Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
tidak adakah jalan lain ??
tidak adakah jalan lain ??
TIDAK ADAKAH JALAN LAIN ? Baru-baru ini di Universitas Texas, seorang mahasiswa pasca sarjana mendekati saya dan bertanya, “Mengapa Isa itu satu-satunya jalan untuk berhubungan dengan Allah?” Saya telah menunjukan bahwa Isa menyatakan diriNya sebagai satu-satunya jalan kepada Allah, bahwa kesaksian Alkitab dan para rasul itu dapat dipercaya penuh, dan bahwa ada cukup banyak bukti hingga kita bisa percaya kepada Isa sebagai Juruselamat dan Tuhan. Namun ia mempunyai pertanyaan lain, “Mengapa Isa? Tidak adakah jalan lain untuk berhubungan dengan Allah? Tak mungkiankah seorang dapat menjalankan hidup yang baik-baik saja agar dia bisa diterima Allah? Kalau Allah begitu mengasihi manusia, tidakkah Ia akan menerima semua orang sebagaimana adanya?” Seorang pengusaha berkata kepada saya, “Rupa-rupanya anda telah membuktikan bahwa Isa Almasih adalah anak Allah. Selain Isa, masih adakah jalan-jalan lain untuk berhubungan dengan Allah?” Komentar-komentar di atas merupakan contoh-contoh dari pertanyaan-pertanyaan banyak orang di masakini tentang apa sebabnya seorang harus percaya kepada Isa sebagai Juruselamat dan Tuhan supaya bisa memiliki hubungan dengan Allah dan mengalami pengampunan dosa. Saya menjawab mahasiswa tersebut dengan mengatakan bahwa banyak orang tidak mengerti tabiat Allah. Biasanya pertanyaan begini, “Bagaimana mungkin Allah begitu mengasihi manusia dapat membiarkan seorang berdosa masuk neraka?” Saya bertanya balik, “Bagaimana mungkin Allah yang kudus, adil dan benar dapat membiarkan seorang berdosa masuk ke dalam kehadiranNya?” Kesalahpahaman tentang tabiat Allah yang dasar telah menimbulkan begitu banyak masalah theologis dan etis. Kebanyakan orang mengerti bahwa Allah adalah Allah yang mengasihi manusia. Cuma itu. Masalahnya ialah Bahwa Allah bukan saja Allah yang mengasihi manusia. Ia pun Allah yang benar, adil dan kudus. Pada dasarnya kita mengenal Allah melalui sifat-sifatNya. Tetapi sifat-sifat itu bukanlah bagian-bagian dari Allah. Dulu saya mengira bahwa bila saya mengumpulkan semua sifat Allah, yaitu kekudusan, kasih, keadilan, kebenaran, dan menjumlahkannya, maka hasil akhirnya akan sama dengan Allah. Tetapi, hal ini tidak benar. Suatu sifat bukanlah sesuatu yang menjadi sebagian dari Allah, melainkan sesuatu yang benar mengenai Allah. Misalnya, bila kita mengatakan bahwa Allah itu kasih, kita tidak bermaksud mengatakan bahwa suatu bagian dari Allah adalah kasih, melainkan bahwa kasih itu merupakan sesuatu yang memang benar tentang Allah. Bila Allah mengasihi maka Dia semata-mata menjadi diriNya yang sebenarnya. Inilah masalah yang berkembang sebagai akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Allah dalam masa kekekalan yang telah lewat memutuskan untuk menciptakan laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya saya percaya bahwa Alkitab menunjukan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan supaya Dia bisa memberi sebagian dari kasih dan kemuliaanNya kepada mereka. Tetapi ketika Adam dan Hawa memberontak dan mulai mengikuti jalanya sendiri, dosa masuk ke dalam umat manusia. Pada titik ini manusia sudah menjadi berdosa dan terpisah dari Allah. Inilah “kesulitan” yang dihadapi Allah. Ia sudah menciptakan manusia untuk memberi sebagian dari kemuliaanNya kepada mereka. Namun mereka menolak nasihat dan perintahNya dan memilih melakukan dosa. Karena itu Allah menghampiri mereka dengan kasihNya untuk menyelamatkan mereka. Tetapi dia bukan saja Allah yang mengasihi, melainkan juga Allah yang kudus, adil dan benar, maka tabiatNya itu sendiri akan menghancurkan orang berdosa manapun. Alkitab berkata, “Sebab upah dosa ialah maut” (Rm 6:23). Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa menghadapi masalah. Dalam Trinitas Allah, yaitu Allah Bapa, Anak Allah dan Roh Kudus, suatu keputusan diambil. Isa, Anak Allah, akan mengenakan kepada diriNya tubuh manusia. Ia akan tetap Allah, tetapi akan menjelma menjadi manusia juga. Inilah yang digambarkan dalam Yohanes 1 ketika dikatakan bahwa firman itu menjadi daging dan tinggal di antara kita. Dan juga dalam Filipus 2 dimana dikatakan bahwa Isa mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang manusia. Isa adalah Allah dan manusia. Dia benar-benar manusia, sama seperti seorang manusia lain yang tak pernah adalah Allah. Begitu pula, ia benar-benar Allah, sama seperti Allah yang tak pernah menjadi manusia. Berdasar pilihanNya sendiri, Dia menjalani hidupNya sebagai seorang manusia tampa melakukan dosa. Dia sepenuhnya taat kepada BapaNya. Pernyataan Alkitab bahwa “ upah dosa ialah maut” tidak berlaku bagi Dia. Karena Dia bukan saja manusia yang terbatas, melainkan juga Allah yang tidak terbatas, Dia mempunyai kemampuan yang tak terbatas untuk memikul semua dosa dunia ini. Ketika Dia disalibkan hampir 2000 tahu lalu, maka Allah Bapa yang kudus, adil dan benar, menumpahkan kemarahanNya pada AnakNya sendiri. Dan ketika Isa berkata, “Sudah selesai,” (Yoh 19:30) maka syarat-syarat tabiat Allah yang adil dan benar itu telah dipenuhi. Kita dapat mengatakan bahwa pada titik itu Allah “dibebaskan” untuk menangani kaum manusia dengan kasih tampa harus menghancurkan seorang berdosa, karena melalui kematian Isa pada salib, maka syarat-syarat tabiat Allah yang benar itu telah dipenuhi. Sering saya bertanya orang lain, “Untuk siapakah Isa mati?” Jawabnya biasanya adalah, “Untuk saya” atau “Untuk dunia.” Dan saya pun berkata, “Ya, benar, tetapi untuk siapa lagi?” Dan biasanya mereka berkata, “Saya tidak tahu.” Sahut saya, “Untuk Allah Bapa.” Begini, Mesias tidak saja mati untuk kita, melainkan juga untuk BapaNya. Hal ini digambarkan dalam Roma 3 yang berbicara tentang pendamaian. Pendamaian pada dasarnya berarti pemenuhan akan suatu syarat. Dan bila Isa mati disalib, Ia tidak saja mati untuk kita, melainkan juga untuk memenuhi syarat-syarat yang kudus dan adil dari tabiat dasar Allah. Suatu peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu di California menjelaskan apa yang dilakukan Isa di kayu salib guna memecahkan masalah Allah dalam menghadapi dosa umat manusia. Seorang wanita muda ditangkap karena melanggar batas kecepatan kenderaan. Ia ditilang dan dihadapkan ke muka hakim. Hakim itu membacakan tuntutan dan berkata, “Bersalah atau tidak bersalah?” Wanita itu mengaku, “Bersalah.” Hakim itu mengetuk palunya dan mendendanya $100 atau dipenjarakan selama 10 hari. Kemudian sesuatu yang mengejutkan terjadi. Hakim itu bangkit, membuka jubahnya, turun dari kursinya menuju tertuduh, mengeluarkan dompetnya dan membayar denda itu. Apa keterangan dari semua ini? Hakim itu ternyata ayah dari si wanita tersebut. Ia mengasihi anaknya, namun ia seorang hakim yang adil. Anaknya telah melanggar hukum dan ia tak bisa berkata begitu saja kepadanya, “Karena saya begitu mengasihi kamu, saya mengampunimu. Kamu boleh Pergi.” Kalau ia melakukan hal itu, tentulah ia bukanlah seorang hakim yang adil. Dengan demikian ia tidak melaksanakan hukum dengan adil seperti seharusnya. Tetapi dia begitu mengasihi anaknya sehingga dia bersedia membuka jubah hakimnya dan turun ke muka serta mewakili anaknya sebagai ayahnya dan membayar denda itu. Ilustrasi ini menggambarkan sampai batas tertentu apa yang Allah lakukan bagi kita melalui Isa Almasih. Kita telah berdosa. Alkitab berkata, “Upah dosa ialah maut.” Betapapun besar kasihNya pada kita, Allah harus mengetuk palu dan berkata, “Mati” sebagai hukuman kita, karena Dia adalah Allah yang benar dan adil. Namun demikian, sebagai Allah yang pengasih, Dia begitu mengasihi kita sehingga Dia bersedia meninggalkan takhtaNya dalam rupa manusia Isa Almasih dan membayar harga itu bagi kita, yaitu kematian Almasih di salib. Di titik ini banyak orang bertanya, “Mengapa Allah tidak bisa mengampuni saja?” Seorang pemimpin perusahaan besar berkata, “Pegawai-pegawai saya sering melakukan suatu pelangggaran atau memecahkan suatu barang, dan saya memaafkan mereka begitu saja.” Kemudian ia menambahkan, “Apakah anda bermaksud mengatakan pada saya bahwa ada sesuatu yang dapat saya lakukan yang Allah tak dapat lakukan?” Orang sering tidak menyadari bahwa apabila ada pengampunan, ada harga yang harus dibayar. Misalnya, katakanlah anak perempuan saya memecahkan lampudi rumah saya. Saya seorang ayah yang pengasih dan penuh pengampunan. Karena itu saya memangku dan memeluknya serta berkata kepadanya, “Jangan menangis, sayang. Ayah mengasihimu dan mengampunimu.” Biasanya orang kepada siapa saya ceritakan kisah itu berkata, “Nah, itulah yang harus saya lakukan,” Kemudian saya bertanya, “Tetapi siapa yang harus membayar harga lampu iyu?” Kenyataannya ialah saya. Dalam pengampunan selalu ada harga yang harus dibayar. Misalnya saja seseorang menghina anda dihadapan orang lain dan kemudian anda dengan penuh kasih berkata, “Saya mengampunimu.” Siapa yang menanggung harga penghinaan itu? Anda sendiri. Inilah yang telah Allah lakukan. Allah telah berkata, “Aku mengampunimu.” Tetapi Dia membayar harga itu sendiri melalui salib
« previous | next »
model rambut jaman sekarang
model rambut jaman sekarang  
 
anak mudah sekarang mau nya aksinya di gaya rambut aja