ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.


Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy
9. KELAINAN SARAF TEPI
 
A. Strategi Tindakan Terhadap Penderita Cedera Saraf Tepi
B. Kelainan Saraf Karena Jeratan pada Anggota Atas
C. Kelainan Saraf Karena Jeratan pada Anggota Bawah
D. Cedera Saraf Perifer Traumatika
E. Tumor Saraf Tepi
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        
        
        3. KELAINAN SARAF KARENA JERATAN
           PADA ANGGOTA BAWAH
        
        Kelainan karena jeratan pada anggota bawah lebih jarang 
        dibanding anggota atas. 
        
        
        a. Jeratan  
           Saraf Kutaneus Femoral Lateral
        
        
        Gambaran Klinis
        
        Lesi  saraf ini pertama dikemukakan Bernhardt dan  Roth 
        1895.  Istilah  meralgia parestetika  semula  digunakan 
        untuk   menunjukkan  semua  nyeri  paha.  Istilah   ini 
        sekarang  digunakan untuk keadaan yang  timbul  sendiri 
        sebagai rasa tidak enak pada distribusi saraf  kutaneus 
        femoral  lateral.  Rasa  tidak  enak  ini  bisa  berupa 
        formikasi,  rasa  dingin, terbakar, atau  seperti  kena 
        listrik   yang  berkembang  menjadi   hipestesia   atau 
        anestesia.  Nyeri  berkurang dengan  posisi  terlentang 
        atau  dengan fleksi paha saat berdiri. Gejala  biasanya 
        unilateral.
             Pemeriksaan  fisik  hanya  menunjukkan  kehilangan 
        sensori  diatas area yang terkena.  Kehilangan  sensori 
        mengenai daerah yang lebih kecil dari distribusi  saraf 
        kutaneus lateral. Daerah yang kehilangan sensori  untuk 
        pinprik  biasanya lebih sempit dibanding daerah  sentuh 
        ringan.  Penting  bahwa respons  terhadap  tes  sensori 
        mungkin  hiperestesia  pada  beberapa  kasus  dibanding 
        hipestesia.
        
        
        Etiologi
        
        Ghent menjelaskan empat jenis variasi perjalanan  saraf 
        kutaneus  femoral  lateral,  masing-masing  menimbulkan 
        gambaran  penyakit  yang  klasik:  (1)  saraf  berjalan 
        melewati  ligamen inguinal; (2) saraf  dibelokkan  oleh 
        tepi  tajam  fasia  iliakus  yang  terletak   posterior 
        terhadap  letak  normal saraf  (kompresi  terjadi  bila 
        pasien  dalam  posisi terlentang); (3)  saraf  memasuki 
        otot sartorius dekat asalnya pada spina iliaka superior 
        anterior  dan  berjalan  kedistal  dalam  otot  sebelum 
        keluar  dibawah  fasia  lata; dan  (4)  saraf  kutaneus 
        lateral  memasuki  paha, menyilang krista  iliaka  pada 
        lateral dan posterior spina iliaka superior anterior.
             Faktor yang mempresipitasi gejala antaranya adalah 
        kegemukan, posisi berbaring lama setelah anestesi  atau 
        kelainan debilitas, peninggian tekanan intra  abdominal 
        (biasanya  berhubungan dengan kehamilan,  asites,  atau 
        tumor),  dan perubahan mekanik sendi  panggul  sekunder 
        atas kelainan intra spinal seperti herniasi diskus).
        
        
        Diagnosis Diferensial
        
        Lesi  proksimal harus disingkirkan  sebelum  memikirkan 
        operasi. Diagnosis diferensial antaranya gangguan saraf 
        femoral  dan  gangguan  akar saraf  lumbar  kedua  atau 
        ketiga.  Pada keadaan ini, baik karena  kelainan  intra 
        ataupun  ekstraspinal, gangguan motor berupa  kelemahan 
        fleksor  panggul  atau otot  kuadriseps  umum  terjadi. 
        Diskus yang mengalami herniasi setinggi L1-2 atau  L2-3 
        mungkin   menyerupai  meralgia   parestetika.   Sebagai 
        tambahan, lesi ilium, sekum, kolon sigmoid, atau  semua 
        lesi  pada rongga retroperitoneal sebelah atas  mungkin 
        menekan saraf pada tingkat otot psoas.
        
        
        Penilaian Elektrodiagnostik
        
        EMG  otot kuadriseps berguna karena diagnosis  meralgia 
        parestetika  tidak  mungkin  bila  ditemukan  kelainan. 
        Potensial aksi sensori mungkin abnormal. Penting  untuk 
        memeriksa   paha  yang  asimtomatik  untuk   memastikan 
        keabsahan tehnik, terutama pada kegemukan.
        
        
        Tindakan
        
        Tindakan  konservatif  pada keadaan yang  ringan  biasa 
        diindikasikan.  Usaha pertama adalah  merubah  kegiatan 
        fisik atau melepas ikat pinggang, korset atau  pembalut 
        yang   menjerat.  Bila  berat  badan   atau   kehamilan 
        merupakan  faktor pemacu, penguranagn berat badan  atau 
        berjalannya  waktu akan memperbaiki keadaan.  Bila  hal 
        ini  tidak  memperbaiki gejala, blok saraf  lokal  atau 
        injeksi steroid mungkin berguna.
             Pada  keadaan yang jarang, gejala  berat  bertahan 
        walau  ditindak konservatif. Dalam hal  ini  dekompresi 
        bedah  diindikasikan.  Saraf kutaneus  femoral  lateral 
        ditampilkan, baik melalui insisi vertikal maupun insisi 
        horizontal.
        
        
        b. Jeratan Saraf Siatik Proksimal
        
        Sindroma piriformis khas dengan gejala pada  distribusi 
        saraf  siatik. Ia salah satu dari sekian banyak  proses 
        patologis yang menyebabkan gejala pada distribusi saraf 
        siatik yang berasal nonspinal. Pasien dengan gejala ini 
        bisa  bersamaan mempunyai kelainan spinal  lumbosakral. 
        Diagnosis sulit untuk ditetapkan dengan pasti.
        
        
        Gambaran Klinis
        
        Gejala  tidak  berbeda dengan herniasi  diskus  lumbar. 
        Defisit  sensori  dan motor tentu  lebih  luas  apabila 
        dibanding yang mengenai satu akar pada herniasi diskus. 
        Palsi  lengkap  saraf siatik jarang.  Gangguan  parsial 
        dengan kelemahan pada banyak atau semua fleksor  lutut, 
        fleksor  atau ekstensor ankel, dan intrinsik kaki  bisa 
        terjadi.  Gangguan  sensori bisa  mengenai  semua  kaki 
        kecuali  daerah kecil yang dicatu saraf safenus  diatas 
        malleolus medial.
        
        
        Patofisiologi dan Diagnosis Diferensial
        
        Yeoman menekankan hubungan klinis dengan anatomis saraf 
        siatik  dan otot piriformis.  Mekanisme  patofisiologis 
        iritasi  atau cedera saraf oleh otot ini  tidak  jelas. 
        Dikira  berbagai  hubungan  anatomis  saraf  ini   atau 
        cabangnya terhadap otot merupakan faktor dasar.
             Pecina  menemukan 6 % saraf siatik melalui  antara 
        dua bagian tendinosa otot piriformis. Percabangan saraf 
        yang  tinggi dengan bagian peroneal saraf melalui  otot 
        tidak jarang. Rotasi kedalam, lebih dari rotasi keluar, 
        dari panggul diketahui sebagai penyebab kompresi  saraf 
        oleh dua bagian tendinosa otot. Namun variasi  anatomis 
        ini jauh lebih banyak dari yang bergejala.
             Penyebab  jeratan saraf siatik lain  juga  jarang. 
        Banerjee  dan Hall melaporkan kasus jeratan  oleh  band 
        miofasial  dibagian distal paha. Jeratan  yang  terjadi 
        sekunder  atas  fibrosis yang  diinduksi  oleh  injeksi 
        pentazosin. Kompresi simtomatik saraf siatik bisa  oleh 
        hematoma   retroperitoneal  karena  komplikasi   terapi 
        antikoagulan atau bedah panggul. Gangguan saraf  siatik 
        bisa  disebabkan  bocornya akrilik  kedaerah  posterior 
        sendi  panggul saat penggantian panggul  total.  Temuan 
        EMG subklinis abnormal dijumpai pada kebanyakan  pasien 
        yang  mengalami penggantian panggul. Aneurisma  arteria 
        iliak  juga  mengganggu  saraf  siatik.  Etiologi  non-
        struktural diantaranya adalah: gangguan saraf  diabetik 
        atau vaskuler, yang bisa memberikan gejala serupa.
        
        
        Penilaian Elektrodiagnostik dan Radiografik
        
        Peran  terpenting elektrodiagnostik  adalah  membedakan 
        jeratan  saraf  siatik proksimal dari  gejala  kompresi 
        akar  yang lebih sering terjadi. EMG  sangat  bernilai: 
        otot  paraspinosa proksimal, seperti halnya  otot  yang 
        dicatu saraf gluteal inferior dan superior (otot tensor 
        fasia  lata,  gluteus  medius  dan  minimus)   biasanya 
        abnormal  pada  lesi akar, namun  normal  pada  jeratan 
        saraf siatik. Bila saraf gluteal superior terkena, otot 
        gluteus  minimus  dan medius serta  tensor  fasia  lata 
        sering menunjukkan EMG abnormal. 
             Potensial  evoked somatosensori  diperiksa  diatas 
        lipat  gluteal, diatas tulang belakang daerah  L5,  dan 
        diatas daerah T12-L1. Potensial ini dikira berasal dari 
        saraf  siatik, akar kauda ekuina, dan  entry zone  akar 
        dorsal  kord  spinal. Potensial aksi  sensori  kutanosa 
        dicatat  pada  saraf  sural,  peroneal  atau   plantar, 
        mungkin abnormal pada lesi siatik dan normal pada  lesi 
        akar.  Refleks-H  dan  respons-F  tidak  berguna  untuk 
        diagnosis diferensial. 
             CT scan abdominal dan pelvik bisa menunjukkan lesi 
        struktural  yang  mengenai saraf siatik. MRI  saat  ini 
        penggunaannya meningkat untuk keperluan ini.
        
        
        Tindakan
        
        Karena etiologi sebenarnya dari disfungsi saraf  siatik 
        proksimal   sering  merupakan  tanda  tanya,   tindakan 
        konservatif  dilakukan  mendahului  tindakan   operasi. 
        Walau  skema pengelolaan ini tidak spesifik,  percobaan 
        dengan  agen  anti  inflamatori  nonsteroidal  disertai 
        istirahat merupakan terapi awal pada kebanyakan  kasus.      
             Pendekatan   bedah  untuk   pengelolaan   sindroma 
        piriformis   berupa  pemisahan  otot  piriformis   pada 
        insersi tendinosanya ditrokhanter major.
             Bila  gangguan  saraf siatik  disebabkan  hematoma 
        sebagai  komplikasi  terapi  antikoagulansia,  tindakan 
        operasi  terkadang  cukup  memadai,  diikuti  perbaikan 
        kelainan  koagulasi. Fleming memperlihatkan bahwa  pada 
        hematoma  pasca bedah panggul, pemulihan saraf  terjadi 
        segera  dan lebih lengkap pada pasien yang  mendapatkan 
        dekompresi segera dibanding yang tidak.
        
        
        
        
        
        c. Sindroma   
           Terowongan Tarsal Posterior
        
        Ada  dua bentuk 'tarsal tunnel syndrome', namun  bentuk 
        posterior  yang  biasanya disebut  sindroma  terowongan 
        tarsal  dan kejadiannya sangat lebih  sering.  Sindroma 
        terowongan  tarsal anterior jarang dan  mengenai  saraf 
        peroneal dalam.
        
        
        Gambaran Klinis dan Elektrodiagnostik
        
        Pasien  dengan  sindroma  terowongan  tarsal  posterior 
        tampil  dengan perjalanan lambat dan tak  jelas  dengan 
        rasa  terbakar serta parestesia pada permukaan  plantar 
        kaki  dan  jari kaki.  Distribusi  kelainan  tergantung 
        cabang  saraf  tibial  posterior  mana  yang   terkena. 
        Terkadang  nyeri menjalar keproksimal ketungkai  bawah. 
        Nyerinya  dapat  dieksaserbasi  oleh  berdiri  dan/atau 
        kegiatan   dan  berkurang  dengan  istirahat   dan/atau 
        menggosok kaki. Gejala sering memburuk pada malam hari. 
        Tumit  sering  tak terganggu  karena  cabang  kalkaneal 
        lebih sering muncul diproksimal retinakulum fleksor dan 
        karenanya jarang terkena.
             Tanda  klinisnya sering sulit dilacak.  Otot  kaki 
        intrinsik bisa lemah dan atrofi; terbaik dinilai dengan 
        memeriksa kekuatan fleksi plantar jari kaki ,  terutama 
        pada jari kaki  lateral. Kelemahan otot intrinsik  akan 
        menyebabkan  perubahan  penyesuaian kaki  dan  ketidak-
        stabilan jari-jari, yang akan mengganggu fase  pushing-
        off  dalam  berjalan. Gangguan motor  bisa  menyebabkan 
        deformitas  pes  kavus,  dengan  clawing  jari  kaki  . 
        Langkah  dengan kaki datar dengan panjang langkah  yang 
        pendek   bisa  terjadi  karenanya.   Gangguan   sensori 
        tergantung   cabang  mana  yang  terkena.   Pemeriksaan 
        sensori  juga sulit karena tebalnya  kulit  dipermukaan 
        plantar  kaki.  Hipestesia sepanjang  permukaan  medial 
        kaki, bila terjadi, mudah dilacak.
             Tanda Tinel positif bisa tampil dengan  parestesia 
        distal  dan nyeri terjadi setelah perkusi tepat  diatas 
        terowongan tarsal. Ini letaknya posterior dan  inferior 
        dari malleolus lateral. Tanda Tinel mungkin juga tampil 
        pada  perjalanan masing-masing saraf plantar.  Elektro-
        diagnosis tes sering berguna. Baylen menemukan kelainan 
        EMG  pada 25 % pasien dengan artritis  rematoid.  Hanya 
        1 %  yang  memiliki gejala sindroma  terowongan  tarsal 
        posterior.  Bila  latensi  konduksi  diperiksa,   harus 
        dilakukan  pada kedua saraf plantar untuk  meningkatkan 
        ketepatan pelacakan.
             Pencatatan  aksi  potensial  sensori   diproksimal 
        retinakulum  fleksor  mungkin abnormal dan  lebih  peka 
        dibanding   kecepatan  konduksi  motor  dalam   melacak 
        patologinya.  Latensi konduksi motor, dicatat  didistal 
        mengikuti  stimulasi diproksimal  retinakulum  fleksor, 
        diduga  abnormal  bila pemanjangan lebih  dari  1  mili 
        detik  (bandingkan  kedua  kaki).  Pemanjangan  latensi 
        motor distal pada otot abduktor halusis   diindikasikan 
        bila cabang plantar medial terkena, sedang  pemanjangan 
        latensi  abduktor digiti quinti menunjukkan  terkenanya 
        cabang  lateral.  Khas adalah kecepatan  konduksi  pada 
        saraf  tibial  posterior  pada  tungkai  bawah   adalah 
        normal. EMG jarang dilaporkan karena sulitnya memeriksa 
        otot kaki intrinsik.
        
        
        Patofisiologi
        
        Sindroma  terowongan  tarsal posterior  berbeda  dengan 
        sindroma  terowongan karpal. Daerah  kompresi  terletak 
        posterior  dan  inferior dari  malleolus  medial.  Atap 
        terowongan  tarsal  terdiri  retinakulum  fleksor   dan 
        lantainya terdiri dari tulang ankel. Beberapa  struktur 
        terdapat  didalam  terowongan, yaitu  tendon,  selubung 
        sinovial,  dan  struktur  neurovaskuler.  Setiap   atau 
        seluruh  tiga  cabang terminal saraf  tibial  posterior 
        (saraf plantar medial dan lateral serta kalkaneal) bisa 
        terletak  didalam terowongan.. Terowongan  tarsal  juga 
        berbada  dari terowongan karpal dimana  sejumlah  septa 
        fibrosa menghubungkan atap terowongan dengan lantai.
             50 %  pasien  yang tampil dengan  gejala  sindroma 
        terowongan  posterior mempunyai riwayat  cedera.  Namun 
        gejala  mungkin timbul beberapa waktu kemudian.  Gejala 
        mungkin  akibat pembentukan skar intraneural atau  skar 
        nonspesifik  sekitar  struktur  tulang  atau   jaringan 
        lunak.  Berdiri  lama dan stasis  vena  juga  berkaitan 
        dengan sindroma ini.
             Etiologi  mungkin tenosinovitis non spesifik  atau 
        kongesti  vena  didalam  terowongan.  Sindroma   tarsal 
        dilaporkan  berhubungan  dengan artritis  rematoid  dan 
        hiperlipidemia,  dimana etiologinya  adalah  penimbunan 
        lipid dalam terowongan.
        
        
        Tindakan
        
        Tindakan  konservatif dimulai dengan mengurangi  trauma 
        lokal  dan/atau  bidai kaki dengan  penyangga  lengkung 
        medial. Penyangga lengkung kaki mengimmobilisasi daerah 
        terkena,  serupa  dengan penggunaan  bidai  pergelangan 
        pada sindroma terowongan karpal. Agen anti  inflamatori 
        nonsteroidal bisa bermanfaat pada adanya flebitis lokal 
        atau tenosinovitis. Blok saraf tibial posterior  dengan 
        anestetik  lokal tepat diproksimal retinakulum  fleksor 
        mungkin  mengurangi gejala dan  membantu  memperkirakan 
        hasil  operasi  yang akan  didapatkan.  Tindakan  bedah 
        dilakukan hanya bila tindakan konservatif gagal,  serta 
        pasien  dengan gambaran klinis khas serta tes  elektro-
        diagnostik menyokong diagnosis. Menurut Wilemont, 1979, 
        hanya 60 % memerlukan operasi.
             Pendekatan  bedah melalui insisi lengkung  1.5  sm 
        dibelakang  dan  bawah malleolus  medial.  Insisi  bisa 
        diperluas   keproksimal  untuk  mencari  saraf   tibial 
        posterior pada kalf distal. Setelah insisi  retinakulum 
        fleksor,  umumnya dilakukan neurolisis  eksternal  pada 
        setiap  cabang, yang mungkin dikelilingi beberapa  band 
        fibrosa dan septasi yang terdapat didaerah ini.
        
        
        d. Sindroma   
           Terowongan Tarsal Anterior
        
        Gambaran klinis
        
        Anterior  tarsal tunnel syndrome adalah kompresi  saraf 
        peroneal  dalam  pada ankel. Gambaran  klinis  terutama 
        sensori,  dengan  baal dan parestesia pada  ruang  sela 
        jari pertama dorsal. Terkadang keluhan berupa nyeri dan 
        tegang  pada  ankel  dan  dorsal  kaki  dengan  radiasi 
        sentripetal  hingga  keseluruh batang  peroneal.  Nyeri 
        bertambah  pada  posisi tertentu dan  kegiatan,  sering 
        membangunkan pasien disaat tidur.
             Borges  dari  otopsi  menemukan  pendataran  serta 
        pelebaran  saraf  peroneal oleh  retinakulum  ekstensor 
        diatasnya.  Penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  fleksi 
        plantar  yang kuat pada ankel dengan  dorsifleksi  jari 
        kaki  akan menekan saraf pada derajat maksimum.  Posisi 
        ini  serupa dengan yang dihasilkan bila memakai  sepatu 
        tumit  tinggi.  Posisi  saraf pada  dorsum  ankel  juga 
        membuatnya terancam kompresi, misalnya oleh sepatu yang 
        sempit.
        
        
        Tindakan
        
        Pasien  yang tidak membaik dengan  tindakan  istirahat, 
        penghilangan  tekanan eksternal yang memperberat,  atau 
        obat  anti  inflamatori, intervensi  bedah  diperlukan. 
        Dekompresi  dilakukan seperti pada sindroma  posterior. 
        Selama   dekompresi   saraf,  cabang   saraf   peroneal 
        permukaan  jangan  dikelirukan  dengan  cabang  paralel 
        saraf  peroneal dalam. Saraf juga  dilacak  keproksimal 
        untuk menyingkirkan lesi didaerah ankel.
        
        
        e. Jeratan Saraf Peroneal
        
        Gambaran Klinis dan Elektrodiagnostik
        
        Gangguan  saraf  peroneal sering  dan  klinisnya  sudah 
        diketahui  dengan baik. Tampil sebagai  paralisis  atau 
        kelemahan  dorsifleksor  kaki  serta  kelemahan  eversi 
        kaki.  Bisa  dijumpai  langkah  yang  steppage.   Saraf 
        peroneal,  seperti juga cabang permukaan dan  dalamnya, 
        bisa terkena kompresi. Kompresi cabang permukaan  lebih 
        sering.  Permukaan  lateral  tungkai  bawah,  malleolus 
        lateral,  dorsum kaki, dan ruang sela jari  kaki  kedua 
        dan  ketiga biasanya hipestetik. Cabang permukaan  juga 
        menginervasi  otot  peroneus  longus  dan  brevis.  Ini 
        mengakibatkan kelemahan eversi kaki.
             Bila  cabang dalam terkena, gangguan  motor  lebih 
        prominen  karena  menginervasi  otot  tibial  anterior, 
        seperti  juga ekstensor semua jari kaki.  Cabang  dalam 
        memberikan  sensasi  pada  daerah  yang  relatif  kecil 
        antara jari pertama dan kedua serta bagian dorsum  kaki 
        berdekatan.  Cabang ekstensor digitorum  brevis  tampak 
        melemah  lebih  dini  saat  terjadi  kerusakan   saraf. 
        Karenanya  penting memeriksa aktifitas otot ini.  Walau 
        otot   ekstensor  digitorum  brevis  mungkin   menerima 
        inervasi dari semua cabang, ia diinervasi cabang  dalam 
        pada   72 %  kasus.  Apibila  saraf  peroneal   komunis 
        terkompres,  gambaran klinis akan menunjukkan  gangguan 
        cabang dalam maupun permukaan.
             Gambaran  klinis jeratan peroneal  bermacam-macam, 
        tergantung  penyebab.  Lesi  kompresif  akut  cenderung 
        berkaitan  dengan  gangguan motor lebih  dari  sensori. 
        Kompresi  bentuk yang lebih kronis  seperti  disebabkan 
        sista  atau tumor, bisa dengan nyeri  menjalar  diikuti 
        gangguan  motor  dan sensori  progresif.  Tes  elektro-
        diagnostik  berguna  untuk  diagnostik  dan  memastikan 
        prognosis.  Bila kecepatan konduksi motor  normal  atau 
        mendekati  normal,  prognosis  untuk  pemulihan  adalah 
        baik. Prognosis jelek bila kecepatan konduksi lambat.
             Kecepatan  konduksi saraf motor diukur  dari  otot 
        tibialis  anterior dengan stimulasi pada  ankel,  fossa 
        popliteal   lateral,  serta  dibawah  kepala   fibuler. 
        Pencatatan  pada otot anterior tibialis  lebih  berguna 
        dibanding pada ekstensor digitorum brevis karena sering 
        terjadi  denervasi  lengkap  bila  ekstensor  digitorum 
        terkena.  Hilangnya  amplituda  potensial  aksi   motor 
        campuran  juga merupakan pengamatan yang  berguna  pada 
        pemeriksaan  atas  konduksi saraf motor.  Sekali  lagi, 
        pencatatan dari otot tibialis anterior lebih bermanfaat 
        dibanding  dari otot ekstensor digitorum dengan  alasan 
        serupa.
             Stimulasi  distal  pada ankel,  dengan  pencatatan 
        potensial  aksi  saraf didistal  dan  proksimal  kepala 
        fibuler,  lebih  akurat  dibanding  kecepatan  konduksi 
        motor  saat  memeriksaa  perlambatan  fokal.   Nyatanya 
        perlambatan fokal absolut dari konduksi sensori  adalah 
        pemeriksaan yang lebih peka dengan positif palsu  lebih 
        sedikit  dibanding perlambatan konduksi  sensori  fokal 
        relatif,   penurunan  potensial  aksi  sensori,   serta 
        dispersal  potensial  aksi  sensori.  Gambaran  aksonal 
        merupakan  tampilan  lebih  sering  dibanding  gambaran 
        demielinisasi.
             Gambaran   EMG  sering  abnormal,  namun   mungkin 
        membingungkan   karena  kecenderungan  lesi   proksimal 
        mengenai otot yang diinervasi peroneal. Namun EMG  otot 
        yang  diinervasi  peroneal adalah indikator  yang  baik 
        pada  pemulihan, karena reinervasi  terjadi  mendahului 
        pemulihan klinis.
        
        
        Patofisiologi
        
        Palsi  peroneal  relatif sering, namun  kelainan  saraf 
        karena  jeratan  sejati  jarang.  Sindroma   terowongan 
        fibuler  adalah fenomena jeratan dimana saraf  peroneal 
        terkompresi  pada  fibula  oleh  tepi  tendinosa   otot 
        peroneus  longus,  yang  berasal  dari  leher   fibula. 
        Kompresi  eksternal saraf peroneal pada kepala  fibuler 
        bisa  terjadi  sekunder atas  sejumlah  keadaan:  bidai 
        plester,  stoking  ketat,  bebat, dan  kaus  kaki  bisa 
        menyebabkan  kompresi.  Kompresi  eksternal  bisa  juga 
        terjadi  pada  pasien stupor atau  koma  sekunder  atas 
        pemakaian  obat   dengan tungkai  bawah  terletak  pada 
        objek  yang  menonjol. Juga terjadi pada  pasien  dalam 
        anestesi umum atau posisi litotomi.
             Sejumlah massa, seperti ganglia, tumor saraf, atau 
        tumor struktur sekitar bisa menyebabkan gangguan  saraf 
        kompresi.  Kompresi  saraf  peroneal  juga   disebabkan 
        peninggian tekanan intra-artikuler didalam lutut,  yang 
        menyebabkan herniasi jaringan sinovial keposterior. Ini 
        manifes sebagai rasa penuh atau pembengkakan dan  nyeri 
        pada  aspek  posterior lutut.  Pada  beberapa  keadaan, 
        eksplorasi  bedah diperlukan untuk  membedakan  jeratan 
        dari  kompresi  saraf  eksternal  oleh  massa   seperti 
        ganglia dan tumor.
             Pekerjaan  dengan berlutut atau  berjongkok  untuk 
        masa  yang  lama juga  mempredisposisi  kelainan  saraf 
        kompresi peroneus. Kompresi diduga terjadi pada  tendon 
        ditepi posterior otot peroneus longus ditingkat  kepala 
        fibula. Palsi peroneal bisa terjadi setelah  kehilangan 
        sejumlah  besar  berat badan. Hal  ini  mungkin  karena 
        peningkatan kemungkinan trauma pada kepala fibuler.
        
        
        Diagnosis Diferensial
        
        Palsi  sempurna  dorsifleksor  kaki  kemungkinan  besar 
        menunjukkan  palsi saraf peroneal. Kebanyakan  gangguan 
        saraf  meninggalkan utuh sebagian otot  karena  tumpang 
        tindihnya  inervasi akar. Kelainan akar  L5  menyerupai 
        palsi   peroneal,  namun  dibedakan   darinya   dengan: 
        (1) kelemahan   inversi  kaki,   (2) gangguan   sensori 
        terjadi jelas diatas titik tengah kalf, (3) lebih besar 
        kelemahan  pada otot ekstensor hallusis dibanding  otot 
        tibialis anterior (yang menerima lebih banyak  inervasi 
        L4  dari  pada otot ekstensor  hallusis  dan  karenanya 
        kurang terganggu), dan (4) nyeri pinggang.
             Saraf  peroneal  mungkin  terganggu  pada  tingkat 
        berbeda  dibawah  lutut. Saraf peroneal  dalam  mungkin 
        terganggu  pada  sindroma kompartemen  anterior  dengan 
        akibat foot-drop, tapi dengan meninggalkan evertor kaki 
        utuh.  Saraf  peroneal dalam distal bisa  terkena  pada 
        sindroma terowongan tarsal anterior. Ini bisa berakibat 
        atrofi  asimtomatis  ekstensor digitorum  brevis  serta 
        gangguan  sensori  kulit ruang sela  jari  pertama  dan 
        kedua.
             Lesi  saraf siatik bisa tampil  predominan  dengan 
        tanda-tanda peroneal karena saraf peroneal lebih sering 
        serta  lebih  berat  terkena  dibanding  saraf  tibial. 
        Tiadanya  refleks  ankel, atrofi  atau  kelemahan  otot 
        hamstring  atau  kalf,  atau  gangguan  sensori   tumit 
        mungkin berarti saraf siatik terkena.
             Kelainan  saraf  perifer  bisa  juga   menyebabkan 
        disfungsi  saraf peroneal. Saraf peroneal komunis  juga 
        sering terkena kelainan saraf diabetik.
        
        
        Tindakan
        
        Pasien  dengan perjalanan progresif kronik  dari  nyeri 
        dan  gangguan sensori dan/atau motor  harus  dipikirkan 
        mempunyai  kelainan  saraf jeratan,  tumor  atau  sista 
        ganglion.  Eksplorasi dini diindikasikan, karena  lebih 
        baik  dari menunggu. Pasien dengan lesi kompresif  akut 
        akibat etiologi yang lebih sering harus ditindak dengan 
        merubah  kebiasaan yang mempredisposisi kelainan  saraf 
        tersebut.  Digunakan  brace  untuk  menstabikan   ankel 
        selama ambulasi.
        
        
        f. Sindroma Jeratan Saraf Safenus
        
        Saraf safenus adalah cabang sensori kutan yang terbesar 
        dari saraf femoral. Ia saraf sensori sejati dengan  dua 
        cabang  terminal.  Cabang infrapateller  mencatu  aspek 
        anteromedial  lutut, dimana cabang yang  turun  mencatu 
        aspek anteromedial tungkai bawah dan ankel.
        
        
        Gambaran Klinis dan Anatomi
        
        Saraf  safenus berasal tepat dibawah ligamen  inguinal. 
        Lalu memasuki kanal adduktor (kanal Hunter),  menyilang 
        arteria femoral dari lateral kemedial dan  meninggalkan 
        kanal  dengan  menembus atap bersamaan  dengan  arteria 
        genikuler  desending.  Saraf  mempenetrasi  fasia  sub-
        sartorial,  atap  dari  kanal.  Disini  jeratan  diduga 
        terjadi, sekitar 10 sm diatas kondil medial dari femur. 
        Setelah  menembus fasia dalam, saraf bercabang  menjadi 
        dua cabang terminal.
             Pemeriksaan  fisik menunjukkan nyeri diatas  titik 
        keluarnya  saraf dara kanal subsartorial.  Tanda  Tinel 
        bisa dijumpai pada titik ini, juga sepanjang perjalanan 
        saraf.  Gangguan  sensori  biasanya  terjadi  sepanjang 
        aspek medial lutut dan/atau tungkai.
             Saraf safenus mungkin cedera selama tindakan bedah 
        vaskuler (arterial dan vena) atau oleh laserasi. Cabang 
        infrapateller  bisa cedera saat operasi  lutut,  dengan 
        baal terjadi diatas daerah tendon pateller.
        
        
        Tindakan
        
        Bila   sindroma  ini  tetap  refrakter  atas   tindakan 
        konservatif,  neurolisis  harus  dilakukan  pada  titik 
        penetrasi  keatap  kanal Hunter. Ini  dilakukan  dengan 
        melalui  insisi yang pusatnya pada titik  dimana  saraf 
        keluar dari kanal. Fasia dalam sepanjang tepi  anterior 
        otot  sartorius  diinsisi.  Otot  sartorius  diretraksi 
        kemedial  untuk  mengenali  atap  kanal  Hunter.  Titik 
        keluarnya   diidentifikasi,  juga  hubungannya   dengan 
        arteria  genikuler  desending.  Akhirnya  fasia  dibuka 
        lebar.