Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

   

Buku Tamu Umpan Balik Daftar Isi Cari


Berita ] Aikido ] Kurikulum ] Dojo ] Yudansha ] Galeri ]


 

AIKIKAI FOUNDATION

Tahun 1931 Morihei Ueshiba mendirikan dojo di Ushigone yang diberi nama dojo Kobukan.  Dojo ini berkembang dan mulai memiliki cabang di berbagai tempat. Namun, era dojo Kobukan berakhir mengikuti situasi perang saat itu. Pada tahun 1942, Ueshiba pindah dari dojo kobukan yang telah ia dirikan ke desa Iwama, prefektur Ibaraki di Jepang, sebelah selatan Tokyo. Di tempat ini ia bertani dan berlatih beladiri, mengasingkan diri dari kehidupan rutin kota besar.  Ia prihatin dengan situasi perang saat itu. Meskipun ia memiliki kesetiaan terhadap kaisar, namun ia tidak menyukai agresi militer Jepang ke berbagai belahan dunia yang terjadi saat itu. Di sini, Ueshiba mulai menyebut ajarannya sebagai aikido. 

Dojo Kobukan di Tokyo, setelah masa pascaperang mulai aktif kembali pada tahun 1948 dengan nama Zaidan Hoji Aikikai (yang sekarang dikenal dengan nama Aikikai Foundation). 

Sejalan dengan perjalanan waktu, aikido terus berkembang pesat. Murid-murid Morihei Ueshiba meneruskan misinya ke seluruh penjuru dunia. Aikikai Foundation yang didirikannya menjadi pusat terpenting pengembangan aikido.   

Aikikai Foundation, yang kepemimpinannya dipegang oleh keluarga Ueshiba secara turun temurun, sekarang dipimpin oleh Doshu Moriteru Ueshiba (cucu Morihei Ueshiba dan putera almarhum Aiki Doshu yang ke 2 Kisshomaru Ueshiba). 

O-Sensei Morihei Ueshiba at 50 years of age

 Morihei Ueshiba

Kisshomaru Ueshiba

Moriteru Ueshiba

 DOSHU 1

DOSHU 2 

DOSHU 3


MORIHEI UESHIBA: PENDIRI AIKIDO

Aikido didirikan oleh Morihei Ueshiba yang lahir di Tanabe (sekarang Wakayama) pada tanggal 14 Desember 1883. Ia merupakan anak dari pasangan Yoroku, seorang tuan tanah yang berdarah samurai dan Yuki, seorang wanita religius yang mempunyai ketertarikan terhadap seni.

Seperti kebanyakan anak yang berasal dari kelas serupa, Ueshiba kecil cenderung menjadi anak rumahan. Ia memiliki keinginan belajar dan kegemaran membaca yang kuat. Pada usia delapan tahun, ia telah membabat buku sastra klasik Cina di bawah asuhan seorang pendeta. Ia tertarik pada ritual keagamaan dan menyenangi cerita dongeng legenda kuno. Selain itu, ia juga dikenal memiliki kemampuan baik dalam mata pelajaran berhitung.

Keinginan Ueshiba untuk menjadi anak yang kuat timbul ketika ia melihat ayahnya diserang sekelompok orang-orang sangar di rumahnya sendiri. Mereka merupakan lawan politik ayahnya. Ia ingin melempar orang-orang tersebut setiap kali mereka mengganggu ayahnya. Ia ingin melindungi keluarganya dari ancaman dan bahaya.

Ketika menginjak usia dewasa, Ueshiba berusaha untuk bergabung dalam dinas militer untuk membela negaranya yang saat itu dalam keadaan perang melawan Rusia. Ia tidak langsung lulus ujian seleksi ketentaraan, namun setelah ia mencoba menempa dirinya lebih lanjut, akhirnya ia diterima dan tergabung dalam pasukan infanteri angkatan perang Jepang. Dalam tugas kemiliteran ini, ia benar-benar mengasah kemampuan fisiknya. Ia menunjukkan keahliannya yang istimewa dalam memainkan bayonet dan berbagai jenis persenjataan lainnya.

Setelah perang usai, Ueshiba tetap mengasah keahlian beladirinya. Ia mempelajari beladiri yudo dengan intensif di rumahnya. Ia juga mendapatkan sertifikat mengajar bela diri kenjutsu dan jujutsu yagyu-ryu di Osaka dari Makasatsu Nakai.  Ia juga mengikuti berbagai petualangan dengan Sokaku Takeda (1860-1943) seorang ahli daito ryu aiki jutsu yang sering terlibat dalam perkelahian.  Setelah itu, ia mendapat pengaruh spiritual dari Omoto-kyo pimpinan Onisaburo Deguchi (1871-1948), yang membentuknya menjadi seorang yang cinta perdamaian.

Ueshiba sering mengalami pengalaman antara hidup dan mati.  Ketika masa peperangan, ia ditugaskan di Manchuria dan sering berhadapan tentara Cina. Bersama Sokaku Takeda, ia juga sering turut terlibat perkelahian yang berakibatkan kematian dalam rangka membela gurunya tersebut. Bahkan, Onisaburo Deguchi juga membawanya dalam perjalanan maut berbahaya untuk misi rohaninya, dimana mereka sering menghadapi rampok dan orang jahat lainnya.  Pengalaman batas ini mengasahnya untuk memahami jalan bela diri berbeda dari orang lain yang hidup di masa tersebut.

Setelah mengarungi laut kehidupan, Ueshiba akhirnya wafat pada tanggal 29 April 1969, karena kondisi kesehatan yang terus menurun. Abu jenazahnya dikebumikan di Tanabe (sekarang Wakayama). Ia sempat memberikan petuah terakhirnya: "Aikido adalah untuk seluruh dunia. Berlatih aikido bukan untuk kepentingan ego pribadi, namun untuk kepentingan orang banyak dimanapun tempatnya." 

 

Copyright © 2005 Webmaster: aikidoka@mailforce.net