Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
garuda.gif (3492 bytes) Jaksa Agung Andi Muhammad Galib dalam kunjungannya ke Surabaya Jumat (7 Agt 1998) menyatakan, perkosaan massal yang terjadi 13-14 Mei lalu, terlalu dibesar-besarkan oleh LSM, karena bukti-buktinya sampai sekarang tidak ada.
   

 

kosong.gif (814 bytes)

Tentang Berita Perkosaan 13-14 Mei
Kabakin: Ada Motivasi Politik

 

JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Kabakin) Letjen (Purn) Moetojib menyatakan berita perkosaan massal yang terjadi saat kerusuhan Mei lalu bermuatan politis. Dia mensinyalir isu itu sengaja disebarkan dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baik bangsa Indonesia.

"Kalau melihat cara pemberitaan, yang menyudutkan bangsa ini atau terutama ABRI, saya kira ada keinginan-keinginan untuk membuat bangsa ini jatuh," ujar Moetojib kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin.

Kabakin mendasarkan dugaannya pada fakta bahwa hingga kini belum ditemukan bukti adanya perkosaan tersebut. "Saya sudah mengecek ke rumah-rumah sakit, apartemen yang katanya digunakan memperkosa, dan belum menemukan bukti. Apa kurang mampunya agen-agen saya?"

Moetojib kemarin khusus mengundang wartawan karena mengaku tak tahan lagi dengan pemberitaan itu. Menurut dia, secara logika tak mungkin tidak ada satu pun di antara 168 orang -- yang disebut-sebut diperkosa -- yang mau bersaksi.

Selain itu, katanya, "Dilihat dari intensifnya pemberitaan yang disebarkan untuk menyudutkan bangsa ini dan ABRI, saya kira ada keingingan agar Indonesia jatuh, atau minimal pemerintah sekarang ini jatuh."

Untuk mengungkap kejadian itu, Kabakin mengaku telah menghubungi Badan Intelijen ABRI (BIA) dan intelijen Polri. Lembaga-lembaga itu, katanya, juga menyatakan sangat sulit menemukan bukti-bukti perkosaan tersebut.

Moetojib juga menjelaskan dia telah mengadakan koordinasi dengan inteligent community di Jakarta, membahas kasus perkosaan itu. Dari hasil pertemuannya tersebut, dia menyimpulkan bahwa intelijen negara luar pun tidak percaya begitu saja.

Kabakin bahkan mempertanyakan mengapa isu perkosaan muncul lama setelah kerusuhan terjadi. "Kerusuhan dan penjarahan terjadi 13-15 Mei. Mengapa isu perkosaan itu muncul pada awal Juni? Mengapa setelah 15 hari, bukan satu atau dua hari kemudian," ujarnya.

Ia meminta agar semua pihak berpikir rasional dan tidak terbawa arus emosi jika mendengar kabar yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. "Bagaimana kita bisa begitu saja percaya dengan kabar yang disebar-luaskan melalui internet, sedangkan kenyataan di lapangan sulit dibuktikan kebenarannya."

Kabakin tidak membantah kemungkinan isu disebarkan dengan motif kesenjangan ekonomi. Tapi, yang paling memiliki dampak saat ini adalah muatan politisnya. "Itu (isu pemerkosaan) merupakan salah satu upaya melemahkan bangsa Indonesia," katanya.

Meski demikian, Moetojib mengutuk perkosaan bila itu benar-benar terjadi. Sekali lagi bila betul-betul terjadi," tegasnya dengan nada tinggi.

Pada bagian lain, Moetojib berjanji menjamin kerahasiaan mereka yang bersedia bersaksi dalam kasus ini. Dia mengaku sangat prihatin dengan pemberitaan tentang perkosaan itu dan berharap agar segera dijelaskan.

Dia kemudian menceritakan bagaimana sedih perasaannya ketika mendengar laporan dari perwakilan Indonesia di luar negeri. "Mereka itu didemo, diteror, dan disebut sebagai negara pemerkosa," katanya.

"Kita tidak rela 'kan. Kita adalah bangsa besar yang mengagungkan peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan. Jika peristiwa itu memang terjadi, sama-sama kita kutuk. Tapi jika tidak, kita harus menggunakan akal sehat untuk menolaknya," kata Moetojib. (Sumber: REPUBLIKA, 25 Agustus 1998).

barstart.gif (370 bytes)