Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Blog Tools
Edit your Blog
Build a Blog
RSS Feed
View Profile
« November 2008 »
S M T W T F S
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30
Entries by Topic
All topics  «
DID YOU KNOW?
GOING GREEN
HOBBIES
REAL SIMPLE TIPS
iVillage Links
You are not logged in. Log in
from honeydew's desk
Friday, 18 January 2008

Mood:  bright

Membuat Kompos Skala Rumah Tangga

 

Salah satu dari pola hidup hijau yang dapat kita laksanakan adalah mengelola sampah organic rumah tangga, dengan membuatnya menjadi kompos.

Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik. Pembuatannya tidak terlalu rumit, tidak memerlukan tempat luas dan tidak memerlukan banyak peralatan dan biaya. Hanya memerlukan persiapan pendahuluan, sesudah itu kalau sudah rutin, tidak merepotkan bahkan selain mengurangi masalah pembuangan sampah, kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sendiri, tidak perlu membeli.

Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat makanan yang diperlukan tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada dalam kompos akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Tanah akan menjadi lebih gembur. Tanaman yang dipupuk dengan kompos akan tumbuh lebih baik. Hasilnya bunga-bunga berkembang, halaman menjadi asri dan teduh. Hawa menjadi segar karena oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan.

 

 

Peralatan
Di dalam rumah ( ruang keluarga, kamar makan ) dan di depan dapur disediakan 2 tempat sampah yang berbeda warna untuk sampah organic dan sampah non-organic. Diperlukan bak plastic atau drum bekas untuk pembuatan kompos. Di bagian dasarnya diberi beberapa lubang untuk mengeluarkan kelebihan air. Untuk menjaga kelembaban bagian atas dapat ditutup dengan karung goni atau anyaman bambu. Dasar bak pengomposan dapat tanah atau paving block, sehingga kelebihan air dapat merembes ke bawah. Bak pengomposan tidak boleh kena air hujan, harus di bawah atap.

Cara Pengomposan
 

  1. Campur 1 bagian sampah hijau dan 1 bagian sampah coklat.

  2. Tambahkan 1 bagian kompos lama atau lapisan tanah atas (top soil) dan dicampur. Tanah atau kompos ini mengandung mikroba aktif yang akan bekerja mengolah sampah menjadi kompos. Jika ada kotoran ternak ( ayam atau sapi ) dapat pula dicampurkan.

  3. Pembuatan bisa sekaligus, atau selapis demi selapis misalnya setiap 2 hari ditambah sampah baru. Setiap 7 hari diaduk.

  4. Pengomposan selesai jika campuran menjadi kehitaman, dan tidak berbau sampah. Pada minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja menguraikan membuat kompos, sehingga suhu menjadi sekitar 40C. Pada minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal, kompos sudah jadi.

  5. Jika perlu diayak untuk memisahkan bagian yang kasar. Kompos yang kasar bisa dicampurkan ke dalam bak pengomposan sebagai activator.

 

Keberhasilan pengomposan terletak pada bagaimana kita dapat mengendalikan suhu, kelembaban dan oksigen, agar mikroba dapat memperoleh lingkungan yang optimal untuk berkembang biak, ialah makanan cukup (bahan organic), kelembaban (30-50%) dan udara segar (oksigen) untuk dapat bernapas.

Sampah organic sebaiknya dicacah menjadi potongan kecil. Untuk mempercepat pengomposan, dapat ditambahkan bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM) yang dapat dibeli di toko pertanian.

Penutup
Apabila setiap rumah tangga melakukan pemilahan sampahnya: yang organic dijadikan kompos, yang non-organik disedekahkan kepada pemulung, maka pemerintah tinggal mengelola sisanya yang 10% saja,yang tidak dapat didaur ulang. Alangkah senangnya pemulung, kalau penghuni rumah sudah memilah sampahnya, sehingga mereka tinggal mengambil kertas, plastic dsb. yang tidak dikotori sisa makanan, tanpa mengobrak-abrik bak sampah (maaf) berebutan dengan anjing dan kucing. Jam kerjanya akan lebih pendek, uang yang diperoleh akan lebih banyak.

Pembuatan kompos ini dapat pula dilakukan secara kolektif, apabila keadaan tidak memungkinkan. Misalnya perumahan padat penduduk, atau apartemen. Pengelolaannya dapat diserahkan kepada RW atau pihak swasta. Namun masing-masing rumah tangga tetap harus melakukan pemilahan sampahnya. Sehingga tidak perlu lagi ada TPA yang memerlukan tanah luas dan menimbulkan masalah pencemaran, bahaya longsor, pendangkalan sungai, penyakit dsb.

Marilah…..kita menjadi pelopor, penggerak keluarga dan masyarakat di sekitar kita. Selain ikut memelihara lingkungan hidup, juga beribadah.
Mulailah dari yang kecil.
Mulailah dari diri sendiri.
Mulailah sekarang juga.

ajakan dari:
Djamaludin Suryohadikusumo
mantan mentri kehutanan RI

Source:
HASAN POERBO
http://hasanpoerbo.blogspot.com/2006/05/mari-membuat-kompos-skala-rumah-tangga.html


Posted by fromhoneydewdesk at 4:43 PM
Updated: Friday, 18 January 2008 5:02 PM
Post Comment | Permalink | Share This Post

Mood:  a-ok
Topic: GOING GREEN


Jepang Gagas Produk Semen dari Sampah

 

Jepang, sebuah negeri penuh inovasi. Mungkin sebutan itu sesuai dengan bagaimana jepang menangani masalah sampah. Setelah berhasil membuat sebuah airport berkelas internasional di Kobe yang dibuat diatas lapisan sampah, lalu menerapkan pembuatan pupuk dari sampah di berbagai hotel di jepang, kini jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian dinamakan dengan ekosemen.

Ekosemen
Diawali penelitian di tahun 1992, dengan dibiayai oleh Development Bank of Japan, para peneliti Jepang telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dg bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1998, setelah melalui proses uji kelayakan akhirnya pabrik pertama didunia yang mengubah sampah menjadi semen didirikan di Chiba. Pabrik tersebut mampu menghasilkan ekosemen 110.000 ton per tahunnya. Sedangkan sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62.000 ton per tahun, endapan air kotor dan residu pembakaran yang diolah mencapai 28.000 ton per tahun. Hingga saat ini sudah dua pabrik di Jepang yang memproduksi ekosemen.

Pembuatan ekosemen
Penduduk jepang membuang sampah baik organik maupun anorganik, sekitar 50 juta ton/tahun. Dari 50 ton per tahun tersebut yang dibakar menjadi abu sekitar 37 ton per tahun. Sedangkan abu yang dihasilkan mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa-senyawa dalam pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu ini bisa berfungsi sebagai pengganti clay yang digunakan pada pembuatan semen biasa.
 

 
Namun CaO yang terkandung pada abu hasil pembakaran sampah dinilai masih belum mencukupi, sehingga limestone (batu kapur) sebagai sumber CaO masih dibutuhkan sekitar 52 persen dari keseluruhan. Sedangkan pada semen biasa, limestone yg dibutuhkan mencapai 78 persen dari keseluruhan.

Proses selanjutnya adalah abu hasil pembakaran sampah (39 persen), limestone (52 persen), endapan air kotor (8 persen) dan bahan lainnya dimasukkan ke dalam rotary klin untuk kemudian dibakar. Untuk mencegah terbentuknya dioksin, pada proses pembakaran di rotary klin, dilakukan pada 1400 derajat celcius lebih dimana pada suhu tersebut dioksin terurai secara aman.

Kemudian gas hasil pembakaran pada rotary klin didinginkan secara cepat untuk mencegah proses pembentukan dioksin ulang. Sehingga hasil gas buangan tidaklah berbahaya bagi manusia. Sedangkan pada hasil pembakaran yang masih mengandung senyawa logam dipisahkan, untuk kemudian dapat dipergunakan untuk kebutuhan lain.

Hasil akhir dari proses ini adalah ekosemen.

Pengaruh plastik vinil
Plastik vinil yang terdapat dalam sampah pada proses pembakaran akan mengakibat kekuatan konkrit ekosemen akan berkurang. Hal ini diakibatkan oleh adanya gas Cl2 hasil peruraian plastik vinil yang dapat mempengaruhi kekuatan konkrit ekosemen.

Kualitas ekosemen
Berdasarkan hasil pengujian JSA (Japan Standar Association) dinyatakan bahwa ekosemen mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan semen biasa. Sehingga, hingga saat ini penggunaan ekosemen sudah digunakan dalam pembangunan jembatan, jalan, rumah, dan bangunan lainnya di Jepang.

Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif pengolahan sampah menjadi barang bermanfaat bagi manusia yang telah membuangnya. Selain itu dengan adanya alternatif pengolahan sampah menjadi semen, biaya pengolahan sampah di Jepang menjadi lebih murah. Bila sebelumnya 40.000 yen per ton (pengolahan sampah konvensional) menjadi 39.000 yen per ton (pengolahan sampah hingga menjadi semen).

Peluang di Indonesia
Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari penolakan warga masyarakat sekitar TPA akibat kepulan asap dan bau yang ditimbulan pengolahan sampah saat ini hingga kejadian yang tidak pernah dilupakan, tragedi leuwih gajah yang merenggut 24 nyawa tak bersalah. Sudah banyak upaya yang dilakukan, termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya perkembangannya masih jalan ditempat.

Berhasilnya Jepang, mengolah sampah menjadi semen, tentu menjadi peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia. Di Jakarta saja sampah yang dihasilkan oleh warganya mencapai 6000 ton lebih per hari. Selain itu secara prinsip, pembuatan ekosemen hampir sama dengan pembuatan semen biasa, sehingga jika bisa dilakukan kerja sama dengan pihak industri semen, maka akan jadi kerjasama yang menguntungkan baik pihak pemerintah maupun pihak industri. Dari pihak pemerintah penanganan sampah bisa sedikit teratasi dan dari pihak industri mampu mengurangi penggunaan limestone (26 persen).

Namun yang terpenting adalah kemauan pemerintah, khususnya pemerintah kota/daerah, untuk mengelola sampah dengan baik dan memulai untuk mencoba memisahkan sampah antara sampah organik, anorganik, botol dan kaleng menjadi kebudayaan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga peluang pemanfaatan sampah menjadi semen atau produk yang lain bisa oleh pihak industri bisa lebih ekonomis.

(Source: Metro Balikpapan, Minggu 10 Desember 2006 & iptek.com) 


Posted by fromhoneydewdesk at 12:34 PM
Updated: Friday, 18 January 2008 6:44 PM
Post Comment | Permalink | Share This Post

Newer | Latest | Older