Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
« November 2008 »
S M T W T F S
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30
Entries by Topic
All topics  «
You are not logged in. Log in
Himawan dilemma
Monday, 16 May 2005
Sejarah Spiritual Sejati, dalam Pengembaraan Mencari Tuhan
Memoar dari dogmatis menuju kritis, dari mitos menuju logosManusia ketika mencapai tahapan taklif tentu akan berusaha mencari figur, baik itu dalam bentuknya yang kasat maupun abstrak, penelusuran figur menjadi sangat penting eksistensinya karena dalam kehidupan ini tentunya kita harus memiliki prinsip hidup dan figur inilah yang merupakan salah satu penyumbang penting pemikiran terhadap falsafah hidup setiap manusia. Kondisi labil memang diperlukan bahkan akan menjadi sesuatu yang inheren [melekat] pada masa seperti ini karena memang labil adalah tabiat dari sebuah proses yang dinamis. Manusia merupakan satu-satunya mahluk Allah yang dianugerahi akal, akal akan berkembang dinamis mengikuti waktu dan tempat sehingga dalam proses pematangan akal tersebut, manusia [al insan] pasti akan bertatapan dengan beragam variansi pemikiran baik yang ekstrem maupun moderat. Akal memang memiliki keunikan, dia mampu menampung energi kesalehan sekaligus energi kemaksiyatan, maksudnya ketika sang pencipta memerintahkan sesuatu maka akal-lah yang menjadi filter sekaligus penakar dan outputnya tergantung dari sejauh mana dia melakukan pengembaraan dalam realitas terhadap literatur dan proses ini bisa diperoleh baik melalui studi kepustakaan maupun pengalaman empiris.
Tulisan ini sengaja diterbitkan karena penulis telah diilhami oleh berbagai pengalaman para figur pada masa purba yang cukup dikenal [salah satunya] yaitu al ghazali yang pernah mengalami keresahan spiritual yang sangat hebat sehingga mengakibatkan kesehatan beliau terdegradasi ke titik nadhir yang menyebabkan beliau mengalami krisis intelektual, kejiwaan dan fisikal bahkan gazali harus off duty sebagai dosen karena tidak dapat berbicara, para tabib pada masa itu pun tidak mampu menemukan diagnosa yang akurat terhadap penyakit al ghazali. Pada prolog ini penulis tidak akan mengumbar pengalaman silam yang telah dialami oleh para pengunyah spiritual karena jika hal itu direalisir maka akan terkesan redundant dan tentu saja khawatir kehilangan makna dari judul tulisan ini. Sejujurnya maksud dari paparan tulisan ini adalah bagaimana sesama mahluk saling berbagi pengalaman karena dalam pandangan saya, term tuhan pada masa sekarang telah dirubah, direduksi menjadi tuhan-tuhan personal yang diagungkan, dipuja bahkan dikultuskan oleh para insan yang a-nalar yang bertaklid membabi buta, padahal sesungguhnya mereka bukan tuhan yang mesti dipatuhi, mereka hanyalah mahluk yang memanfaatkan kebodohan khayalak untuk ambisi pribadi dan kelompoknya yang bercorak partikelir, yang pasti mereka bukanlah tuhan yang absolut.
Keresahan pertama yang dirasakan oleh saya yaitu ketika melihat begitu banyaknya firqah maupun harakah dakwah dimana masing-masing pihak saling mendaku dan merasa harakah-nya yang paling benar dan yang lain sesat, vonis infidel lainnya merupakan sesuatu yang lumrah terlontar dari mulut para juru dakwah tersebut, akibatnya mereka tidak biasa merasakan nikmatnya perbedaan, padahal kata rasul SAW perbedaan itu adalah rahmat, yang ada diotaknya adalah bahwa pemegang kunci surga adalah harokahnya termasuk dia sendiri. Pemandangan yang menyedihkan dikalangan aktivis dakwah benar-benar memalukan sekaligus memilukan betapa tidak mereka bertujuan melakukan itu semua diyakini sebagai aktivitas amar ma’ruf nahi munkar namun dibalik proses itu semua jika kita mau sejenak menyelami relung kehidupan [spiritual] masyarakat ternyata ada pembusukan dan pembodohan terhadap tatanan umat. Para tokoh harokah baik zaman klasik maupun mutakhirin sama saja, tidak dapat menerima perbedaan secuilpun, jika terdapat perilaku maupun pemikiran yang menyimpang dari mainstream-nya maka bersaranglah vonis kafir, zindik dan sesat. Panorama yang pernah saya amati misalnya kelompok salafy atau wahabi yang terlalu gampang menuduh sesat dan kafir kepada kelompok yang melegalkan tawashul maupun kepada mereka yang tidak menerima hadits ahad dalam hal aqidah, juga hizbut tahrir yang mengatakan fasik kepada golongan yang berjuang via demokrasi atau parlemen, kelompok fundamentalis bahkan tidak pernah bertegur sapa hanya karena beda harokah padahal sesama umat islam adalah saudara yang wajib untuk berkasih sayang sekalipun terdapat perbedaan tentunya selama perbedaan itu bukan masalah fondasi agama, oleh karena itu saya lebih tenang untuk memilih pendapat bahwa kita sebagai muslim dilarang untuk saling melaknat terhadap sesama muslim bahkan terhadap kafir sekalipun sebagaimana dinyatakan oleh ibnu arabi dan ibnu rusyd.
Dalam dunia harokah, pemegang otoritas kebenaran hanya milik para amir [pemimpin] gerakan [dakwah], akibatnya para konstituen yang mayoritas memiliki kapabilitas nalar akal kritis yang minim tentunya akan menjadi sasaran empuk untuk mengembangkan interest partai maupun gerakan dakwah, para amir telah menjadikan masyarakat atau ummat sebagai robot yang memiliki darah dan otak namun tidak dapat berfikir karena akalnya mengalami impotensi yang disebabkan karena banyaknya mengkonsumsi pemikiran dogmatis ala tafsir fundamentalis. Ketika saya terjun kedalam dunia harokah [bukan dunia dakwah] ternyata terjadi benturan pemikiran yang sangat hebat, disatu sisi sebagai aktivis tentunya memiliki semangat menggebu untuk menggemakan fikrah harokah yang saya naungi, namun disisi lain saya mengalami tekanan spiritual sekaligus keresahannya karena ternyata antar harokah bukannya saling bekerja sama tapi cacian, makian, sampai ghibah menjadi menu utama harian. Pada saat yang sama aktivis harokah dijejali pemikiran [fikroh] islam dan juga dikikis habis akhlaknya demi untuk kepentingan partai dakwah, dan menurut saya bukan hanya kekuasaan [power] saja yang cenderung korup namun juga religion tends to corrupt, hal ini sudah dibuktikan ketika eropa mengalami masa the dark ages of europe dimana agama digunakan sebagai tumbal untuk mengucurkan darah dan air mata rakyat, juga ketika khilafah berdiri --pasca khulafa ar rasyidun-- para [khilafah?] dari berbagai dinasti tidak terlepas dari in power syndrome yang mengatasnamakan agama [islam] untuk melegalkan tindakan ghazw [serang-rompak], jika agama ditarik paksa untuk masuk ke dalam wilayah politik kekuasaan maka akan terjadi setback hal ini bisa dilacak yaitu ketika terjadi peristiwa mihnah [inkuisisi] dimana pada saat itu khalifah al ma’mun menggunakan agama untuk membasmi para sarjana/intelektual muslim dalam hal ini menjadikan muktazilah sebagai madzhab resmi negara kemudian menyiksa siapa saja yang menolak konsep muktazilah dan kebetulan imam ahmad merupakan fundamentalis yang istiqomah –pada saat itu-- menentang firqah muktazilah sehingga menyebabkan beliau disiksa didalam penjara.
Spiritualitas saya makin hari semakin berkembang tingkat keresahannya terutama setelah melakukan studi literatur terhadap buku-buku yang masing-masing mencerminkan corak pemikiran harokah dakwah, disitu kita bisa melihat begitu mudahnya para insan yang tulus ini menuduh sesat dengan sesama saudaranya sendiri, secara sederhana bisa saya katakan bahwa ketika kita masuk kedalam suatu gerakan dakwah maka ketika itulah akal kita dimatikan, direduksi perannya hingga kita selalu dikungkung oleh cara berfikir gila yaitu bahwa ide-ide kita dan harokah adalah ide yang paling benar dan ide yang diemban oleh harokah diluar jamaah kita sudah pasti ujung-ujungnya masuk neraka, padahal dia sendiri belum tahu akan ditempatkan dikavling berapa dinegeri akhirat kelak, masya Allah. Mengerikan! Mungkin inilah kata yang cukup pantas untuk menilai dunia dakwah kontemporer, persatuan yang diidamkan ternyata mendapat tentangan secara tidak langsung dari dunia dakwah sendiri, mereka para aktivis dakwah harokah fundamentalis seperti membersihkan darah dengan air kencing karena keresahan masyarakat diselesaikan dengan memunculkan problem yang lebih akut, karena mereka sudah melakukan fragmentasi sekaligus segmentasi pasar dakwah dalam lingkaran madzhab, kalaupun ada yang memiliki prinsip la madzhabiyyah [tidak bermadzhab] istilah ini lebih merupakan sebagai bentuk eskapisme karena pada kenyataannya dia sendiri sedang menciptakan madzhab baru yang dibalut dengan cara mengobral ayat-ayat suci dan juga hadits. Akal sehat yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT telah dialihfungsikan oleh para tokoh gerakan untuk “membunuh” siapa saja yang tidak menerima ide yang diembannya, sayang memang karena Allah menciptakan akal adalah untuk menimbang, menggali kemudian mengambil kesimpulan hukum dari wahyu [revelation] sehingga semangat wahyu akan terus hidup dan kemaslahatan akan diperoleh dalam setiap nadi-ruang kehidupan. Wahyu bukan menjadi stempel untuk menjustifikasi maupun memvonis sebuah ide karena untuk mengetahui maqashid [tujuan] wahyu dibutuhkan perangkat [tools] salah satunya yaitu akal, hal ini dapat dibuktikan dengan lahirnya ratusan kitab tafsir baik bi al ma’tsur maupun bi ar ra’y, masing-masing memiliki interpretasi yang saling mengklaim kebenaran padahal jika kita memandang term tafsir maka kita akan memperoleh kesan bahwa tafsir bersifat spekulatif tergantung kondisi akal dan juga realitas historis yang melingkupinya [baca: mufassirin], jadi jika dikatakan wahyu itu kebenarannya mutlak maka saya katakan yes, namun saya akan bersikap kritis jika ada yang mengklaim kebenaran terhadap sebuah tafsir karena tafsir adalah dinamis dan tentu saja immanent dan relative.
Saya pribadi akan bersikap tegas dan kritis ketika menemui sebuah gerakan yang memonopoli penafsiran al quran seolah-olah tafsir ala harokah-nya yang paling relevan, jangankan kita yang dari segi historis yang memiliki rentang waktu yang cukup jauh dari kehidupan rasul SAW, para sahabat pun yang berguru langsung kepada nabi ternyata memiliki disparitas tafsir, masing-masing sahabat memiliki tafsir misalnya ibnu abbas, aisyah ummul mukminin, ibnu mas’ud dan imam ali--- belum lagi sahabat yang sangat berseberangan dalam pemahaman fiqh yaitu antara abdullah bin abbas dengan abdullah bin umar. Al quran dalam pandangan saya merupakan kitab yang paling cerdas yang ada dibumi Allah, karena quran mampu menampung berbagai mainstream –positif—tanpa ada sebuah intimidasi untuk menjadi sebuah kekuatan monopoli yang cenderung bersikap despotis dan otioritarian. Istilah sederhananya jika kita memahami islam maka yang diinginkan oleh Allah bukanlah 5+5 berapa? Namun Allah lebih jauh dan bijak menginginkan agar kita berfikir bagaimana caranya supaya mendapatkan bilangan 10 ?, nah disinilah akal memiliki peran yang cukup sentral. Islam adalah agama yang universal sehingga mampu melewati batas ruang dan waktu setidaknya inilah i’tibar [pelajaran] yang dapat ditarik dari berserakannya tafsir dengan beragam versi dan argumentasi. Kaidah la yunkaru taghayyur al ahkam bi at taghayyur al zaman wa al makan [tidak diingkari adanya perubahan hukum mengikuti perubahan waktu dan tempat] benar-benar saya pegang teguh karena inilah yang paling rasional dan menenteramkan hati dan perasaan, rasional karena pada faktanya manusia ketika dihadapkan kepada sebuah teks kemudian melakukan proses pembacaan terhadap teks maka dalam kaidah berfikir akal pikirannya akan bertaut membuat kompilasi dengan kondisi lingkungannya, praktik ini dengan gemilang diterapkan oleh al syafi’i yang terkenal dengan qaul qadim-nya di iraq dan qaul jadid ketika beliau pindah ke mesir.
Tafsir ala fundamentalis yang mereduksi bahkan mematikan akal manusia harus dan wajib direvisi agar perjalanan umat menuju kemaslahatan dapat segera tercapai, umat sudah lelah dengan berbagai penderitaannya, sudah berapa banyak partai yang mengusung label islam namun justru dengan label itu partai lebih leluasa untuk membodohi sekaligus menipu umat, yang kita butuhkan bukan sekedar nama namun jauh daripada itu tindakan real yang lahir dari semangat al quran dan hadits rasul SAW. Al quran yang agung diturunkan melalui Muhammad sang rasul bukan untuk menghisap darah umat, bukan pula sebagai faktor truth claim [klaim kebenaran] atas tindakan refresif/kekerasan yang dilakukan oleh penguasa, quran ditujukan untuk mendamaikan dan salah satunya yaitu mendamaikan antara sesama umat sehingga sebenarnya tidak ada kontradiksi antara wahyu dan akal bahkan agama dan filsafat adalah sepersusuan bukan antitesis yang saling meniadakan.
Sudah saatnya umat islam membebaskan dirinya dari belenggu tafsir purba yang sudah ketinggalan zaman dan tidak mampu lagi mengimbangi modernitas, sudah waktunya bagi umat agar menghidupkan islam dengan memaknai pembacaan teks wahyu secara kontekstual karena menurut hemat penulis-- hadits SAW adalah bentuk ideal dari implementasi terhadap alquran pada zaman rasul SAW, sekarang waktu dan tempat sudah berubah sehingga sudut pandang dalam melihat al quran harus mengikuti arus perubahan dengan mengkritisi kaidah ushul fiqh yang sudah mapan yang turut andil dalam memiliki utang terhadap kebangkrutan umat.
Kemapanan berfikir merupakan pilar-pilar kebangkrutan umat yang telah menciptakan kemandegan dalam perubahan arus modernisasi. Untuk keluar dari sikap-sikap yang dilandasi mitos atau hal-hal gaib seperti kepercayaan terhadap roh dan berbagai khurafat-mistik lainnya maka perlu diadakan perombakan, kemapanan perlu didobrak agar akal yang sudah diberikan oleh Allah tidak disia-siakan dengan jalan mematikannya. Penghidupan nilai-nilai logos atau ilmu pengetahuan perlu dikembangkan bahkan diimprove setiap saat tanpa henti karena akal memiliki kecepatan tak terbatas yang mampu melintasi berbagai dimensi bahkan salah satu fundamen agama yaitu iman harus dibangun diatas akal karena tanpa akal kita [manusia] tidak akan pernah mencapai tuhan yang absolut karena tuhan yang absolut hanya bisa diindera, dirasakan wujudnya dengan akal bukan dengan kebodohan maupun sikap pasrah [fatalis] sebaliknya sikap mitos akan menghantarkan manusia kepada dogmatis dan akhirnya kita hanya akan dipertemukan dengan tuhan yang telah dipersonifikasi menjadi tuhan yang otoriter, kejam, bahkan amoral, inilah tuhan yang telah merasuki sekaligus menjelma dalam setiap sudut kehidupan gerakan dakwah yang khas ala fundamentalis.




Posted by jazz/himawan at 6:34 PM EDT
Post Comment | Permalink | Share This Post

Newer | Latest | Older