ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

 
1. PENINGGIAN TEKANAN INTRAKRANIAL
A. Anatomi dan Fisiologi
B. Patologi Peninggian T.I.K
C. Gambaran Klinik
D. Tanda-tanda Radiologis
E. Metoda Pengukuran T.I.K
F. Interpretasi Pencatatan T.I.K
G. Aplikasi Klinik Pengukuran T.I.K
H. Pengendalian T.I.K yang Tinggi
I. Konklusi
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        
        9. PENGENDALIAN T.I.K YANG TINGGI
        
        Pengobatan peninggian TIK harus dimulai sesegera  mung- 
        kin.  Pengalaman pada pengobatan pasien  cedera  kepala 
        menunjukkan  bahwa tindakan dini dan  agresif  terhadap 
        peninggian TIK sedang akan mengurangi kejadian  pening- 
        gian kemudian yang tak terkontrol (Saul dan Ducker, 19- 
        82; Marshall, 1983).  Namun pasien dengan kelainan  in- 
        traserebral akut seperti cedera kepala dan stroke harus 
        dianggap mempunyai TIK yang meninggi hingga  dibuktikan 
        tidak.  Pada  semua tahap tindakan, yang  dimulai  pada 
        tempat  kejadian, semua faktor yang  dapat  meninggikan 
        TIK harus dihindarkan.
             Pemantauan  TIK akan memberikan  kewaspadaan  yang 
        terbesar  terhadap  tindakan  anestetik  dan  perawatan 
        standar yang akan meningkatkan TIK. Contohnya TIK mung- 
        kin meninggi ketingkat ekstrem saat dilakukan  intubasi 
        bila cadangan volume intrakranial sudah berkurang kare- 
        na berbagai sebab.  Membalik pasien,  fisioterapi  dada 
        dan pengisapan endotrakheal semua secara tajam  mening- 
        gikan TIK bahkan saat pasien dalam paralisa. Pada pasi- 
        en  dengan peninggian TIK, dianjurkan memberikan  dosis 
        yang  berulang barbiturat aksi pendek sebelum  tindakan 
        tersebut.
             Beberapa  perhatian khusus harus selalu  dilakukan 
        saat  perawatan, intubasi dan anestesi  terhadap  pasi- 
        en.  Harus dilakukan pemeriksaan ulang  terhadap  aspek 
        yang serupa bila TIK meninggi sebelum melakukan  metoda 
        yang lebih aktif dan rumit untuk menguranginya  (Shalit
        dan Umansky, 1977)
        

        TINDAKAN PRIMER
        
        Prosedur  perawatan standar yang dapat  digunakan  pada 
        semua  pasien  yang mengalami atau akan  mengalami  pe- 
        ninggian TIK (Jones dan Cayard, 1982); Kenning, 1981):
        
        1 posisi:  kepala terangkat (bila mungkin  hingga  30o) 
          untuk mengurangi tekanan vena sentral. Walau  pening- 
          gian  kepala mengurangi TIK, mungkin  terjadi  pengu- 
          rangan tekanan arterial hingga mengurangi TPS, hingga 
          menambah  kebutuhan akan pengawasan yang lebih  hati-
          hati (Roster dan Coley, 1986); Durward, 1983)
        2 normotermia
        3 pengurang nyeri adekuat
        4 tidak ada konstriksi leher oleh postur yang tidak ba- 
          ik, tali endotrakheal atau bebat.
        
        
        TINDAKAN AKTIF
        
        Penting untuk mendasarkan kemungkinan penyebab  pening- 
        gian TIK dalam pikiran setelah suatu cedera kepala:
        
        1 lesi massa (klot atau kontusi)
        2 penambahan volume darah serebral
        3 penambahan air otak (edema)
        4 penambahan CSS
        
        Lesi massa harus dilacak dengan CT dan dibuang sesegera 
        mungkin.  Penyebab  utama peninggian TIK dalam  24  jam 
        pertama setelah cedera kepala mungkin dilatasi serebro- 
        vaskuler  yang menyebabkan peninggian volume darah  se- 
        rebral (Marmarou, 1987).
             Edema otak kurang umum pada mulanya, kecuali seki- 
        tar kontusi otak, namun mungkin timbul belakangan. Obs- 
        truksi jalur CSS tidak biasa segera setelah cedera  ke- 
        pala kecuali terdapat perdarahan intraventrikuler, yang 
        juga dilacak dengan CT scanning.
        
        Ventilasi
        Vaskulatur serebral paling peka terhadap perubahan PCO2 
        dari kadar normalnya sekitar 40 mmHg.  Hubungan  antara 
        ADS  dan PCO2 arterial tetap linier hingga  sekitar  20 
        mmHg  dan pengurangan selanjutnya mempunyai sedikit  e- 
        fek atas ADS.  Bahkan pada cedera kepala berat pembuluh 
        darah  serebral biasanya mempertahankan sedikit  reaksi 
        terhadap  PCO2 walau mungkin lebih kecil  dari  normal. 
        TIK berkurang dalam beberapa menit setelah  hiperventi- 
        lasi, dan walau mekanisme penyangga pada CSS dan cairan 
        ekstraselular  segera memulihkan pH  kenormal,  efeknya 
        mungkin  berakhir dalam beberapa jam.  Bagaimanapun  a- 
        khirnya pembuluh darah berdilatasi lagi dan TIK mening- 
        gi lagi.
             PCO2  tidak boleh dikurangi hingga kurang dari  25 
        mmHg. Pada titik ini efek vasokonstriktor dari hipokar- 
        bia  sendiri akan menyebabkan hipoksia,  dan  kerusakan 
        sel iskemik. Sebagian dari efek ini mungkin melalui pe- 
        ngurangan curah jantung.
        
        Cara pengontrolan ventilasi:
        
        1 Intermittent positive pressure ventilation (IPPV)
          Metoda yang paling umum dengan tekanan positif  untuk 
          volume tertentu, diikuti oleh ekspirasi pasif  hingga 
          tekanan atmosfer. Jadi tekanan rata-rata intratorasik 
          lebih tinggi dibanding respirasi spontan dan hal  ini   
          mungkin meninggikan tekanan vena serebral, dan selan-   
          jutnya  TIK.
        2 Positive end expiratory pressure (PEEP)
          Tekanan ekspirasi akhir adalah positif, mencegah  ko- 
          laps alveolar (atelektasis) dan transudasi cairan ke- 
          dalam  alveoli (edema paru-paru).  Tekanan  rata-rata 
          intratorasik  lebih tinggi dibanding  IPPV.  Kecende- 
          rungannya meninggikan TIK dapat dicegah dengan  mera- 
          wat  pasien dalam kepala yang ditinggikan 30o.  Namun 
          demikian  efek PEEP terhadap TIK harus tetap  diawasi   
          ketat.
        3 Negative end expiratory pressure (NEEP)
          Pengurangan tekanan ekspirasi akhir dibawah  atmosfer 
          menurunkan tekanan rata-rata intratorasik dan memban- 
          tu pengembalian darah vena. Ini mengurangi TIK, namun 
          bila digunakan jangka lama, NEEP menyebabkan  atelek- 
          tasis.
        4 Manual hyperventilation
          Hiperventilasi manual mungkin menghasilkan  penurunan 
          TIK yang cepat walau untuk jangka waktu yang singkat, 
          bahkan  disaat hiperventilasi mekanik maksimun  tidak 
          lagi efektif. Ini mungkin digunakan untuk menghilang- 
          kan gelombang tekanan, atau untuk mendapatkan waktu.
        
        Penting  untuk mengamati efek ventilasi  secara  teliti 
        dengan  analisa gas darah serta radiograf  dada.  Jalan 
        nafas harus dijaga bebas dari sekresi. Sebagai  disebut 
        semula,  fisioterapi dada mungkin meninggikan  TIK  dan 
        bila  hal ini terjadi, thiopentone dosis kecil  sebelum 
        fisioterapi mungkin dapat mencegah hal tersebut.
        
        Keadaan yang memerlukan ventilasi terkontrol:
        Minat  penggunaan ventilasi terkontrol dalam  menangani 
        cedera  kepala berat telah dipikirkan terutama di  Ame- 
        rika  serikat.  Dasarnya berasal dari pengetahuan bahwa 
        semua pasien yang tidak sadar pada jam-jam awal  cedera 
        mempunyai  PO2 yang rendah akibat respirasi yang  tidak 
        adekuat, inhalasi atau cedera dada yang menyertai.  Se- 
        lain  itu ventilasi akan membantu mengontrol  TIK  yang 
        sudah meninggi atau mencegah TIK menjadi meninggi.
             Bagaimanapun penting untuk menyadari bahwa  venti- 
        lasi  terkontrol  bukanlah semata-mata  suatu  tindakan 
        terhadap kesadaran yang terganggu, namun mempunyai  in- 
        dikasi spesifik, yaitu:
        
        1 pertukaran gas yang tidak adekuat,  misalnya pada ce- 
          dera dada
        2 pengontrol TIK, bila tindakan lain gagal.
        
        Penggunaan luas ventilasi terkontrol adalah  pemborosan 
        sumber  perawatan intensif, banyak risiko dan  menghin- 
        darkan  pasien dari pengamatan klinik.  Biasanya hiper- 
        ventilasi dimulai sebagai bagian dari ventilasi terkon- 
        trol, mempertahankan PCO2 konstan sekitar 25 mmHg. Per- 
        cobaan  mutakhir menunjukkan bahwa efek  hiperventilasi 
        berakhir dalam 20 jam dan bahwa reaktifitas CO2 mening- 
        kat. Jadi bila PCO2 dimungkinkan kembali kenormal, pem- 
        buluh  serebral akan melebar dan TIK meninggi (van  der 
        Poel, 1989).
             Karenanya perlu dipikirkan penggunaan  hiperventi- 
        lasi saat TIK mulai meninggi dibanding sebagai tindakan 
        pencegahan.  Selain  itu pasien harus  dibebaskan  dari 
        ventilasi secara bertahap untuk memungkinkan pengaturan 
        kembali respons serebrovaskular terhadap PCO2.
        
        Pengaliran CSS
        Hanya mungkin bila kateter ventrikuler pada  tempatnya, 
        hampir selalu mengakibatkan penurunan TIK segera. Kare- 
        nanya cara paling efektif untuk mengatasi gelombang te- 
        kanan tinggi. Namun bila ventrikelnya kecil, sering pa- 
        da kasus setelah cedera kepala, hanya sedikit CSS  yang 
        didapatkan  dengan konsekuensi penurunan TIK hanya  se- 
        dikit dan transien.  Karena biasanya penginsersian  ka- 
        teter adalah pada ventrikel kontralateral pada  kontusi 
        atau  perdarahan  intrakranial, penting  untuk  menilai 
        bahwa disaat pengaliran CSS mungkin mengontrol TIK,  ia 
        tidak mengurangi pergeseran garis tengah otak dan  bah- 
        kan  mungkin  memperburuknya.  Ini terjadi karena  lesi 
        massa  unilateral yang menyebabkan peninggian  TIK  se- 
        ring  bersamaan dengan pembesaran  ventrikel  kontrala- 
        teral.
             CSS mungkin dialirkan intermitten atau  sinambung. 
        Pengaliran sinambung harus diatur pada tekanan  sekitar 
        20  smH2O, untuk mencegah kolapsnya  ventrikel  sekitar 
        kateter  dan menyumbatnya. Karena keterbatasan ini, as- 
        pirasi bolus dibatasi hanya pada keadaan emergensi, dan 
        bukan  sebagai alternatif dari pengaliran  yang  sinam- 
        bung.  Pengaliran CSS karenanya merupakan tindakan  es- 
        sensial saat peninggian TIK karena obstruksi jalur CSS.
        
        Diuretika Osmotik
        Merupakan  pengontrol TIK utama sejak efeknya  terhadap 
        otak normal dijelaskan oleh Weed dan McKibben pada  19- 
        19. Namun mekanisme aksi utamanya tetap  diperdebatkan. 
        Aksi  primernya mungkin dengan  mempertahankan  gradien
        osmotik sisi-sisi dinding kapiler, karena itu cairan a- 
        kan mengalir dari rongga ekstrasellular (20% dari volu- 
        me otak).
             Osmolalitas normal serum dan cairan ekstrasellular 
        adalah 295 mmol/kg, jadi tidak ada gradien  osmotik me- 
        lintas sawar-darah otak. Gradien sebesar 30 mmol/kg di- 
        perlukan  untuk  mengurangi cairan  ekstrasellular  dan 
        berarti TIK pada otak normal. Bila TIK meninggi, seper- 
        ti  tampak pada kurva volume-tekanan bahwa sedikit  pe- 
        ngurangan  volume cairan intrakranial  akan  mengurangi 
        TIK dan sesungguhnya ini hanya memerlukan gradien osmo- 
        tik sebesar 10 mmol/kg. Karena aksi ini secara teoritis 
        memerlukan SDO yang intak, diperkirakan bahwa  diuretik 
        osmotik  mengalirkan cairan terutama dari otak  normal. 
        Namun penelitian mutakhir dengan sken resonan  megnetik 
        (yang dapat menentukan indeks kandung air), menunjukkan 
        bahwa  mannitol membuang air dari otak yang  edema  dan 
        tidak dari otak normal (Bell, 1987). Dilain fihak dike- 
        tahui bahwa setelah cedera kepala mannitol meningkatkan 
        berat jenis substansi putih dan mungkin melalui  pengu- 
        rangan air otak (Nath dan Galbraith, 1986).
             Efek kedua dari diuretik osmotik adalah mengurangi 
        viskositas darah. Ini berakibat timbulnya refleks vaso- 
        konstriksi, dan pengurangan TIK. 'Autoregulasi viskosi- 
        tas' ini tergantung pada autoregulasi yang intak. Bebe- 
        rapa  mengatakan bahwa ini adalah efek primer  mannitol 
        (Muizelaar, 1983).
             Sebagai tambahan, diuretik osmotik mungkin  mengu- 
        rangi volume CSS. Mannitol mungkin juga beraksi sebagai 
        scavenger atas radikal bebas, yang disangka penting da- 
        lam menyebabkan pembengkakan otak iskemik. Didaerah ce- 
        dera otak, SDO mungkin sangat rusak hingga agen osmotik 
        berdifusi  keotak sekelilingnya, membawa cairan  beser- 
        tanya dan memperberat pembengkakan otak. Efek ini mung- 
        kin terjadi dalam jumlah kecil dan lambat, namun  mung- 
        kin menjadi masalah dalam tindakan pengobatan  termasuk 
        penggunaan berulang dari mannitol.
        
        Mannitol
        Suatu alkohol dari 6-carbon sugar mannose, dengan berat 
        molekul 180 serta konfigurasi molekular seperti  gluko- 
        sa.  Tidak dimetabolisme dan tampaknya menetap semuanya 
        pada  kompartemen ekstraselluler; jadi  suatu  diuretik 
        sempurna dan paling luas digunakan serta jenis yang  e- 
        fektif dari kelompok ini.  Diberikan sebagai larutan 20 
        %. Untuk efek cepat, namun temporer, dosis biasa adalah 
        1 g (5 ml) per kg berat badan dalam 10-15 menit. TIK a- 
        kan  turun dalam 5-10 menit dan umumnya  efek  berakhir 
        setelah 3-4 jam. Untuk mengobati peninggian TIK persis- 
        ten, mannitol dapat diberikan sebagai bolus yang  lebih 
        kecil, biasanya 0.5 g/kg, kemudian diulang bila  perlu. 
        Sesungguhnya  bolus terkecil yang efektif  adalah  yang 
        harus digunakan.
             Tujuan  pengobatan adalah  mempertahankan  gradien 
        osmotik  antara cairan rongga ekstrasellular  otak  dan 
        plasma.  Dalam mencegah komplikasi ginjal,  osmolalitas 
        serum harus dipertahankan dibawah 325 mmol/kg. Ini pen- 
        ting untuk mempertahankan volume darah sirkulasi dengan 
        cairan  dan koloid yang cukup, pemantauan tekanan  vena 
        sentral dan output ginjal.
             Hiperventilasi dan mannitol mungkin digunakan  un- 
        tuk memperpanjang waktu yang dapat digunakan dalam mem- 
        bawa  pasien dengan hematoma intrakranial  yang  meluas 
        kekamar operasi.  Bagaimanapun juga, pengurangan  volu- 
        me otak memungkinkan perluasan klot juga. Bila tindakan 
        ditunda, efeknya mungkin hilang dan TIK meninggi dengan 
        cepat ketingkat mematikan.
        
        Masalah dengan mannitol
        
        1 Pengurangan efek pada dosis berulang.
          Mannitol  melintas SDO intak perlahan-lahan  dan  SDO 
          yang rusak secara lebih mudah.  Karenanya gradien os- 
          motik berkurang secara bertahap. Selanjutnya  osmola- 
          litas intraselluler bertambah sebagai reaksi terhadap 
          penambahan  osmolalitas  ekstraselluler  dan  plasma, 
          hingga osmolalitas plama harus terus ditinggikan  un- 
          tuk mempertahankan gradien.
        2 Asidosis sistemik dan gagal ginjal akibat  peninggian 
          osmolalitas plasma. Osmolalitas plasma harus diperik- 
          sa teratur dan osmolalitas serum dipertahankan  diba- 
          wah 320 mmol/kg untuk mencegah komplikasi ini.
        3 Rebound  dari TIK bila mannitol dihentikan.  Fenomena   
          ini sering dibicarakan, namun jarang menimbulkan  ke-   
          sulitan dalam prakteknya.  Secara teoritis, bila pem-   
          berian mannitol dihentikan, penurunan mendadak  osmo-   
          lalitas  plasma dengan peninggian osmolalitas  cairan   
          intra  dan ekstraselluler akan  berakibat  pergeseran   
          cairan kedalam otak dan meninggikan TIK. Bagaimanapun   
          bila TIK meninggi saat osmoterapi dihentikan,  tidak-   
          lah mudah menyatakannya sebagai rebound; penyebab la-   
          in harus dicari.
        
        Urea dan gliserol
        Karena berat molekulnya lebih kecil, urea (60) dan gli- 
        serol (92) mempunyai efek osmotik yang lebih besar dari 
        mannitol.  Untuk alasan serupa, mereka melintas SDO le- 
        bih mudah. Karenanya gradien osmotik tak dapat diperta- 
        hankan dan kegunaannya terbatas.  Gliserol juga dimeta- 
        bolisme dan memberikan energi, yang diperkirakan bergu- 
        na pada pengobatan stroke. Selain pemakaian biasa mela- 
        lui  intravena, gliserol dapat diberikan melalui  mulut 
        sebagai larutan 50%.
        
        Diuretika Ginjal
        Bila diuretika digunakan berulang, penting untuk menga- 
        mati keseimbangan cairan dan elektrolit serum.
        
        Frusemida (furosemida)
        Diuretik kuat lengkung distal, bekerja dengan memobili- 
        sasi transport sodium. Ini akan meninggikan osmolalitas 
        plasma melalui diuresis dan juga mengurangi pembentukan 
        CSS  secara langsung. Penelitian klinik  dan  percobaan 
        menunjukkan bahwa frusemida dan diuretika ginjal  lain- 
        nya secara sendiri-sendiri tidak mengurangi TIK  secara 
        nyata.  Namun  ia berefek sinergisme  dengan  mannitol. 
        Frusemida dalam dosis 20-40 mg, diberikan bersama  man- 
        nitol berakibat penurunan TIK yang lebih besar dan  le- 
        bih lama.
        
        Inhibitor anhidrase karbonik
        Asetazolamida mengurangi pembentukan CSS dipleksus kho- 
        roid.  Ia mempunyai sedikit peran dalam  mengelola  pe- 
        ninggian TIK kronik namun tidak berguna dalam mengobati 
        peninggian TIK akut.
        
        Steroid
        Sangat  efektif mengurangi pembengkakan sekitar  tumor. 
        Pasien menjadi lebih alert dan defisit neurologis fokal 
        berkurang dalam 24 jam sejak dimulai pengobatan  stero- 
        id.  Perbaikan  neurologis mendahului  pengurangan  TIR 
        yang mana tidak terjadi untuk 48-72 jam.  Juga mendahu- 
        lui  perubahan kandung air otak yang  diperiksa  dengan 
        MRI  (Bell, 1987), namun alasannya belum jelas.  Diduga 
        bahwa steroid mempertahankan keseimbangan aliran  darah 
        dan  volume serebral didalam jaringan yang  edema  yang 
        selanjutnya  mengurangi fluktuasi TIK, termasuk  gelom- 
        bang plato (barostabilization).
             Beberapa  penelitian gagal memperlihatkan  manfaat 
        steroid yang jelas dalam mengelola peninggian TIK  aki- 
        bat cedera kepala (Pitts dan Kaktis, 1980).  Tak tampak 
        perbaikan  pada outcome pasien cedera kepala yang  dio- 
        bati  dengan  dosis standar (deksametason 4 mg  tiap  6 
        jam)  atau  dosis sangat tinggi 100 mg  sehari.  Sebuah 
        penelitian menunjukkan hasil yang lebih buruk pada pen- 
        derita yang dirawat dengan steroid dibanding yang tanpa 
        steroid  (Dearden, 1986).  Jelaslah bahwa patologi pem- 
        bengkakan  otak dan peninggian TIK pada  cedera  kepala 
        sangat lebih kompleks dibanding yang terjadi pada tumor 
        otak.
             Tampaknya  steroid mempunyai sedikit tempat  dalam 
        mengelola penderita cedera kepala. Mungkin ada sub-grup 
        penderita  cedera kepala yang mungkin diuntungkan  oleh 
        steroid, namun belum dapat diidentifikasikan.
        
        Barbiturat
        Barbiturat  jelas mengurangi tingkat metabolisme  serta 
        tampaknya mungkin mengurangi ADS dan TIK secara  sekun- 
        der. Untuk mendukung hipotesa ini, penurunan TIK sangat 
        erat berhubungan dengan aktifitas elektrik otak.
             Barbiturat  mungkin juga mempunyai  efek  langsung 
        terhadap otot polos pembuluh darah serebral dengan aki- 
        bat vasokonstriksi, mengurangi VDS dan selanjutnya  me- 
        nurunkan  TIK.
             Komplikasi  pengobatan barbiturat, terutama  hipo- 
        tensi  sistemik dan gagal paru-paru harus  diingat  dan 
        pemantauan ketat dengan kateter Swan-Ganz sangat  dian- 
        jurkan. Tindakan yang ditujukan pada penurunan TIK  ha- 
        rus tidak membahayakan tekanan arterial. Bila peninggi- 
        an TIK merugikan otak, tekanan arterial yang rendah  a- 
        kan memperburuknya (Miller. 1985). Walau jelas keampuh- 
        annya  mengurangi  TIK, tak ada bukti yang  baik  bahwa 
        barbiturat  memperbaiki outcome.  Dua penelitian secara 
        acak terhadap efek pentobarbital pada pasien dengan ce- 
        dera  kepala berat menghasilkan konklusi  yang  serupa. 
        Barbiturat  tidak mengurangi mortalitas  maupun  akibat 
        dari peninggian TIK (Ward, 1985); Schwartz, 1984).  Wa- 
        lau  pengurangan temporer dari TIK  terlihat,  sejumlah 
        yang sama pasien yang diberi barbiturat dan pasien  ke- 
        lompok kontrol mati karena peninggian TIK.  Satu perbe- 
        daan  yang bermakna antara pasien yang mendapat  barbi- 
        turat dan pasien kelompok kontrol adalah hipotensi  ar- 
        terial  yang diderita pasien yang mendapat  barbiturat, 
        sering  mencapai tingkat yang berbahaya.  Karenanya di- 
        percaya bahwa keuntungan barbiturat belum dapat  dibuk- 
        tikan pada pasien dengan TIK yang tak terkontrol  sete- 
        lah cedera kepala.
        
        Obat-obatan lain
        Althesin
        Derivat  steroid ini adalah anestetik kerja cepat.  Me- 
        ngurangi TIK yang gagal ditindak dengan  hiperventilasi 
        dan mannitol. Efeknya mungkin sekunder terhadap  pengu- 
        rangan ADS dan penggunaan glukosa serebral.  Penelitian 
        klinik menunjukkan bahwa penurunan TIK tidaklah  karena 
        penurunan  tekanan perfusi serebral. Ia mempunyai  aksi 
        singkat dan kurang berkaitan dengan pengamatan neurolo- 
        gis dibanding barbiturat. Anafilaksi merupakan  kompli- 
        kasi nyata pada injeksi secara bolus bila dipakai untuk 
        induksi anestetik, namun sejauh ini tak pernah  terjadi 
        pada  infus intravena (Bullock, 1986).  Walau  sekarang 
        dihindari  karena respons alergik, obat  sejenis  mung- 
        kin akan tersedia dimasa datang.
        
        Etomidat
        Seperti althesin, etomidat adalah anestetik non  barbi- 
        turat  kerja cepat, yang mana mengurangi ADS  dan  TIK. 
        Dianjurkan  untuk mengurangi TIK pada  tempat  barbitu- 
        rat  karena efek samping dan waktu paruh  yang  panjang 
        dari barbiturat.  Etomidat digunakan untuk mencegah pe- 
        ninggian TIK selama intubasi namun juga dihindari  pada 
        penggunaan  klinik karena efek sampingnya  berupa  sup- 
        presi respons stres adrenokortikal.
        
        Lidokain
        Lidokain intravena mencegah peninggian TIK selama intu- 
        basi (Donegan dan Bedford, 1980). Mungkin beraksi lang- 
        sung pada pusat vasomotor batang otak. Namun belum  ada 
        bukti  bahwa ia mengurangi TIK yang sudah meninggi.  Ia 
        suatu depresan kardiak dan mengaktifkan kejang, dan ka- 
        renanya tidak digunakan diklinik.
        
        Gamma hidroksibutirat
        Bekerja  pada substansi otak dengan menurunkan  tingkat 
        metabolisme glukosa dan menekan ADS serebral. Efek dep- 
        resan metabolik ini digunakan untuk mengontrol TIK pada 
        pasien dengan cedera kepala berat, dengan dosis 65  mg/ 
        kg  berat badan (Leggate, 1986).  Gamma hidroksibutirat 
        kurang berpengaruh pada tekanan arterial dibanding bar- 
        biturat,  namun efeknya pada TIK singkat  hingga  dosis 
        berulang  atau infus sinambung  diperlukan.  Keampuhan- 
        nya berkurang pada pemberian berulang. Ia sangat hiper- 
        osmolar dan harus diberikan via jalur intravena sentral 
        yang panjang untuk mencegah flebitis.
        
        Salin hipertonik
        Pemberian    mannitol   berulang   dapat    menyebabkan 
        hiponatremia, hipovolemia dan gagal ginjal akut.  Salin 
        hipertonik  dengan kekuatan 5 mmol/ml tampaknya  mengu- 
        rangi TIK tanpa diuresis serta memperbaiki sodium serum 
        dan volume darah sirkulasi kenormal (Worthley, 1988).
        
        Oksigen Hiperbarik
        Oksigen hiperbarik pada 2 atmosfer adalah vasokonstrik- 
        tor  serebral, dan mengurangi TIK.  Oksigen yang  larut 
        mengatasi  efek iskemik yang kuat dari  vasokonstriksi. 
        Tampaknya oksigen hiperbarik hanya berguna bila  pembu- 
        luh darah serebral masih mempertahankan  reaktifitasnya 
        terhadap hipokarbia. Dengan kata lain, bila hiperventi- 
        lasi  tidak efektif, mungkin demikian pula oksigen  hi- 
        perbarik.
        
        
        PENGAMATAN NEUROLOGIS
        
        Petunjuk paling penting terhadap perjalanan cedera otak 
        dan  pengaruh pengobatan adalah pemeriksaan  neurologis 
        teliti dan berulang.  Ini dapat  memperkirakan  tingkat 
        kesadaran pasien, suatu petunjuk fungsi otak secara ke- 
        seluruhan, demikian pula pencatatan tanda spesifik, se- 
        perti halnya respons pupil dan kekuatan anggota tubuh.
        
        
        RINGKASAN
        
        Periksa hal berikut bila ditemukan peninggian TIK
        
        1 Posisi transduser, titik nol dan kalibrasi
        2 Posisi pasien: kepala ditinggikan, tidak ada kons-
          triksi leher
        3 Melawan ventilator: sedasi adekuat
        4 Disfungsi paru-paru: periksa gas darah
        5 Suhu tubuh meninggi: dinginkan
        6 Hiponatremia (Na+ kurang dari 130 mmol/l)
        7 Epilepsi: tingkat antikonvulsan adekuat
        8 Lesi massa intrakranial (ulang CT)
        
        
        Pengelolaan Peninggian TIK
        
        1 Mulai terapi bila TIR mencapai 25 mmHg, atau lebih a-
          wal bila simtomatik
          - Periksa jalan nafas dan posisi kepala
        2 Terapi jalur pertama
          - Pertinggi ventilasi
          - Pengaliran CSS (melalui tekanan positif)
          - Frusemida (furosemida)
          - Mannitol, mulai dengan 0.5 g/kg berat badan dan do-
            sis dititrasi sesuai respons TIK
          - Periksa gas darah arterial, pikirkan CT ulang
        3 Terapi jalur kedua
          - Hiperventilasi manual
          - Barbiturat, salin hipertonik, gamma hidroksibutirat