
          Weiss
        Teratogenically Induced Syndrome
          Aminopterin
        Sporadic, Incompletely Delineated Syndromes
          Andersen-Pindborg
          Antley-Bixler
          Fairbanks
          Hall
          Hermann I
          Hermann II
          Idaho I
          Idaho II
          Pederson
          Sakati
          Waardenburg
          Wisconsin
        -------------------------------------------------------- 
        
        
        yang  abnormal sering memperlihatkan tidak hanya  penu- 
        tupan  garis sutura namun juga  sklerosis  parasutural. 
        Konsekuensinya,  penonjolan lokal bagian  yang  berfusi 
        mungkin dilihat pada foto polos. Bila diduga disostosis 
        kleidokranial, foto polos dada diperlukan untuk  memas- 
        tikan tiadanya klavikula.
             CT  scan  memperlihatkan tiadanya  sutura  kranial 
        (yang  normalnya  ada) dan pendataran  serta  penebalan 
        
        
        Tabel 8-3. Keadaan yang Bersamaan dengan 
                   Malformasi Tengkorak Cloverleaf
        -------------------------------------------------------
        Monogenic Syndromes
          Apert
          Carpenter
          Crouzon
          Pfeiffer
          Thanatophoric
        Environmentally Induced Syndromes
          Amniotic band
          Iatrogenic malformation
        Unknown Genesis
          Isolated malformation
          Various incompletely delineated unique pattern
        -------------------------------------------------------
        
        
        tengkorak sekitar sutura yang terkena  pada  kebanyakan 
        kasus. CT scan juga memperlihatkan perubahan  parenkhi- 
        mal  atau anomali intrakranial yang  berkaitan  seperti 
        hidrosefalus dan malformasi.
             Sidik tulang kalvarial menunjukkan sutura abnormal 
        menjadi area dengan akumulasi radionuklida berkurang a- 
        tau  tiada, disaat pengambilan isotop normal  ditemukan 
        pada semua sutura pada mikrokrania.
        
        
        Pertimbangan Operasi
        
        Tindakan  terhadap  kraniosinostosis  ditujukan  kepada 
        pemberian  kesempatan kepada tengkorak untuk  ekspansi. 
        Sutura dibuat secara operasi hingga perubahan yang  ir- 
        reversibel terjadi pada otak.  Karena otak pertumbuhan- 
        nya mencapai 85 persen pada usia tiga tahun,  maka ope- 
        rasi harus dilakukan sesegera mungkin,  sebaiknya dalam 
        enam bulan sejak lahir. Sinostosis sutura multipel  me- 
        merlukan  operasi dini untuk membuang  tekanan  kranium 
        terhadap otak.  Bahkan pada sinostosis sutura  tunggal, 
        operasi  dini diperlukan untuk  memperbaiki  deformitas 
        kranial.  Hasil  yang baik dapat dicapai  setelah  usia 
        satu tahun bila koreksi dikombinasi dengan tindakan be- 
        dah terhadap dasar tengkorak.
             Kebanyakan pasien dengan kraniosinostosis sekunder 
        bukan kandidat operasi. Mikrosefali bukan indikasi  un- 
        tuk tindakan bedah. Kraniosinostosis pasca operasi pin- 
        tas tidak selalu menghambat pertumbuhan otak.
             Kraniektomi  linear pertama  diperkenalkan  Lanne- 
        longue  pada 1890. Suturektomi  mengakibatkan  ekspansi 
        tengkorak pada bidang paralel terhadap pertumbuhan yang 
        terhambat sebelumnya.  Hasil operasi pertama buruk  ka- 
        rena refusi dini sutura berakibat ossifikasi periosteum 
        dan dura.  Sejak tehnik yang mencegah refusi sutura de- 
        ngan penggunaan lembaran tantalum pada tepi tulang oleh 
        Simmons  dan Peyton di 1947, berakibat  setiap  operasi 
        menjadi lebih baik. Film polietilen dan lembaran Silas- 
        tik juga digunakan. Beberapa ahli bedah-saraf melakukan 
        kraniektomi linear tanpa memakai material yang   mence- 
        gah  refusi, karena penggunaan benda asing  menimbulkan 
        kemungkinan infeksi.  Larutan fiksasi asam Zenker  bisa 
        digunakan  pada tepi kraniektomi linear untuk  mencegah 
        refusi. Kraniektomi linear terdiri dari pembuangan  su- 
        tura abnormal, namun kraniektomi paralel bisa dilakukan 
        pada  kasus skafosefali untuk melindungi sinus  sagital 
        superior (kraniektomi parasagital bilateral).  Kraniek- 
        tomi yang lebih radikal dapat dilakukan pada kasus kra- 
        niosinostosis  untuk  mendapatkan hasil  kosmetis  yang 
        lebih baik. Operasi bertahap dapat dilakukan untuk sin- 
        ostosis sutura multipel.
             Kemajuan  rekonstruksi kraniofasial  mutakhir  me- 
        mungkinkan  dekompresi  dan  rekonstruksi  orbit  untuk 
        menghilangkan gejala okular yang menyertai pada  sinos- 
        tosis koronal atau plagiosefali. Operasi radikal  untuk 
        setiap deformitas kraniofasial seperti sindroma Crouzon 
        menjadi  mungkin. Tindakan bedah rekonstruktif  tengko- 
        rak, orbit, dan muka mungkin dilakukan pada dua  tahap. 
        Suturektomi yang cukup sepenjang dasar tengkorak  mung- 
        kin  membatasi  deformitas dan membuat  tindakan  bedah 
        tambahan tidak perlu. Koreksi satu tahap dari  sindroma 
        Crouzon sekarang bisa dilakukan.