SEJARAH dan HIKMAH
QURBAN
Qurban wajib bagi orang
yang mampu atau berkemampuan tetapi apabila tidak melaksanakannya, Nabi
Muhammad mengingatkan :
"Barang siapa yang sudah mampu dan mempunyai kesanggupan tapi tidak
berqurban, maka dia jangan dekat-dekat ke mushallahku." Hadis
tersebut merupakan sindiran bagi orang-orang yang mampu dan banyak harta
tetapi tidak mahu berqurban.
Sejarah qurban dibahagi
kepada tiga, iaitu: zaman Nabi Adam As; zaman Nabi Ibrahim As; dan pada
zaman Nabi Muhammad.
Zaman Nabi Adam As
Ketika zaman Nabi Adam
As, qurban dilaksanakan oleh putra-putranya yang bernama Qabil dan
Habil. Kekayaan yang dimiliki oleh Qabil mewakili kelompok petani,
sedang Habil mewakili kelompok penternak. Saat itu sudah mulai ada
perintah, siapa yang memiliki harta banyak maka sebahagian hartanya
dikeluarkan untuk qurban.
Sebagai petani si Qabil
mengeluarkan qurbannya dari hasil pertaniannya dan sebagai peternak si
Habil mengeluarkan haiwan-haiwan peliharaanya untuk qurban. Diterangkan
dalam sejarah, harta yang diqurbankan itu disimpan di suatu tempat yaitu
di Padang Arafah.
Qabil dan Habil
mempunyai sifat yang berbeza. Si Habil mengeluarkan haiwan yang
diqurbankan dengan tulus ikhlas yang mana haiwan yang dipilih gemuk dan
sihat. Manakala siQabil, memilih buah-buahan yang busuk. Ketika keduanya
melaksanakan qurban, ternyata yang habis adalah qurban yang dikeluarkan
oleh si Habil sementara buah-buahan yang dikeluarkan si Qabil tetap
utuh, tidak berkurang.
Hal ini dijelaskan oleh
Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 27 : "Ceritakan kepada
mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya,
ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang
dari meraka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil), Ia
berkata : "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil "
Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang
bertakwa".
Qurban si Habil di
terima Allah SWT kerana dia mengeluarkan sebagian hartanya yang
bagus-bagus dan dikeluarkan dengan tulus dan ikhlas. Sementara si Qabil
mengeluarkan sebagian harta yang tidak baik dan secara terpaksa.
Zaman Nabi Ibrahim
As
Ketika Nabi Ibrahim
berusia 100 tahun beliau belum juga dikurnia putra oleh Allah dan beliau
selalu berdo’a: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang
saleh" Kemudian dari isterinya yang kedua yakni Siti Hajar yang
dinikahinya ketika Nabi Ibrahim mengadakan silaturahmi ke Mesir (setiap
kedatangan pembesar diberi hadiah seorang isteri yang cantik oleh
pembesar Mesir).Dari Siti Hajar lahirlah seorang putra yang kemudian
diberi nama Islam, ia lahir di tengah-tengah padang pasir yang mudian
dikenali sebagai Mekkah. Pada saat Nabi Ibrahim diberi petunjuk oleh
Allah agar meninggalkan isterinya Siti Hajar dengan seorang putranya,
Ismail. Beliau meninggalkan beberapa potong roti dan sebuah guci berisi
air untuk Siti Hajar dan Ismail. Pada waktu Siti Hajar kehabisan makanan
dan air, ia melihat disebelah timur ada air yang ternyata adalah
fatamorgana yaitu di Bukit Sofa. Di situ Ismail ditinggalkan dan Siti
Hajar naik Ke Bukit Marwah serta kembali ke Sofa sampai berulang tujuh
kali, tapi tidak juga mendapatkan air sampai ai kembali ke Bukit Marwah
yang terakhir.
Ismail yang kehausan
menendang-nendang tanah yang tiba-tiba keluar air dari dalam tanah. Siti
Hajar berlari kebawah sambil berteriak kegirangan
:"zami-zami?" itulah kemudian tempat itu dinamakan Perigi
Zam-zam.
Nabi Ismail
ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim yang berada di Yerusalem sampai Nabi
Ismail menjelang remaja. Kemudian di Yerusalem ternyata Siti Sarah hamil
melahirkan seorang putra yang diberi nama Iskhak. Nabi Ibrahim
diperintahkan lagi oleh Allah untuk kembali ke Mekkah untuk menengok
istri dan anaknya yang pertama yaitu Nabi Ismail, yang rupanya sudah
mulai besar.
Dalam suatu riwayat
kira-kira berusia 6-7 tahun. Sejak dilahirkan sampai besar itu Nabi
Ismail menjadi kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya,
sebagaimana firman Allah dalam surat Ash Shaffaat : 102 : "Maka
tatkala sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha bersama Ibrahim,
Ibrahim berkata : Hai anakku aku melihat dalam mimpi bahawa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu " Ia menjawab:
"hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu,
Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Asbabun Nujul atau
latar belakang sejarahnya ketika nabi Ibrahim bermimpi (ru’yal Haq).
Dalam impiannya ia mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih
putranya Nabi Ismail dan sampai di Mina beliau menginap, beliau mimpi
yang sama. Demikian juga ketika di Arafah malamnya di Mina, masih
bermimpi yang sama juga. Ibrahim kemudian mengajak putranya Nabi Ismail,
kira-kira antara ratusan meter dari tempat tinggalnya (Mina), baru lebih
kurang 70-80 meter berjalan, syaitan menggoda isterinyanya Siti Hajar:
"Ya Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan
menyembelih anakmu Ismail ?". Akhirnya Siti Hajar, sambil
berteriak-teriak: "Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau dikemanakan
anakku?" Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT,
ditempat itulah dimana pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah bagi jemaah haji
disuruh melempar batu dengan membaca : Bismillahi Allahu Akbar. Hal
tersebut mengandung arti bahwa kita melempar syaitan atau sifat-sifat
syaitan yang ada di dalam diri kita.
Akhirnya tibalah mereka
di Jabal Qurban kira-kira 200 meter dari tempat tinggal Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail, sebagaimana di firmankan oleh Allah didalam surat
ASH-Shaffaat ayat 103-107: "Tatkala keduanya telah berserah diri
dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran
keduanya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang yang berbuat baik". Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar ".
Zaman Nabi
Muhammad
Masalah qurban
diceritakan kembali iaitu di dalam surat Al-Kautsar ayat 1-3
"Se-sungguhnya Kami telah memberikan kepadanya nikmat yang banyak,
Maka dirikanlah solat kerana Tuhanmu, dan berqurbanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus". Berbicara
tentang kenikmatan, Allah mengingatkan: "Dan jika kamu menghitung
nikmat Allah, tiadalah dapat kamu menhitungnya" (QS:Ibrahim: 34).
|