Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


KEMATIAN HATI

Oleh: KH Rahmat Abdullah, Ketua Yayasan Iqro', Bekasi

 

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan

kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera

pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang

datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa,

tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

 

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya

pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu

alangkah be-sar kemurkaan ALLAH atasmu. Tersanjungkah engkau yang pandai

bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air

wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam

rakaat-rakaat panjang. Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur,

sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian

masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah

seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa

ngeri.

 

Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan

diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku

karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak tahuan mereka",

ucapnya lirih.

 

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana,

lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang

beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian

menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat

banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa

banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau

ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah

dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan

kata. Dimana kau letakkan dirimu ?

 

Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu

kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin

bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa

gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.

 

Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga

getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya ?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia

berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada

ALLAH, dimana kau kubur dia ?

 

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka

lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini

potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia

SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja

berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan.

 

Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis

perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau

berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu

yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh"

Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu. Kemana getarannya yang

gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan

jahiliyah dan maksiat" ? Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci)

berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan "

Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian

laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"

 

Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling

lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan

tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana ?

 

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justeru

engkau akan dihadang tantangan : sangat malu untuk menahan tanganmu dari

jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang

berbunga-bunga didepan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah

pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus

mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu

ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak

melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam,

sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu. Siapa

yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu

kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di

sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku,

ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai,

berlalu tanpa rasa bersalah? Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya

berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan

"Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih

dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah

barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di

lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari

kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

 

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim

yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan

penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka

yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian,

koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi

dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar

sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk

junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya". Engkau akan menjadi faqih

pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan

"lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan

Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri. Mahatma Ghandi memimpin

perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang

tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India

menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat

India akan ikut tidur disana.

 

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat

dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang

asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam

berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana.

"Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah.

Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi

selera-ku"

 

Lukman Musa At

Plastic Materials Lab

School of Metallurgy and Materials

The University of Birmingham, UK