ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

5. CEDERA CORD SPINAL
** Pendahuluan
A. Cedera Spinal dan Kord Servikal
B. Pengelolaan Ketidakstabilan
C. Tulang Belakang Toraks dan Lumbar
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA

    B. PENGELOLAAN KETIDAKSTABILAN 
           TULANG BELAKANG LEHER ATAS
        
        Kebanyakan  cedera  batang  tulang  belakang   mengenai 
        tulang belakang leher dengan insidens yang tinggi  dari 
        paralisis  dan kematian. Morbiditas neurologis  setelah 
        trauma  tulang  belakang  servikal  antara  45-60%  dan 
        tingkat  kematian  sekitar 17%  (Volker,  1991).  Lebih 
        sering  mengenai laki-laki, terutama antara usia  15-30 
        tahun, tersering akibat kecelakaan kendaraan  bermotor, 
        diikuti jatuh, olah raga selam dan atletik.
             25%  fraktura  servikal mengenai  tulang  belakang 
        servikal  superior, C1,2,3. Anatomi,  orientasi,  serta 
        artikulasi  yang  unik dari ruas  tulang  belakang  ini 
        (atlas,  aksis dan C3) mengancam mereka  atas  beberapa 
        cedera   yang  spesifik.  Insidens  cedera   neurologis 
        setelah  fraktura-dislokasi C1,2,3 relatif rendah.  Ini 
        mungkin rendah secara artifisial karena dibuat berdasar 
        insidens  pasien dengan cedera C1,2,3 yang  hidup  saat 
        sampai  kerumah sakit. Cedera neurologis  pada  tingkat 
        tulang  belakang servikal mungkin mencakup  pernafasan, 
        menyebabkan  kematian yang segera pada saat  kecelakaan 
        sebelum mendapat tindakan medis. 25-40% pasien fraktura 
        dislokasi tulang belakang atas setelah kecelakaan mobil 
        mati ditempat kecelakaan akibat kerusakan neurologis.
        
        
        EVALUASI
        Persangkaan yang kuat akan cedera tulang belakang harus 
        dipertahankan  hingga fraktura ataupun  ketidakstabilan 
        servikal  dipastikan  dengan  radiografi.  Immobilisasi 
        kepala  dan leher terhadap torso adalah penting  selama 
        resusitasi awal, triase, dan penilaian pasien.  Sekitar 
        setengah pasien dengan trauma tulang belakang  servikal 
        tampil  tanpa tanda-tanda cedera neurologis.  Pada  10% 
        pasien  gejala dan tanda terganggunya  tulang  belakang 
        servikal  tampil  saat penilaian di UGD  atau  beberapa 
        saat kemudian (saat diradiografi atau  tindakan  awal), 
        menunjukkan  pentingnya  immobilisasi  tulang  belakang 
        servikal  yang baik hingga pemeriksaan  yang  hati-hati 
        dan wajib sudah menunjukkan diagnosis definitif.
             60%  dari pasien dengan fraktura  tulang  belakang 
        servikal  memiliki trauma sistim organ lain,  kenyataan 
        yang  menunjukkan pentingnya 'basic life  support'  dan 
        resusitasi  untuk  mencegah akibat buruk  hipoksia  dan 
        hipotensi  terhadap  fungsi kord  spinal.  Immobilisasi 
        persisten  serta pemeriksaan neurologis  serial  selama 
        masa  resusitasi  adalah  penting  untuk  catatan  (dan 
        disimpan) akan kemampuan fungsional pasien serta  untuk 
        persiapan  pembanding dalam menentukan  perbaikan  atau 
        perburukan fungsi neurologis.
             Pemeriksaan radiologis tulang belakang servikal AP 
        dan  lateral dari dasar tengkorak hingga  T1.  Tampilan 
        lateral  dan  swimmer tulang  belakang  servikal  dapat 
        menampilkan  kebanyakan  cedera  pada  tulang  belakang 
        servikal. Untuk memeriksa tulang belakang servikal atas 
        secara adekuat, terutama bila pasien dengan nyeri dasar 
        tengkorak atau tulang belakang servikal atas atau  bila 
        film lateral inisial memberi dugaan akan suatu  cedera, 
        tampilan  mulut  terbuka untuk  proses  odontoid  serta 
        artikulasi  C1-C2  harus  dilakukan.  Tampilan   pillar 
        proses  odontoid  (tampilan  oblik)  akan   menampilkan 
        integritas  dens  pada pasien yang  tidak  (atau  tidak 
        dapat)  kooperasi  terhadap  tampilan  mulut   terbuka. 
        Sekitar  15%  pasien dengan  fraktura  tulang  belakang 
        servikal atas mempunyai fraktura batang tulang belakang 
        kedua,  hingga mengharuskan pemeriksaan  batang  tulang 
        belakang lengkap dengan radiografi.
             Daerah  yang diduga cedera yang didapat dari  foto 
        polos  harus  dipelajari lebih lanjut  dengan  CT  scan 
        potongan  rapat.  Terutama  untuk fraktura  C1  dan  C2 
        karena subjenis fraktura  yang tepat sulit didapat dari 
        foto  polos. Sebagai tambahan, didapat  frekuensi  yang 
        tinggi dari fraktura kombinasi yang mengenai baik atlas 
        maupun aksis, yang sulit diidentifikasi tanpa citra  CT 
        scan. Penilaian CT scan mendahului foto dinamik  fleksi 
        dan  ekstensi (bila diindikasikan), mielografi,  angio-
        grafi, dan MRI.
             Kekecualian  untuk melakukan CT scan setelah  film 
        tulang  belakang  servikal inisial adalah  pada  pasien 
        dengan  fraktura  dislokasi. Tindakan  harus  dilakukan 
        segera untuk mengurangi fraktura subluksasi dalam upaya 
        memperbaiki alignment anatomik batang tulang  belakang. 
        Traksi dengan tong Gardner-Wells (GWT) biasanya efektif 
        untuk  mengurangi  namun memerlukan  pengawasan  ketat. 
        Sebaiknya  dilakukan di ICU dengan bed Stokes.  Di  ICU 
        juga  bisa dilakukan tindakan yang baik  atas  gangguan 
        respirasi  (biasa pada cedera tulang belakang  servikal 
        atas)  serta syok spinal bila ada, serta tindakan  lain 
        atas  cedera lain yang menyertai.  Immobilisasi  kepala 
        dan leher terhadap torso bisa jadi masalah walau dengan 
        GWT disaat merawat pasien dengan hanya memerlukan beban 
        yang kecil untuk reduksi. Ini terutama pada pasien yang 
        gelisah atau tidak kooperatif.
             Pasien  yang sulit dengan  ketidakstabilan  tulang 
        belakang servikal atas diimmobilisasi lagi dengan kolar 
        yang  kaku  serta bantal pasir diletakkan  pada  setiap 
        sisi  kepala  dan leher (tambahan terhadap  GWT).  Bisa 
        juga  melakukan  immobilisasi awal  dengan  stabilisasi 
        eksternal  kaku (halo vest) untuk  mencegah  subluksasi 
        dan  cedera  neurologis  yang  mengancam  (bahkan  pada 
        kandidat operasi yang menunggu saat operasi).
        
        
        DISTRIBUSI
        
        Fraktura Atlas
        Letaknya yang unik antara tengkorak dan tulang belakang 
        lainnya  merupakan predisposisi atas cedera  traumatika 
        akut.  Insidens fraktura akut antara 3-13% dari  cedera 
        tulang belakang servikal.
             60%  korban  adalah pria, usia  median  40  tahun, 
        sisanya  wanita dengan usia median 42 tahun. 56%  hanya 
        mengalami  fraktura C1 saja, sedang 44% juga  mengalami 
        fraktura C2 juga hingga memerlukan tindakan khusus yang 
        berbeda.  Pada 9% diantaranya memiliki fraktura  tulang 
        belakang  servikal  yang  tidak  berdekatan,  serta 21% 
        bersamaan  dengan cedera kepala. Pada  68%  diakibatkan 
        kecelakaan  kendaraan bermotor, jatuh 13%,  dan  sepeda 
        motor 7%. 12% akibat kecelakaan lain seperti  menyelam, 
        layang gantung, skateboard, dan olah raga lainnya. Pada 
        penelitian  Volker  tidak  ada  pasien  yang  mengalami 
        fraktura terbatas pada C1 memiliki kelainan  neurologis 
        walau beberapa mengeluh disestesia dasar tengkorak  dan 
        leher pada saat datang.
             56% hanya fraktura C1 saja, dimana biasanya berupa 
        fraktura  bilateral  atau  multipel  akut  dari  cincin 
        atlas.  31%  dengan fraktura cincin  unilateral,  13  % 
        fraktura  terbatas  pada massa  lateral.  21%  fraktura 
        terbatas pada C1 tanpa disertai dislokasi C1-C2 seperti 
        tampak pada foto AP dengan mulut terbuka.  27% memiliki 
        pergesaran C1-C2 kurang  dari 6.9mm (ditentukan  dengan 
        mengukur pergeseran massa lateral pada foto AP), dan 9% 
        bergeser lebih dari 6.9mm. Gambaran radiografik penting 
        dalam menentukan tindakan pada fraktura atlas terbatas.
        
        Fraktura Aksis
        Anatomi serta sendi ruas tulang belakang servikal kedua 
        yang unik menyebabkannya sebagai predisposisi  fraktura 
        dan frakturadislokasi dalam variasi yang luas. Fraktura 
        aksis  merupakan 18% dari total cedera tulang  belakang 
        servikal akut.
             Fraktura  odontoid merupakan jenis yang terbanyak, 
        sekitar  60%.  Fraktura hangman's  dan  fraktura  aksis 
        lain-lain (yaitu fraktura non odontoid, non  hangman's) 
        masing-masing  20%. Pria dua kali lebih banyak,  dengan 
        usia  median  pada pria 37 tahun dan wanita  41  tahun. 
        Terbanyak  disebabkan  kecelakaan  kendaraan   bermotor 
        (65%),  diikuti  jatuh (15%) dan  menyelam  (6%)  serta 
        kecelakaan lain (14%).
             5.7%   diikuti cedera neurologis  pada tingkat C2. 
        Angka kematian 6.5%.
        
        Fraktura Kombinasi Atlas-Aksis
        Merupakan sekitar 2% dari populasi total pasien  dengan 
        cedera  tulang belakang servikal akut.  Usia  rata-rata 
        pria  40 tahun dan wanita 51 tahun. Merupakan 44%  dari 
        seluruh  fraktura  atlas  akut, dan  11%  dari  seluruh 
        fraktura aksis. Penyebabnya serupa dengan pada fraktura 
        atlas dan aksis.
             Klasifikasi berdasar pada jenis fraktura  aksis 
        yang  terjadi. Paling sering adalah kombinasi  fraktura 
        C1-odontoid  jenis  II (40%)  diikuti  C1-C2  lain-lain 
        (fraktura  non  odontoid, non  hangman's),  C1-odontoid 
        jenis  III, dan C1-hangman's. C1-odontoid jenis II  dua 
        kali lebih sering dari C1-odontoid jenis III.
             Pada  fraktura C1-hangman's biasanya dengan cedera 
        berganda arkus posterior atlas, sedang fraktura  atlas- 
        aksis  lainnya  dibagi atas fraktura  cincin  berganda, 
        fraktura  cincin  C1 unilateral,  atau  fraktura  massa 
        lateral. 12% pasien datang dengan defisit neurologis.
        
        Fraktura Ruas Tulang Belakang Ketiga
        Fraktura   terbatas  pada  C3  jarang  (sekitar  0.8%). 
        Biasanya fraktura chip primer pada korpus atau  lamina, 
        atau  proses  spinosus. Beberapa dengan  cedera  aksis. 
        Tampaknya C3 terlindung dari cedera karena posisi  yang 
        unik  antara  aksis dan bagian tulang  belakang  dengan 
        fleksi lebih luas yang lebih terancam terhadap cedera.
        
        
        TINDAKAN
        
        Fraktura Atlas
        Biasanya  non bedah dan tergantung pada jenis  fraktura 
        atlas  dan adanya cedera aksis atau badan  ruas  tulang 
        belakang lainnya. Seksi yang rapat dari CT scan  adalah 
        pemeriksaan   diagnostik  terpilih   untuk   menentukan 
        perluasan cedera fraktura C1 dan/atau C2 secara  tepat. 
        Diagnostik  yang benar dapat dibuat dengan foto  polos, 
        namun  hanya  CT  scan atau  politomografi  yang  dapat 
        menentukan fraktura dengan tepat pada kasus yang sulit.
             Terhadap  fraktura C1 terbatas, tanpa  disertai 
        komplikasi fraktura aksis atau tulang belakang servikal 
        lainnya (dimana immobilisasi eksternal yang lebih  kaku 
        atau   operasi  sering  diperlukan),   untuk   membantu 
        menentukan  terapi, Spence memberikan kriteria  terapi. 
        Bila  penyebaran  massa  lateral dari  C1  terhadap  C2 
        seperti tampak pada foto AP melebihi 6.9mm, kemungkinan 
        disrupsi  ligamen transvera sangat besar,  dan  terjadi 
        ketidakstabilan  C1-C2. Cedera ini memerlukan  tindakan 
        yang  lebih agresif dan dianjurkan  stabilisasi  secara 
        bedah.
             Walau  pengalaman  menunjukkan  bahwa  fraktura 
        terbatas C1 akut jarang memerlukan operasi segera (bila 
        tanpa disertai penekanan tulang terhadap kord  spinal), 
        rekomendasi  Spence  tidaklah selalu  dapat  digunakan. 
        Fraktura atlas terbatas dengan penyebaran massa lateral 
        kurang  dari  6.9 mm pada foto  dapat  ditindak  secara 
        efektif  dengan  penyangga leher yang tak  begitu  kaku 
        (kolar  Philadelphia)  untuk  8-12  minggu.  Dianjurkan 
        immobilisasi  eksternal yang lebih kaku untuk  fraktura 
        atlas dengan dislokasi massa lateral 6.9mm atau  lebih. 
        Tampaknya  lebih efektif menggunakan alat  immobilisasi 
        halo-vest  untuk  10-14 minggu. Pengamatan  klinis  dan 
        radiologis  berkala  sangat  penting  untuk  mengetahui 
        penerimaan pasien, alignment yang adekuat, serta  fusi. 
        Film  dinamik  ekstensi  dan  fleksi  diperlukan  untuk 
        memastikan union tulang tanpa disertai ketidakstabilan.
        


                       Fraktura Atlas Terbatas
                                  |
               /----------------------------------------/
               |                                        |
        Dilokasi                                      Dislokasi
        kurang dari 6.9mm                      lebih dari 6.9mm
               |                                        |
               |                                        |
        Kolar Philadelphia                            Halo Vest
        
        
        Fraktura Aksis
        Beberapa  jenis terbaik ditindak dengan  nonbedah.  Ini 
        termasuk  fraktura hangman's, odontoid jenis  III,  dan 
        fraktura aksis 'lain-lain'.
             Fraktura hangman's adalah fraktura melalui pars 
        interartikularis  (bilateral)  aksis.  Kegagalan   atas 
        tindakan nonbedah ditindak secara bedah.
             Fraktura  odontoid  jenis III  adalah  fraktura 
        yang melalui dasar proses odontoid yang meluas ketulang 
        badan dari aksis. Fraktura ini jarang menjadi  nonunion 
        atau tidak stabil dalam waktu lama bila immobilisasinya 
        dengan penyangga eksternal adekuat.
             Fraktura  aksis lain-lain adalah  semua  cedera 
        yang tidak termasuk fraktura hangman's maupun odontoid. 
        Tindakan  tergantung  jenis  frakturanya  dan  beratnya 
        fraktura serta adanya subluksasi C2-C3. Jelas  fraktura 
        proses  spinosus  atau fraktura lamina  terbatas  tidak 
        memerlukan  tindakan  immobilisasi atau  durasi  terapi 
        seperti  yang dibutuhkan dalam menindak badan  C2  atau 
        fraktura massa lateral dengan subluksasi C2-C3 3mm.
        
        
                       Fraktura Aksis Terbatas
              /-----------------------------------------/
              |                   |                     |
        Hangman's             Odontoid              Lain-lain    
              |       /----------------/        /---------/
              |       |                |        |         |
        Vest Halo  Jenis II     Jenis III     Proses   Korpus
                      |                |      spinosa, pedikel,
                      |                |      lamina   massa
                      |                |        |      lateral
               /------------/          |        |         |
               |            |          |        |         |
        Dislokasi     Dislokasi   Nonbedah      |         |
        dens kurang   dens lebih  (Vest Halo)   |         |
        dari 6mm      dari 6mm                  |         |
               |            |                   |         |
               |            |                   |         |
        Nonbedah      Pikirkan               Kolar    Nonbedah
        (Vest Halo)   Bedah           Philadelphia (Vest Halo)



        Adanya  ketidakstabilan  yang  jelas  serta  subluksasi 
        tingkat C2-C3 mungkin indikasi tindakan operasi  segera 
        pada pasien dengan fraktura aksis akut.
             Tindakan terhadap jenis yang paling sering dari 
        fraktura  aksis,  fraktura  odontoid  jenis  II,  tetap 
        kontroversial.  Derajat  dislokasi dens  adalah  faktor 
        terpenting  dalam  menentukan  berhasil  atau  tidaknya 
        tindakan nonbedah pada fraktura odontoid jenis II.
             Usia pasien harus dipertimbangkan dalam menentukan 
        tindakan  operatif atau tidak. Pasien berusia 60  tahun 
        atau  lebih mempunyai tingkat nonunion tiga kali  lebih 
        besar dari usia dibawahnya.
        
        
        Fraktura Kombinasi Atlas-Aksis
        Lipson menganjurkan immobilisasi eksternal dengan  vest  
        halo   selama  6-8  minggu  untuk  memberi   kesempatan 
        sembuhnya  fraktura atlas, diikuti operasi  wiring  dan 
        fusi  sebagai  tindakan  definitif  fraktura  dislokasi 
        aksis.  Namun tidak semua fraktura atlas tidak  stabil, 
        hingga  dipikirkan  cara  lain:  Fraktura  arkus  atlas 
        unilateral  atau  fraktura massa  lateral  C1  terbatas 
        tidak memerlukan operasi wiring segera C1 terhadap  C2. 
        Bila  fraktura  atlas  adalah jenis  bursting (fraktura 
        arkus   bilateral  atau  berganda),  maka atlas   tidak 
        tersertakan pada wiring dan wiring oksiput terhadap  C2 
        dan  tindakan  fusi  harus  dipetimbangkan.   Karenanya 
        immobilisasi tambahan selama 6-8 minggu sebelum operasi 
        yang dianjurkan Lipson dapat dihindarkan.
             Operasi  dini  (dalam 3-12 hari  sejak  cedera) 
        dilakukan  tergantung  jenis fraktura  aksis.  Fraktura 
        aksis  terbatas  berupa  fraktur  adontoid  jenis  III, 
        fraktura  hangman's, fraktura lain-lain,  dan  beberapa 
        fraktura  odontoid jenis II dapat sembuh  hanya  dengan 
        immobilisasi eksterna saja selama 8-14 minggu. Fraktura 
        odontoid jenis II  dengan dislokasi dens lebih dari 6mm 
        atau lebih mempunyai angka nonunion yang tinggi  dengan 
        immobilisasi  eksternal  kaku  (ergantung  usia,   arah 
        dislokasi  dens,  atau  derajat  gangguan  neurologis). 
        Operasi stabilisasi dan fusi dini dilakukan pada pasien 
        jenis  ini.  Semua  fraktura  aksis  dengan   kombinasi 
        fraktura  atlas lainnya harus dimulai  ditindak  dengan 
        immobilisasi  eksternal kaku. Lebih disukai  vest  halo 
        karena karakteristik immobilisasinya superior.
             Jenis fraktura atlas yang  terjadi akan menentukan 
        apakah  C1 dan C2 hanya satu-satunya daerah  yang  akan 
        dioperasi  wiring dengan tindakan fusi (fraktura  arkus 
        unilateral  atau  fraktua massa lateral),  atau  apakah 
        cedera  atlas  tidak  memadai  untuk  tindakan   wiring 
        langsung (fraktura cincin bilateral atau berganda)  dan 
        memerlukan tindakan wiring dan fusi oksiput hingga C2.
        
        
        
        
                       Fraktura Kombinasi C1-C2
                                  |
                    /---------------------------/
                    |                           |
          Fraktura C1-Odontoid II   Fraktura C1-Odontoid III
                    |               Fraktura C1-Hangman's
                    |               Fraktura C1-C2 'lain-lain'
            /--------------/                    |

            |              |                    |
        Dislokasi     Dislokasi     Immobilisasi eksternal
        dens <6mm     dens >6mm
            |              |
            |              |
        Immobilisasi       |
        eksternal          |
                           |
           /------------------------------/
           |                              |
        Cincin C1 intak      Cincin C1 fraktura berganda
           |                              |
           |                              |
        Wiring/fusi C1-C2    Wiring/fusi Oksiput-C2
        
        
        
        FRAKTURA RUAS TULANG BELAKANG SERVIKAL KETIGA 
        
        Tindakan tergantung kasus per kasus sesuai dengan jenis 
        fraktura serta adanya fraktura atau fraktura  dislokasi 
        yang  menyertai. Umumnya ditindak  dengan  immobilisasi 
        eksternal.   Majoritas  fraktura  C3  terbatas   adalah 
        fraktura proses spinosus atau fraktura lamina terbatas.
        
        
        ORTOSIS SERVIKAL
        
        Kecuali untuk cedera yang sangat ringan ( yaitu  sprain 
        servikal  atau  fraktura proses spinosus  terbatas  dan 
        stabil), kolar busa tidak boleh digunakan sebagai  alat 
        ortotik   terhadap  tulang  belakang  servikal.   Kolar 
        Philadelphia,  yang nyata memberikan immobilisasi  yang 
        lebih  baik  terhadap leher dibanding  busa,  digunakan 
        dalam menindak fraktura atlas yang tergeser kurang dari 
        6.9mm,  fraktura aksis 'lain-lain' yang  kurang  berat, 
        dan fraktura C3 minor.
             Fraktura-dislokasi  pada C1,2,3 yang  lebih  nyata 
        memerlukan  immobilisasi  leher dan  kepala  yang  kaku 
        terhadap torso untuk mempertahankan alignment  anatomik 
        dan  untuk  memastikan union  tulang.  Beberapa  rangka 
        (brace)  servikotorasik telah dirancang untuk  kegunaan 
        ini.   Rangka  SOMI  memberikan  immobilisasi   memadai 
        terhadap fleksi, namun memberikan kemungkinan ekstensi, 
        rotasi dan tekukan lateral dari tulang belakang  leher. 
        Ortosis  servikotorasik kaku serta rangka Yale  sedikit 
        lebih baik atas immobilisasi kepala dan tulang belakang 
        dibanding  SOMI; namun keduanya memberikan  kemungkinan 
        yang  jelas atas fleksi, rotasi dan  tekukan  kelateral 
        dari  leher dibanding rangka immobilisasi  halo.  Walau 
        tidak mutlak kemampuannya membatasi gerakan kepala  dan 
        leher,  ring  halo  melekat  ke  vest  badan   plastik, 
        memberikan bentuk paling baik untuk immobilisasi tulang 
        belakang  servikal  eksternal yang tersedia  saat  ini. 
        Vest halo digunakan secara luas untuk mengelola  secara 
        nonbedah fraktura atlas dengan dislokasi lateral kurang 
        dari 6.9mm, kombinasi fraktura C1-2, fraktura  odontoid 
        jenis  II  (dengan  dislokasi dens  kurang  dari  6mm), 
        fraktura  odontoid jenis III, fraktura  hangman's,  dan 
        fraktura  aksis  'lain-lain' yang  lebih  berat.  Hasil 
        biasanya  baik dengan beberapa  komplikasi.  Dianjurkan 
        rangka servikotorasik kaku sebagai pilihan umtuk pasien 
        yang  tidak dapat mentolerasi  immobilisasi  vest-halo, 
        terutama terhadap cedera fleksi.
        
        
        RANGKUMAN
        
        Jumlah cedera tulang belakang yang mengenai ruas tulang 
        belakang  bagian  atas cukup  banyak.  Insidens  cedera 
        neurologis  pada  pasien  yang  berhasil  mencapai  UGD 
        relatif  rendah  pada  pasien  dengan  fraktura  C1,2,3 
        dibanding  tingkat servikal bawah dan dapat  dijelaskan 
        karena ruang subarakhnoid yang lebih luas pada  tingkat 
        yang lebih atas. Variasi yang sangat luas dari fraktura 
        dan fraktura-dislokasi bisa terjadi antara oksiput  dan 
        C3.  Tindakan terhadap cedera jenis ini dimulai  dengan 
        immobilisasi dan penilaian segera. Foto standard dan CT 
        scan  penting untuk menentukan keadaan yang tepat  dari 
        masing-masing  fraktura  serta akan  menuntun  tindakan 
        selanjutnya.  Tindakan optimal terhadap  setiap  cedera 
        fraktura  bersifat  kasus per kasus.  Patokan  spesifik 
        telah  dijelaskan  untuk  membantu  menentukan   apakah 
        tindakan   operatif  atau  non  operatif   akan   lebih 
        bermanfaat.  Apapun jenis tindakan yang diambil,  wajib 
        melakukan pengamatan ketat untuk mengamati hasil terapi 
        dan mengoptimalkan outcome pasien.
        
        
        C. PENGELOLAAN KETIDAKSTABILAN 
        TULANG BELAKANG SERVIKAL BAWAH
        
        Ketidakstabilan tulang belakang servikal bawah  (C3-C7) 
        paling  sering  diakibatkan  cedera  traumatika.   Pada 
        masyarakat sipil tersering jenis cedera tertutup dengan 
        ruda  paksa  tidak langsung  terhadap  tulang  belakang 
        servikal.  Bervariasi  dari  cedera  regang   miofasial 
        sederhana  serta  nyeri leher (sprain,  strain)  hingga 
        kuadriplegia  dan mati. Ketidakstabilan traumatik  bisa 
        berakibat  cedera serius pada kord spinal leher  dengan 
        meninggalkan  cacad dan derita jangka  panjang.  Tujuan 
        yang  mendasar  atas tindakan oleh dokter  atas  pasien 
        adalah  mencegah  atau menekan  perluasan  cedera  kord 
        spinal setelah suatu cedera dan ketidakstabilan  tulang 
        belakang  servikal.  Kesimpulannya  adalah   memberikan 
        lingkungan  optimal  untuk kord  spinal  servikal  agar 
        terjadi  pemulihan maksimal atas semua  kerusakan  yang 
        terjadi saat kejadian.
             Pengelolaan  yang tidak memadai akan  mengahalangi 
        pemulihan  yang diharapkan atau  menyebabkan  kerusakan 
        fungsi neurologis selanjutnya. Sepertiga pasien  cedera 
        leher  bawah  dinegara maju menderita  cedera  tambahan 
        permanen  yang diakibatkan kesalahan  pengelolaan  atau 
        terlewatnya  persangkaan oleh dokter yang  pertama-tama 
        merawatnya (Sypert,GW, 1991). Cara pengelolaan mutakhir 
        dirancang  untuk  mencegah  komplikasi  pasca   cedera, 
        terutama  yang berkaitan dengan  ketidakstabilan,  yang 
        mana akan menyebabkan kecacadan dan mencegah  pemulihan 
        fungsi neurologis secara spontan.
        
        
        KLASIFIKASI
        
        Kebanyakan  peneliti menganggap bahwa mekanisme  cedera 
        merupakan dasar utama klasifikasi. Percobaan biomekanik 
        dan  model  kadaver  telah  menjelaskan  hubungan  yang 
        mendasar antara mekanisme cedera (kekuatan vektor)  dan 
        cedera  osseomuskuloligamentosa akuta  tulang  belakang 
        servikal bawah. Kekuatan vektor sejati tersebut  adalah 
        fleksi,  ekstensi,  kompresi vertikal  (beban  aksial), 
        distraksi  vertikal, fleksi lateral (tekukan  lateral), 
        rotasi,  shear, atau kombinasi tenaga  tersebut,  telah 
        dibuktikan  menyebabkan  cedera  ossemuskuloligamentosa 
        yang  khas  untuk  tenaga vektor  atau  kombinasi  dari 
        tenaga tersebut.
             Cedera  ini  biasanya disebabkan  trauma  terhadap 
        kepala  atau  batang  tubuh  atau  kombinasinya  dimana 
        kekuatan vektor dihantarkan ketulang belakang  servikal 
        dengan  menimbulkan cedera pada struktur  osseomuskulo- 
        ligamentosa,  neural, dan vaskuler. 90%  cedera  serius 
        jenis  ini terjadi pada kepala atau badan  yang  sedang 
        berakselerasi yang membentur objek yang diam.  Nyatanya 
        kekuatan  yang  bertanggung jawab  hanya  dapat  diduga 
        retrospektif  berdasar riwayat, pemeriksaan fisik,  dan 
        pencitraan neurodiagnostik.
             Karena  sebagian  besar  cedera  tulang   belakang 
        servikal  bawah terjadi pada kepala yang bergerak  yang 
        membentur  benda yang diam, kekuatan aksial yang  hebat 
        mungkin  terjadi  pada kebanyakan cedera  fleksi  serta 
        ekstensi.  Kekuatan vektor predominan berupa  distraksi 
        (dislokasi atlanto-oksipital dan/atau  atlanto-aksial), 
        fleksi lateral (fraktura proses unsinat), serta  shear, 
        tampaknya  jarang  ditemui diklinik  dan  sering  tidak 
        berakibat cedera yang khas pada penelitian. 
             Karena  sasaran pengelolaan adalah  mencegah  atau 
        meminimalkan  cedera  neurologis  setelah  cedera serta 
        memberikan  lingkungan yang optimal untuk  kord  spinal 
        serta  akar  saraf  agar  didapat  pemulihan   maksimal 
        setelah  setiap kerusakan saat cedera,  tindakan  utama 
        yang  harus dilakukan adalah mengusahakan   penyembuhan 
        dalam  keadaan yang stabil dari kompleks  osseomuskulo- 
        ligamentosa  tulang belakang servikal. Tulang  belakang 
        servikal  yang stabil mencegah cedera selanjutnya  atau 
        cedera yang akan terjadi dimasa akan datang atas elemen 
        neural  dan memberikan kesempatan terbaik  akan  fungsi 
        yang bebas nyeri.
             Untuk  menentukan tindakan yang rasional  berdasar 
        kestabilan spinal harus difahami patologi osseomuskulo- 
        ligamentosa,   semua  keadaan  cedera   atau   kompresi 
        jaringan  neural,  serta kemungkinan  penyembuhan  yang 
        diharapkan.  Selain itu perlu memikirkan setiap  risiko 
        yang  bisa terjadi atas semua macam cara  yang  mungkin 
        dilakukan.  Tanpa  pengetahuan tersebut  tidak  mungkin 
        mendapatkan  manfaat  terbesar  dengan  risiko   paling 
        sedikit.
             Stabilitas tulang belakang servikal secara  klinis 
        ditentukan   oleh:  (1) semua  segmen  bergerak   tidak 
        bergeser  lebih  jauh atau  mengalami  deformitas  pada 
        beban   fisiologis;  (2) tidak  ada   pergeseran   yang 
        progresif  atau deformitas selama  proses  penyembuhan; 
        dan  (3) tidak ada kompresi atau cedera yang  progresif 
        terhadap  elemen  neural. Pada  keadaan  klinis  cedera 
        tulang belakang servikal akut, sering sulit  menentukan 
        stabilitas. Sebagai pegangan umum, paling aman  menduga 
        bahwa  semua  cedera tulang  belakang  servikal  adalah 
        tidak  stabil  hingga dipastikan  bahwa  lesi  tersebut 
        adalah stabil.
             Dari  penelitian didapatkan bahwa  ketidakstabilan 
        tulang  belakang servikal mengancam atau  terjadi  bila 
        terjadi  pergeseran 3.5 mm atau lebih satu ruas  tulang 
        belakang terhadap ruas tulang belakang berdekatan, atau 
        bila terjadi angulasi lebih dari 11o antara ruas tulang 
        belakang berdekatan. Namun nilai pergeseran yang  lebih 
        kecil   atau  tiadanya  angulasi  pada  citra   lateral 
        neurodiagnostik  tidak  memastikan  kestabilan.  Ruptur 
        ligamen  posterior yang berat dengan  subluksasi  faset 
        yang  transien serta reduksi spontan dapat terjadi  dan 
        umumnya tidak tampak pada foto tulang belakang servikal 
        lateral  konvensional.  Bahkan  foto  dinamik   fleksi-
        ekstensi  dinamik  lateral  mungkin  tidak  menunjukkan 
        ketidakstabilan  akut akibat adanya  refleks  kontraksi 
        otot  serta  spame.  Karenanya  penting  untuk  memulai 
        tindakan terhadap cedera tulang belakang servikal  akut 
        yang  tidak stabil menggunakan alat  ortotik  eksternal 
        hingga  respon  akut  terhadap  trauma  berkurang   dan 
        pencitraan  dinamik  berikutnya akan  dapat  memastikan 
        kestabilan.
             Walau konsep dua kolom dari tulang belakang  tidak 
        berguna  dalam memahami mekanisme cedera  yang  terjadi 
        akibat  kekuatan yang predominan fleksi atau  ekstensi, 
        redefinisi  yang  lebih  mutakhir  atas  kolom   tulang 
        belakang  untuk  memasukkan  kolom  tengah   memberikan  
        keuntungan  besar  dalam  hal  biomekanik  dan  klinik. 
        Konsep  tiga  kolom yang semula digunakan  pada  tulang 
        belakang  toraks  dan  lumbar  tampaknya  jelas   dapat 
        digunakan  dengan  baik pada tulang  belakang  servikal 
        bawah.  Kolom  posterior  dibentuk  oleh  arkus  neural 
        posterior,  proses spinosus, proses artikuler  fasetal, 
        dan kompleks ligamen posterior yang bersangkutan. Kolom 
        tengah  terdiri  dari sepertiga  posterior  badan  ruas 
        tulang  belakang  serta annulus  fibrosus  dan  ligamen 
        longitudinal  posterior.  Kolom anterior  terdiri  dari 
        ligamen  longitudinal anterior dan duapertiga  anterior 
        dari badan ruas tulang belakang serta annulus fibrosus. 
        Sebagai  pendekatan pertama, bila dua atau lebih  kolom 
        mengalami   disrupsi,   maka   ketidakstabilan   tulang 
        belakang akuta terjadi dan dapat diprediksi kemungkinan 
        ketidakstabilan  yang  terjadi  kemudian.  Cedera  yang 
        mengenai  satu kolom umumnya tidak  berakibat  ketidak- 
        stabilan.
        
        
        Tabel
        Klasifikasi Mekanistik Cedera Osseomuskuloligamentosa
        dari Tulang Belakang Servikal Bawah (GW. Sypert)
        -------------------------------------------------------
        I.   Fleksi
             A. Dislokasi anterior (sprain hiperfleksi)
             B. Dislokasi faset bilateral (locked facet)
             C. Fraktura kompresi baji sederhana
             D. Fraktura Clay-Shoveler (avulsi proses spinosus)
             E. Fraktura teardrop fleksi
        II.  Fleksi-Rotasi
             A. Dislokasi faset unilateral
        III. Kompresi Vertikal (beban aksial)
             A. Fraktura Burst
        IV.  Ekstensi
             A. Dislokasi hiperekstensi (sprain hiperekstensi)
             B. Fraktura laminer
             C. Fraktura-dislokasi hiperekstensi
        V.   Ekstensi-Rotasi
             A. Fraktura massa (pilar) lateral
        VI.  Fleksi Lateral
             A. Fraktura proses unsinat
        -------------------------------------------------------
        
        
        CEDERA TULANG BELAKANG SERVIKAL BAWAH
        
        Tindakan  terhadap cedera serta ketidakstabilan  tulang 
        belakang  servikal bawah tetap kontroversial.  Ketidak- 
        seragaman termasuk hal immobilisasi ortotik  eksternal, 
        dekompresi  bedah, dan stabilisasi bedah,  baik  secara 
        umum  maupun  secara spesifik. Selain itu,  jenis  alat 
        untuk  stabilisasi eksternal yang memadai untuk  cedera 
        spesifik seperti juga mengenai jenis yang optimal  dari 
        stabilisasi  bedah  untuk cedera  yang  spesifik  tetap 
        diperdebatkan.
        
        
        Cedera Fleksi
        
        
        Dislokasi Anterior
        
        Dislokasi  (subluksasi) anterior  diakibatkan  disrupsi 
        terbatas  berat kompleks ligamen posterior. Cedera  ini 
        khas  pada  foto polos lateral dengan  angulasi  hiper- 
        kifotik  tulang  belakang servikal yang  terbatas  pada 
        segmen bergerak yang terkena. Ia berkaitan dengan 20-30 
        persen  insidens ketidakstabilan yang tertunda   akibat 
        gagalnya penyembuhan ligamen.
             Subluksasi  anterior (sprain  hiperfleksi)  tulang 
        belakang servikal bawah jarang berkaitan dengan  cedera 
        kord tulang belakang servikal. Keluhan tersering adalah 
        nyeri  leher dan spasme otot pasca cedera.  Foto  polos 
        lateral  sering  bernilai diagnostik. Tetapi  lesi  ini 
        mungkin terlalaikan bila pasien pada posisi  terlentang 
        atau ekstensi saat foto diambil. Karenanya foto fleksi-
        ekstensi  dinamik mungkin diperlukan  untuk  menegakkan 
        diagnosis.
             Pengelolaan dislokasi anterior dimulai non  bedah. 
        Bila  terdapat  subluksasi  anterior,  harus  direduksi 
        dengan ekstensi atau traksi skeletal. Pemakaian ortosis 
        vest  halo,  mempertahankan alignment  tulang  belakang 
        selama  10-12  minggu  memberikan  kemungkinan  terbaik 
        untuk penyembuhan ligamen. Bila ketidakstabilan menetap 
        walau sudah dengan immobilisasi eksternal, maka fiksasi 
        internal  posterior dan fusi pada segmen bergerak  yang 
        terkena  akan  memadai. Untuk pasien yang  tidak  dapat 
        mentolerasi  immobilisasi eksternal yang  rigid,  dapat 
        dipertimbangkan tindakan operasi posterior dini.
        
        
        Dislokasi Faset Bilateral
        
        Subluksasi  anterior  tulang  belakang  servikal  bawah 
        dengan  dislokasi faset bilateral biasanya akibat  dari 
        cedera   hiperfleksi-shear  yang  berat.   Interlocking 
        biletaral terjadi bila faset artikuler inferior  tulang 
        belakang sebelah atas yang mengalami dislokasi bergeser 
        kedepan  diatas  faset superior  dari  tulang  belakang 
        dibawahnya. Cedera ini adalah cedera ligamen tiga kolom 
        yang  serius;  yaitu  adanya  ruptur  kompleks  ligamen 
        posterior, kapsula sendi, diskus intervertebral,  serta 
        biasanya  ligamen longitudinal anterior dan  posterior. 
        Karenanya  dislokasi ini akan sangat tidak  stabil  dan 
        perhatian  yang  besar harus diberikan  bila  dilakukan 
        reduksi  tertutup. Traksi skeletal servikal  berlebihan 
        akan menyebabkan cedera distraksi kord tulang  belakang 
        servikal.
             Dislokasi faset bilateral terjadi sekitar 5 persen 
        dari  cedera  tulang belakang servikal  berat.  Umumnya 
        (sekitar  80  %),  mielopati  transversa  lengkap  yang 
        irreversibel tampil saat kejadian akibat rusaknya  kord 
        tulang  belakang karena dislokasi tulang belakang.  Hal 
        yang  sama,  fungsi  akar  saraf  ditingkat   dislokasi 
        akan hilang akibat traksi, kompresi atau avulsi.
             Foto lateral menunjukkan subluksasi anterior  ruas 
        tulang belakang sebelah rostral sekitar 50 % atau lebih 
        dari  permukaan badan ruas tulang belakang.  Pada  foto 
        anteroposterior  tampak tidak ada atau  adanya  sedikit 
        pergeseran proses spinosus.
             Pengelolaan optimal dislokasi faset bilateral yang 
        disertai locking tetap kontroversial. Umumnya prioritas 
        yang besar diberikan pada reduksi tertutup segera  dari 
        dislokasi  memakai traksi skeletal dan manipulasi  atau 
        reduksi secara bedah dini melalui pendekatan  posterior 
        bila  cara tertutup tidak berhasil.  Maiman  melaporkan 
        bahwa  reduksi secara dini gagal memperbaiki  perbaikan 
        neurologis yang berarti. Ia tidak menganjurkan  reduksi 
        segera.  Hal  yang sama, tidak  tampak  perbaikan  akar 
        saraf dengan reduksi dini maupun tunda.
             Sekitar  60 % dislokasi faset bilateral  menyembuh 
        dengan  ankilosis interbody spontan  dengan  stabilisai 
        vest  halo  setelah 12 minggu. Bila badan  ruas  tulang 
        belakang  mengalami  kompresi  yang  bersamaan   dengan 
        dislokasi   faset,  insidens   ketidakstabilan   kronik 
        sekitar 66 %. Karenanya fiksasi internal posterior dini 
        disertai  fusi  akan merupakan pilihan  yang  beralasan 
        dibanding immobilisasi dengan vest halo jangka panjang. 
        Pasien  dengan ketidakstabilan tertunda pada saat  atau 
        setelah dilakukan tindakan dengan stabilisasi tertutup, 
        diindikasikan untuk artrodesis bedah posterior. Fiksasi 
        internal aman dilakukan bersamaan dengan 'tension  band 
        wiring'  proses spinosus secara posterior  atau  dengan 
        klem interlaminer. Fusi secara bedah dengan  pendekatan 
        anterior saja tanpa dengan penguatan ligamen  posterior 
        mempunyai angka kegagalan yang tinggi.
             Walau  umumnya dianggap bahwa  operasi  dekompresi 
        jarang diindikasikan pada pasien dengan dislokasi faset 
        bilateral,  Maiman melakukan dekompresi anterior  untuk 
        merekonstruksi  anatomi normal kanal spinal yang  tetap 
        memperlihatkan  adanya effek massa ventral walau  sudah 
        dilakukan reduksi optimal dengan traksi skeletal.  Yang 
        penting,  fungsi  akar saraf dan kord  tulang  belakang 
        tampaknya  membaik  dengan tindakan  bedah.  Dekompresi 
        anterior  satu  tahap yang digabung  dengan  artrodesis 
        posterior  lebih disukai apabila  dilakukan  dekompresi 
        anterior.
        
        
        Fraktura Kompresi Baji Sederhana
        
        Fraktura  kompresi sederhana adalah akibat dari  cedera 
        hiperfleksi dengan kekuatan yang cukup untuk terjadinya 
        impaksi satu ruas tulang belakang terhadap ruas  tulang 
        belakang  dibawahnya. Fraktura ini khas dengan  impaksi 
        endplate  superior dan impaksi serta  angulasi  kifotik 
        tepi superior anterior badan ruas tulang belakang  yang 
        terkena, yang tampak pada foto lateral. Walau  beberapa 
        pasien   dengan  cedera  ini  tanpa   disertai   cedera 
        neurologis,  sebagian  besar akan  mengalami  kerusakan 
        kord tulang belakang.
             Pengelolaan  awal  cedera ini  adalah  realignment 
        tertutup.  Alignmnet  optimal untuk  fraktura  kompresi 
        baji  biasanya  didapat  dengan  traksi  skeletal  pada 
        pasien yang berbaring. Elevasi ringan bahu pasien  agar 
        tulang   belakang  servikal  sedikit  ekstensi   sering 
        membantu. Sebagian menganjurkan beban yang besar (25-30 
        kg)  untuk  mendapatkan  alignment  yang  optimal   dan 
        mengembalikan  tinggi badan ruas tulang belakang.  Lalu 
        traksi dipertahankan dengan beban ini selamam  beberapa 
        hari  diikuti reduksi beban perlahan dalam  2-3  minggu 
        berikutnya   untuk   mempertahankan   reduksi.   Traksi 
        skeletal  dipertahankan 3-4 minggu  untuk  memungkinkan 
        badan  ruas  tulang belakang sebelah  anterior  kembali 
        kekonfigurasi  normalnya, diikuti pemakaian  vest  halo 
        selama  8 minggu. Bila foto awal  menunjukkan  disrupsi 
        ligamen  posterior, dilakukan pemakaian vest halo  dini 
        setelah reduksi dan stabilisasi, dan dicadangkan  untuk 
        tindakan bedah bila ketidakstabilan tertunda  (delayed) 
        tampil  saat atau setelah masa  immobilisasi  eksternal 
        rigid.
             Pasien  dengan  kelainan neurologis  yang  menetap 
        setelah realignment dan stabilisasi optimal, pencitraan 
        neurodiagnostik  yang  memadai  (CT  scan,  mielografi) 
        harus  dilakukan  untuk menentukan adanya  lesi  neuro-
        kompresif.  Bila  ada,  biasanya  terletak   dianterior 
        elemen saraf. Bila lesi ini adalah suatu diskus  inter-
        vertebral  yang  mengalami herniasi, sering  pada  satu 
        tingkat  diatas  ruas tulang  belakang  yang  mengalami 
        kompresi.  Dekompresi bedah dengan  rekonstruksi  kanal 
        spinal   untuk  lesi  massa  yang  terletak   diventral 
        akan  memerlukan pendekatan anterior. Tandur  penyangga 
        anterior  yang  memadai, artrodesis  posterior  apabila 
        kompleks  ligamen  posterior  robek,  dan  immobilisasi 
        eksternal  rigid pasca bedah diperlukan bila  dilakukan 
        dekompresi anterior.
             Pengelolaan optimal lesi ini tetap  diperdebatkan. 
        Pada  fraktura baji sederhana tanpa  kerusakan  ligamen 
        posterior,  angka  insidens  ketidakstabilan   tertunda 
        (deformitas  kifotik  progresif) sekitar  10-15  persen 
        pada  pasien  yang dikelola dengan  immobilisai  dengan 
        vest  halo.  Karenanya pasien dengan lesi  tulang  yang 
        bersamaan  dengan  adanya kerusakan  ligamen  posterior 
        dinasehatkan bahwa stabilisasi bedah mungkin diperlukan 
        untuk  mendapatkan  stabilitas  tulang  belakang  walau 
        sudah  dengan 12 minggu immobilisasi  eksternal.  Untuk 
        pasien,  baik yang dengan cedera kolom anterior  maupun 
        posterior  yang tidak dapat   mentolerasi  immobilisasi 
        rigid, dapat dilakukan stabilisasi bedah dini.
        
        
        Fraktura Clay-Shoveler
        
        Adalah  fraktura  avulsi proses  spinosus  ruas  tulang 
        belakang  servikal  bawah  (satu  atau  lebih).  Proses 
        spinosus  C7 paling sering terkena, diikuti C6 dan  T1. 
        Ia terjadi bila kepala dan segmen spinal servikal  atas 
        terfleksikan melawan aksi yang berlawanan dari kompleks 
        muskuloligamen  posterior. Pada foto lateral,  fraktura 
        ini  khas  dengan adanya fraktura oblik  terbatas  pada 
        proses  spinosus  ruas tulang  belakang  yang  terkena. 
        Karena tulang belakangnya stabil, tindakan terdiri dari 
        immobilisasi  dengan  ortosis eksternal  seperti  kolar 
        Philadelphia untuk 8 minggu.
        
        
        Fraktura Fleksi Teardrop 
        
        Disebabkan  hiperfleksi berat dengan  disrupsi  lengkap 
        diskus  intervertebral  dan semua ligamen  dari  ketiga 
        kolom  bersamaan dengan fraktura oblik bagian  anterior 
        inferior badan ruas tulang belakang bersangkutan.  Foto 
        lateral  akan  menampakkan fraktura  triangular  bagian 
        anteroinferior  badan ruas tulang belakang, atau  lebih 
        sering,  fraktura  triangular atau  kuadrilateral  yang 
        lebih besar bagian anterior badan ruas tulang belakang. 
        Badan  ruas  tulang belakang tergeser  keposterior  dan 
        fragmen  anteriornya tergeser keanterior.  Ruas  tulang 
        belakang  yang terkena terkompresi, dengan  penyempitan 
        diskus  intervertebral serta deformitas kifotik  tulang 
        belakang servikal.
             Fraktura teardrop sangat tidak stabil dan  umumnya 
        merupakan  cedera mematikan. Biasanya bersamaan  dengan  
        mielopati transversa lengkap atau sindroma kord  tulang 
        belakang servikal berat.
             Pengelolaan  awal adalah tindakan stabilisasi  dan 
        realignment  dengan  traksi  skeletal.  Bila  alignment 
        optimal  dapat dicapai, kanal spinal dapat  pulih  pada 
        kebanyakan kasus. Pengelolaan selanjutnya tetap kontro-
        versial.  Beberapa  menganjurkan  tetap  mempertahankan 
        traksi skeletal selama 4 minggu diikuti 8 minggu dengan 
        vest halo. Kebanyakan ahli menyukai pemakaian dini vest 
        halo  dan  dilanjutkan hingga  10-12  minggu.  Insidens 
        stabilitas  tertunda adalah 10-15 % pada  setiap  jenis 
        cedera. Bila dekompresi bedah anterior dilakukan  untuk 
        kompresi neurologik anterior yang persisten, artrodesis 
        posterior  yang  diikuti  pemakaian  ortosis  eksternal 
        rigid mungkin diindikasikan.
        

        Cedera Fleksi-Rotasi
        
        Dislokasi Faset Unilateral
        
        Tampaknya  diakibatkan  oleh tenaga vektor  fleksi  dan 
        rotasi  yang simultan. Terdapat adanya dislokasi  faset 
        unilateral  pada  satu tingkat disisi  yang  berlawanan 
        dengan  arah  rotasinya. Biasanya  faset  rostral  yang 
        berdislokasi tergeser keanterior dari faset kaudal  dan 
        menjadi berbentuk baji atau locked pada foramen  neural 
        intervertebral  dianterior tepi rostral  faset  kaudal. 
        Kapsula faset dan kompleks ligamen posterior  disrupsi. 
        Ligamen  longitudinal  anterior  dan  posterior   serta 
        diskus intervertebralnya juga cedera. Fraktura  impaksi 
        masing-masing  massa faset sendi yang  terkena  mungkin 
        juga terjadi. Semua fraktura ini mungkin  mengakibatkan  
        reduksi tertutup  akan menjadi sulit. Cedera akar saraf 
        ipsilateral  sering menyertai cedera ini.  Cedera  kord 
        spinal terjadi pada sekitar 25 % kasus.
             Foto lateral khas dengan pergeseran kedepan (30  % 
        atau kurang) ruas tulang belakang sebelah rostral  yang 
        mengalami dislokasi pada ruas tulang belakang disebelah 
        kaudalnya.  Tulang belakang yang mengalami rotasi  akan 
        memperlihatkan pinggir posterior ganda yang sempit  dan 
        pasangan massa artikulernya tidak segaris  (konfigurasi 
        faset  ganda).  Tampilan foto  anteroposterior,  proses 
        spinosus  pada dan diatas tingkat  dislokasi  mengalami 
        rotasi,  dan tergeser menuju sisi kompleks  faset  yang 
        mengalami dislokasi.
             Walau  dislokasi faset unilateral  dengan  locking 
        adalah  cedera  yang  stabil  dan  akan  membaik  tanpa 
        ketidakstabilan bila ditindak dengan cara  immobilisasi 
        eksternal,  cedera  ini menyebabkan  nyeri  kronik  dan 
        memiliki  insidens  cedera akar  saraf  sangat  tinggi. 
        Karenanya  faset  yang  berdislokasi  harus   direduksi 
        dengan  traksi  skeletal  tertutup  bila  memungkinkan. 
        Manipulasi  hati-hati  saat melakukan  traksi  skeletal 
        diperlukan  untuk  mendapatkan reduksi  tertutup.  Bila 
        reduksi tertutup tidak berhasil, reduksi terbuka secara 
        bedah  akan  mudah dikerjakan bila dilakukan  selama  2 
        minggu  pertama  sejak cedera. Kebanyakan  pasien  yang 
        berhasil  dengan reduksi tertutup  mungkin  selanjutnya 
        akan  efektif bila dilakukan immobilisasi  dengan  vest 
        halo  selama 12 minggu. Insidens ketidakstabilan  tunda 
        setelah  immobilisasi  dengan vest halo sekitar  15  %. 
        Beberapa menganjurkan fiksasi internal posterior dengan 
        kawat  atau  klem  interlaminar  disertai  fusi   untuk 
        mencegah redislokasi dan ketidakstabilan kronis.
        
        
        Cedera Kompresi Vertikal (Beban Aksial)
        
        Fraktura Burst
        
        Akibat  dari tenaga kompresif vertikal  terhadap  aksis 
        longitudinal  tulang  belakang  servikal  bawah.  Beban 
        aksial  ini mengakibatkan fraktura kominuta badan  ruas 
        tulang  belakang dengan retropulsi fragmen  badan  ruas 
        tulang  belakang kekanal spinal. Suatu fraktura  elemen 
        posterior,  terutama  fraktura laminar,  hampir  selalu 
        terjadi. Cedera kord spinal serius sering terjadi.
             Foto  lateral  menunjukkan  hilangnya   ketinggian 
        badan  ruas tulang belakang dengan kominuta dari  badan 
        ruas  tulang  belakang dengan akibat  berbagai  tingkat 
        retropulsi  fragmen  tulang  badan  posterior   kekanal 
        spinal. Tidak terdapat distraksi elemen posterior. Foto 
        anteroposterior   sering  menunjukkan  garis   fraktura 
        vertikal melalui badan ruas tulang belakang. Pencitraan 
        CT  aksial  memperlihatkan fraktura badan  ruas  tulang 
        belakang serta umumnya dengan fraktura elemen posterior. 
             Pengelolaan   fraktura  ini  juga   kontroversial. 
        Berbagai hal akan serupa dengan fraktura teardrop.
        
        
        Cedera Ekstensi
        
        Cedera  hiperekstensi  tulang belakang  servikal  bawah 
        diakibatkan  kekuatan vektor yang mengarah  keposterior 
        dengan  akibat  rotasi posterior  dan/atau  translokasi 
        ruas  tulang belakang servikal. Setiap  cedera  mungkin 
        hanya   menampilkan  sedikit  bukti  radiografik   atas 
        kerusakan  kolom  spinal akut.  Pada  dislokasi  hiper- 
        ekstensi  atau  sprain,  proses  spinosus  serta  massa 
        lateral bertindak sebagai filcrum, menyebabkan  ligamen 
        longitudinal  anterior  dan  diskus  anterior   menjadi 
        ruptur.  Pemeriksaan radiografik mungkin normal.  Bukti 
        radiografik cedera ini antaranya pembengkakan  jaringan 
        lunak  prevertebral,  pelebaran  ruang  diskus   inter-
        vertebral,  fraktura  avulsi anterior yang  kecil,  dan 
        alignment  yang normal ruas tulang  belakang  servikal. 
        Fraktura  laminer terbatas mungkin  terjadi  sehubungan 
        dengan  kompresi elemen posterior. Cedera  ini  relatif 
        stabil.  Cedera  Kord spinal,  biasanya  sindroma  kord 
        sentral,  merupakan konsekuensi yang umum  dari  cedera 
        ini  pada pasien dengan stenosis spinal servikal  (pada 
        pasien muda dengan stenosis kongenital dan/atau  'block 
        vertebae'  dan pasien tua dengan  spondilosis  servikal 
        degeneratif  dan/atau ossifikasi  ligamen  longitudinal 
        posterior).
             Pengelolaan dislokasi hiperekstensi tanpa  defisit 
        neurologik  biasanya simtomatis. Pasien  dengan  cedera 
        kord  spinal  akut, pengelolaan awal  umumnya  termasuk 
        pemakaian traksi skeletal walau kolar servikal  mungkin 
        efektif untuk immobilisasi. Bila digunakan, biasanya  5 
        kg, diperlukan untuk mempertahankan alignment  optimal. 
        Pasien yang memperlihatkan perbaikan dini atas  defisit 
        neurologisnya  (selama 48 jam pertama  setelah  cedera) 
        memiliki  harapan paling besar akan  fungsi  neurologis 
        yang  sempurna.  Setelah  defisit  neurologis   stabil, 
        pencitraan neuroradiologis (CT mielografi) pada umumnya 
        diindikasikan untuk menentukan apakah terdapat kompresi 
        neural yang persisten. Bila mielografi dilakukan  dini, 
        sering   terlihat  kord  spinal  yang  melebar   karena 
        pembengkakan.  Dekompresi  bedah yang  memadai  mungkin 
        diperlukan,  baik  dengan  pendekatan  anterior  maupun 
        posterior tergantung lokasi lesi neurokompresi.
             Fraktura-dislokasi hiperekstensi akibat dari suatu 
        tenaga  vektor hiperekstensi rotatori yang hebat,  yang 
        menyebabkan cedera kompresi elemen posterior,  termasuk 
        massa artikuler, pedikel, lamina, dan proses  spinosus. 
        Badan ruas tulang belakang sering mengalami  subluksasi 
        kedepan.  Diskus intervertebral mengalami disrupsi  dan 
        ligamen longitudinal anterior mungkin robek menyebabkan 
        fraktura  avulsi kecil baik pada  sudut  anteroinferior 
        badan  ruas tulang belakang diatas diskus yang  terkena 
        atau  pada  sudut  anterosuperior  badan  ruas   tulang 
        belakang  dibawah  diskus yang terkena.  Pasien  dengan 
        cedera ini mungkin dengan atau tanpa cedera  neurologis 
        serius. Bagaimanapun cedera ini sangat tidak stabil dan 
        membawa  risiko  cedera kord spinal  yang  baru  maupun 
        bertambah bila tidak dikelola dengan baik.
             Foto polos lateral bisa memperlihatkan  subluksasi 
        anterior atau posterior yang ringan hingga sedang  dari 
        badan  ruas  tulang belakang. Fraktura  kompresi  massa 
        lateral  atau proses spinosus mungkin tampak baik  pada 
        foto  lateral  maupun  anteroposterior.  Pencitraan  CT 
        seksi  tipis  dengan rekonstruksi sagital  dan  koronal 
        jelas menunjukkan perluasan cedera tulang.
             Pengelolaan  cedera  ini pada  awalnya  memerlukan 
        pemakaian  traksi skeletal untuk mendapatkan  alignment 
        optimal.  Umumnya  beban  yang  berlebihan  dihindarkan 
        untuk  mencegah  distraksi  berlebihan  dengan   risiko 
        timbulnya  cedera  neurologis.  Pasien  tanpa   defisit 
        neurologis dan dengan tanpa lesi neurokompresi  mungkin 
        dirawat  dengan  immobilisasi vest halo untuk  masa  12 
        minggu. Insidens ketidakstabilan tunda tampaknya sangat 
        rendah.  Perawatan  optimal dengan  defisit  neurologis 
        persisten  dan lesi neurokompresif adalah kompleks  dan 
        sangat individual, dan juga kontro-versial.
        
        
        TINDAKAN BEDAH
        
        Indikasi tindakan bedah pada cedera dan ketidakstabilan 
        tulang belakang servikal bawah ada dua:  (1) dekompresi 
        neural  dan (2) reduksi-stabilisasi. Walau  pengetahuan 
        mutakhir  tentang  biomekanik  ketidakstabilan   tulang 
        belakang  serta pengertian akan dekompresi neural  yang 
        adekuat saat ini sangat meningkat, indikasi  dekompresi 
        dan  stabilisasi  secara  bedah  tetap   kontroversial.  
        Namun  kemajuan terakhir mengarahkan kepada  penggunaan 
        tindakan  bedah yang lebih rasional dengan tehnik  yang 
        modern  untuk  merawat  kompresi  neural  dan  ketidak-
        stabilan  servikal traumatika. Sasaran  tindakan  bedah 
        adalah (1) mencegah cedera elemen neural, (2) melakukan 
        dekompresi  terhadap elemen  neural,  (3) memaksimalkan 
        perbaikan neurologis, (4) mencegah ketidakstabilan  dan 
        deformitas  tulang belakang tertunda  (delayed)  dengan 
        risiko  terkait berupa kehilangan tertunda dari  fungsi 
        neurologis, dan (5) untuk memungkinkan mobilisasi serta 
        rehabilitasi  dini pasien yang akan berhubungan  dengan 
        pengurangan morbiditas dan mortalitas yang  berhubungan 
        dengan berbaring dan perawatan dirumah sakit yang lama.
             Penilaian neurodiagnostik yang teliti dan  lengkap 
        penting  untuk  menaksir dengan tepat atas  cedera  dan 
        stabilitas   tulang  belakang  servikal   bawah   untuk 
        mendapatkan  kepastian akan patologi-anatomi  dan  bio- 
        mekanik  cedera  bila  dipertimbangkan  suatu  tindakan 
        operasi.  Pada pasien dengan perbaikan neurologis  yang 
        persisten tidak lengkap atau dengan defisit  neurologis 
        yang  transien setelah tindakan reduksi  eksternal  dan 
        immobilisasi  yang adekuat, cukup  untuk  memperkirakan 
        perlunya  operasi  dekompresi,  secara  khusus   dicari 
        adanya  gangguan  terhadap kanal  spinal  oleh  fragmen 
        tulang, materi diskus, atau hematoma yang akan mencegah 
        perbaikan  lebih  lanjut atau  mengakibatkan  kerusakan 
        tunda fungsi neurologis. CT mielografi (CT scan  dengan 
        penguatan  kontras  LCS)  tampaknya  menjadi   prosedur 
        diagnostik  terpilih  untuk  menentukan  secara   tepat 
        lokasi  serta derajat lesi neuro kompresif.  Tergantung 
        lokasi  lesi  massa menekan  elemen  saraf,  pendekatan 
        bedah  yang  memadai dapat  dipilih  untuk  mendapatkan 
        dekompresi secara adekuat atas elemen neural.  Tindakan 
        stabilisasi   juga   direncanakan   untuk   memperbaiki 
        ketidakstabilan untuk meminimalkan komplikasi tindakan. 
        Setiap  kasus  dengan ketidakstabilan  tulang  belakang 
        servikal,  pencitraan diagnostik yang  memadai  penting 
        untuk    mendapatkan   kemungkinan   kekuatan    vektor 
        biomekanik yang bertanggung-jawab atas cedera. Tindakan 
        yang  dipilih  harus dirancang  melawan  kekuatan  yang 
        mengakibatkan  ketidakstabilan atau  deformitas  tulang 
        belakang  bila  tulang belakang  servikal  yang  stabil 
        sudah  didapatkan dan dipertahankan. Bila kekuatan  ini 
        tidak  cukup memadai melawan, kegagalan mekanik  tulang 
        belakang servikal akan menjadi konsekuensi.
             Saat  untuk melakukan tindakan bedah  pada  cedera 
        tulang  belakang  servikal bawah  sesuai  dengan  makin 
        bertambahnya  pengetahuan akan cara  terjadinya  cedera 
        neurologis dan osseomuskuloligamentosa tulang  belakang 
        servikal  serta  penggunaan yang  rasional  tehnik  dan 
        pendekatan  bedah  yang lebih baik. Juga  harus  selalu 
        diperhitungkan  adanya faktor yang  terjadi  bersamaan. 
        Sekitar 60  persen pasien dengan cedera tulang belakang 
        servikal  berat mengalami cedera organ  utama  lainnya. 
        Karenanya  jangan  memperberat keadaan  yang  mengancam 
        nyawa  dengan  melakukan operasi  tambahan.  Dekompresi 
        dan/atau  stabilisasi  servikal  secara  bedah  ditunda 
        hingga  keadaan  pasien  memungkinkan  dioperasi  tanpa 
        risiko  tambahan.  Hal yang  penting  adalah  kegagalan 
        respiratori, terutama pada pasien dengan cedera  tulang 
        belakang  servikal dengan suatu  insufisiensi  pulmoner 
        diperberat oleh paralisis neurologis otot  interkostal. 
        Penaksiran  pra  bedah atas  fungsi  respirasi  berguna 
        untuk  menentukan saat operasi yang non gawat  darurat. 
        Dianjurkan  operasi  yang bukan gawat  darurat  ditunda 
        bila kapasitas vital pasien kurang dari 700-800ml untuk 
        mencegah kegagalan respirasi pasca bedah.
             Pada pasien dengan cedera tulang belakang servikal 
        bawah  tanpa adanya defisit neurologis, tindakan  bedah 
        dilakukan  hanya  bila setelah  semua  masalah  medikal 
        sudah  diperbaiki serta kolom tulang belakang  servikal 
        sudah   direduksi  serta  diimobilisasi   dengan   cara 
        eksternal.  Anjuran  ini termasuk untuk  pasien  dengan 
        cedera  yang tak dapat secara aman dilakukan  realigned 
        engan  cara  eksternal. Reduksi  terbuka  ditunda,  dan 
        immobilisasi  kolom tulang belakang  secara  eksternal, 
        hingga keadaan yang mengancam jiwa dapat diatasi.
             Saat melakukan tindakan bedah tetap kontroversial, 
        berdasarkan pada defisit neurologis, lengkap atau tidak 
        lengkap,  dengan bukti neurodiagnostik adanya  kompresi 
        menetap elemen saraf setelah reduksi tertutup. Indikasi 
        untuk  operasi segera atau emergensi adalah  perburukan 
        neurologis  dengan  adanya kompresi  elemen  neurologis 
        oleh tulang, jaringan lunak, atau hematoma.
        
        
        RINGKASAN
        
        Tindakan  optimal atas ketidakstabilan tulang  belakang 
        servikal  bawah memerlukan pengetahuan yang  luas  akan 
        anatomi,  fisiologi, biomekanik, patologi  dan  riwayat 
        cedera  kolom  tulang belakang  servikal,  kord  tulang 
        belakang,  dan akar saraf, seperti halnya juga  manfaat 
        dan kerugian metoda tindakan yang tersedia.  Pencegahan 
        atas  cedera ini adalah tujuan terpenting.  Pencegahan, 
        peningkatan  pemahaman atas kelainan  tulang  belakang, 
        disertai  perbaikan pendekatan dan tehnik  bedah  jelas 
        menambah  kemampuan kita untuk mengoptimalkan  tindakan 
        terhadap  pasien yang menderita ketidakstabilan  tulang 
        belakang.