Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Aktualita Dunia Islam
No. 63/II, 3-9 Maret 1998
https://www.angelfire.com/id/aktualita
 
ANALISA
 
Turki: Sebuah Republik Despotis atau Demokratis?

Keputusan Dewan Keamanan Nasional (MKG) Turki untuk melanjutkan perang terhadap Islam dan memberikan kewenangan penuh kepada militer untuk mengawasi implementasi paket kebijakan anti-Islam PM Mesut Yilmaz pada 29 Maret lalu sekali lagi menunjukkan bahwa Turki sejak Kemal Attaturk berhasil menghancurkan khilafah Utsmaniyah tahun 1924, telah dikangkangi oleh militer lalim (despotis) yang mengatasnamakan ''demokrasi''. Sebelumnya militer Turki juga telah membuat keputusan kontroversial dengan memaksa pengadilan konstitusional Turki untuk membubarkan partai moderat Islam,Refah.

MKG berkeras bahwa memerangi Islam merupakan perwujudan dari demokrasi sekuler yang didirikan oleh Kemal Attaturk, sekalipun cara mereka memerangi bertentangan dengan prinsip demokrasi yang selama ini mereka junjung tinggi.

Kehidupan politik dan demokrasi di Turki secara transparan menggambarkan bagaimana 'kompetisi' antara Islam dan sekuler mengemuka di abad modern ini. Namun, yang patut dicatat adalah 'kompetisi' ini selalu dinodai oleh kecurangan dan ketidakadilan pihak sekuler. Padahal jika kompetitor dibiarkan berjalan sesuai dengan proses demokrasi niscaya kehidupan demokrasi di Turki akan berbicara lain.

Sejarah modern Turki memang selalu dihantui oleh intervensi militer dalam kehidupan demokrasi. Tahun 1951 militer mengeksekusi PM Adnan Mandaris, tahun 1980 militer melakukan kudeta, dan terakhir pembubaran partai Refah yang hanya tiga bulan berselang setelah secara meyakinkan militer menyuarakan Turki yang "demokratis."

Naiknya PM Yilmaz tak luput dari peran militer yang menghendaki PM sebelumnya Erbakan turun dari tampuk kekuasaan. Erbakan dinilai oleh militer telah menyelewengkan prinsip-prinsip sekuler dan membawa Turki kearah 'negara Islam'. Sejak itu Erbakan menghadapi berbagai tuduhan yang terlalu dicari-cari. Fenomena islami yang dibawa Erbakan setidaknya telah mengkristalkan kalangan sekuler di Turki bahwa musuh mereka hanya satu yaitu Islam.

Sebagai sebuah negara bekas kekhalifahan Islam tentu sangat ironis jika Turki justru menjadi pelopor sekuler dan anti-Islam. Masyarakatnya yang mayoritas Islam dan letaknya sebagai pintu gerbang menuju Eropa harus berhadapan sendirian dengan Eropa-Barat yang Kristen. Banyak pengamat mengatakan campur tangan Barat dan Zionis dalam meracuni pikiran para Kemalis dan sekularis di negara ini secara efektif telah menghambat Turki menuju ke arah demokrasi. (afd/dari berbagai sumber)

***

Kedubes Turki Jual Tanah Sekolah Islam, Muslim Tokyo Resah

Tokyo, Jepang
Jamaah Masjid Tokyo di Jepang akhir-akhir ini dibuat resah ketika tanah sekolah Islam yang selama ini telah menyatu dengan Masjid Tokyo akan dijual kepada beberapa organisasi komersial non-muslim.

Keresahan ini bermula ketika pihak kedutaan besar Turki di Jepang (21/3) berencana akan menjual atau mengalihkan kepemilikan tanah sekolah yang berada dekat dengan Masjid Tokyo kepada para pengusaha non-muslim. Tentu saja keinginan ini ditentang keras oleh anggota jamaah Masjid Tokyo yang selama bertahun-tahun memimpikan memiliki sebuah sekolah Islam bagi anak-anaknya.

Niat menjual tanah sekolah Islam selain ditentang oleh anggota jamaah Masjid Tokyo juga dikhawatirkan jika jadi dialihkan atau dijual akan mengganggu kegiatan ritual keagamaan. Dapat dibayangkan jika suasana masjid yang tadinya tenang dan penuh kekhusyuan tiba-tiba berubah jadi pusat bisnis dan keramaian.

Surat protes telah dilayangkan kepada pihak kedubes Turki di Jepang maupun kepada presiden Turki Sulayman Demirel di Ankara, namun sampai saat ini belum ada kabar dari pihak Turki. Sementara itu komite aksi perlindungan atas tanah sekolah muslim Tokyo (Action Committee for Protection of Muslim School Land Tokyo) mulai melancarkan aksi-aksinya untuk mencegah rencana 'kurang simpati' pemerintah Turki. (msanews/akrfd)

***

Utang Luar Negeri Negara-negar Arab Bertambah 50.000 Dolar Setiap Menit

Beirut, Lebanon
Konferensi para bisnismen Arab di Beirut pada Januari 1998 lalu meninggalkan sejumlah permasalahan yang cukup kompleks terutama ketika menyoroti perekonomian negera-negara Arab saat ini seperti tingginya utang luar negeri, lemahnya produktivitas, ketidakmampuan bersaing, menumpuknya pertukaran transaksi, gagap teknologi modern serta kecilnya tingkat investasi luar negeri ke dunia Arab.

Konferensi secara khusus menyoroti tingginya utang luar negeri negara-negara Arab yang sekarang telah mencapai 136 milyar dolar dan jumlah ini akan terus meningkat sampai 262,6 milyar dolar pada akhir abad ke-20. Konferensi juga melaporkan bahwa setiap detiknya hutang luar negeri negara-negara Arab bertambah 833 dolar atau 50.000 dolar per menitnya.

Dan yang agak memprihatinkan adalah bahwa akumulasi utang luar negeri ini kebanyakan diperuntukkan bukan untuk kebutuhan makanan. Padahal negara-negara Arab setiap tahunnya mengimpor 60% kebutuhan gandum mereka, 7% gula dan 30% daging. Sebagian besar pengeluaran uang negara-negara Arab diperuntukkan bagi senjata dan perlengkapan militer canggih yang mencapai 40% dari total seluruh penjualan senjata dunia.

Laporan juga menunjukkan bahwa investasi luar negeri ke negara-negara Arab tak sampai 1% nya dari total investasi internasional. Sementara itu rata-rata pertumbuhan 13 dari 16 negara yang tergabung dalam dunia Arab hanya 4% sampai 7%-nya. Demikian pula defisit anggaran menimpa setengah dari negara-negara Arab. Defisit anggaran paling tinggi dialami oleh Kuwait yang mencapai 18,4% dari GDP, kemudian diikuti Lebanon yang mencatat 18%. (aqsha buletin/afd)

***

Mufti Saudi Bicarakan Isu Pengungsi Rohingya

Dhaka, Bangladesh
Mufti besar kerajaan Arab Saudi, Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, pada akhir Februari 1998 lalu melakukan pertemuan dengan mantan presiden Bangladesh Husein Muhammad Ershad di kantor Partai Jatiya Bangladesh.

Dalam pertemuan tersebut Sheikh bin Baz dan HM Ershad mendiskusikan berbagai permasalahan yang menimpa rakyat Bangladesh dan kondisi Muslim Arakan yang berada di kamp-kamp pengungsian sekitar perbatasan Bangladesh - Burma. Dalam kesempatan tersebut mantan presiden Ershad menceritakan kehidupan menyedihkan para pengungsi Muslim Arakan dan ia telah meminta pemerintah Burma (sekarang Myanmar) segera merepatriasi para pengungsi ke tanah yang mereka miliki selama ini.

Sekitar seperempat juta pengungsi muslim dari Arakan sekarang mendiami kamp-kamp pengungsian di Bangladesh, lebih dari 200.000 orang telah dipulangkan (repatriasi) dibawah perjanjian yang ditandatangani oleh kedua negara. Sejauh ini di Bangladesh masih terdapat 21.411 pengungsi Rohingya yang mendiami dua kamp pengungsian terbesar di distrik Cox's Bazar. Padahal pemerintah militer Burma telah menghentikan penerimaan arus pengungsi dari Bangladesh sejak 15 Agustus 1997.

Bagi Muslim Rohingya, sebenarnya bukan masalah rapatriasi yang diributkan tetapi lebih kepada kondisi keamanan di Arakan sendiri. Menurut laporan yang didapatkan dari dua kamp pengungsian tersebut sebagian besar pengungsi sangat senang jika dipulangkan ke tempat asalnya. Hanya masalahnya, ya itu tadi, kondisi keamanan di Arakan sangat tidak memungkinkan bagi Muslim Rohingya menikmati kebebasannya. (the newsletter of RSO/akrfd)

***

Sanksi Ekonomi Melanggar HAM

New Delhi, India
Peringatan 50 tahun Deklarasi HAM yang berlangsung selama dua hari di New Delhi India beberapa waktu lalu terasa memiliki nuansa lain. Terutama bila dikaitkan dengan banyaknya para peserta undangan yang menyoroti masalah hak-hak sosial dan ekonomi.

Konferensi tentang HAM yang bersamaan waktunya dengan peringatan ke-50 deklarasi HAM (the Universal Declaration of Human Rights) itu dihadiri oleh 200 pengamat, politisi dan aktivis hak azasi dari 40 negara. Konferensi yang mengambil tema besar ''Tantangan Hak Asasi Diabad 21'' itu digelar oleh the International Institute for Non-Aligned Studies (New Delhi) bekerjasama dengan the NGO Co-ordinating Committee on Human Rights (Geneva).

Para peserta konferensi international seperti dikomando untuk menentang diberlakukannya sanksi ekonomi terhadap sebuah negara oleh kekuatan internasional, karena bukan saja bertentangan dengan dasar-dasar hak asasi tetapi juga sangat menyengsarakan rakyat negara yang kena sanksi tersebut. Untuk kasus ini dapat diambil contoh adalah Irak. Sanksi ekonomi ternyata tak cukup efektif untuk menghancurkan Saddam Husein bahkan mengakibatkan jutaan rakyat Irak terutama anak-anak terancam mati kelaparan.

Presiden dari the International Progress Organization (IPO), Prof. Hans Koechler, dalam salah satu sessi ceramahnya menggarisbawahi tentang pentingnya pendekatan universal (universal approach) dengan mengedepankan masalah hak asasi diabad mendatang.
 
Ia mengatakan bahwa seharusnya PBB tidak menjadi aktor yang justru memerankan pelanggaran hak asasi seperti yang terjadi di Irak.  Para prinsipnya hak asasi melindungi semua negara dan organisasi internasional, tambahnya. (southnews/afd)

***

Zionis Israel Produksi Senjata Biologi

Tel Aviv, Israel
Sebuah majalah terbitan Inggris, The Foreign Report, menyatakan bahwa Israel telah memproduksi senjata biologi di salah satu laboratorium rahasia di dekat Tel Aviv. Majalah itu juga menyatakan bahwa sebuah Institut Studi Biologi (the institute of biological studies) - laboratorium yang dirahasiakan itu - yang terletak dekat kota Nastasyun tidak sepenuhnya memproduksi obat-obatan sebagaimana sering dinyatakan oleh para pejabat Israel. Tapi secara khusus memang diperintahkan untuk mengembangkan senjata biologi (germs) dan gas beracun.

Majalah yang terbit pekanan itu mengindikasikan berdasarkan informasi terbaru sebagai jawaban atas permintaan Israel kepada AS bahwa AS secara khusus telah mengirimkan 'obat-obatan' dan 'vaksin' ke Israel untuk melindungi warga Israel dari kemungkinan serangan senjata kimia dan biologi Irak. Sumber dari Israel menyatakan bahwa pengiriman 'obat-obatan' dan 'vaksin' tersebut akan bersamaan datangnya dengan peralatan militer dari AS.

Sementara itu surat kabar Al Ma'arif melaporkan bahwa AS akan mengirimkan sejumlah besar peralatan militer, senjata dan peralatan khusus untuk mendeteksi setiap penggunaan senjata kimia dan biologi. Dalam pengiriman itu disertakan juga sejumlah besar 'obat-obatan' dan 'vaksin' serta sejumlah tenaga asisten kedokteran. Sumber dari pejabat tinggi di kementrian pertahanan Israel setelah dikonfirmasi membenarkan akan pengiriman dalam jumlah besar tersebut.

Pada 23 Maret lalu diberitakan Israel telah menerima 15 helikopter S-70 Black Hawk senilai US$110 juta dari AS. Helikopter Black Hawk rencananya akan digunakan untuk membawa pasukan operasi, logistik, evakuasi medis, SAR, mengangkut senjata, alat-alat elektronik, dan alat transportasi para misi eksekutif. (aqsha buletin/akrfd)

***

Isu Wabah Anthrax, Agen Rahasia Inggris Over-Estimate

London, Inggris
Mungkin karena terlalu terobsesi dengan film James Bond yang memperlihatkan kecanggihan senjata musuh-musuhnya, agen rahasia luar negeri Inggris (MI6) over-estimate dalam memberikan nasehat kepada pemerintahan Tony Blair.

Pemerintah Inggris pada Ahad, 22 Maret, telah memperingatkan seluruh pelabuhan udara dan lautnya agar waspada terhadap kemungkinan meluasnya wabah anthrax yang disebarkan oleh agen-agen pembawa botol-botol parfum. Dalam nasehatnya tersebut, pejabat pelabuhan udara dan laut diwanti-wanti agar waspada terhadap virus anthrax karena jika botol-botol tersebut jatuh akan menyebabkan kematian jutaan orang.

Namun, peringatan pemerintah ini dianggap terlalu berlebihan oleh Kolonel Terry Taylor (mantan inspektur senjata PBB) yang menegaskan, ''Jika memang virus tersebut dikirim memakai botol, maka sulit rasanya menjaga virus tersebut tetap hidup.'' Taylor juga menambahkan bahwa efek virus anthrax tidak sedahsyat sebagaimana diberitakan oleh pemerintah yang bisa membunuh ribuan bahkan jutaan orang. ''Jika botol tersebut terbuka, maka efeknya hanya akan mengenai sipembuka botol dan mungkin saja menular kepada orang di dekatnya. Dan tak mungkin membunuh ratusan atau ribuan orang,'' tegasnya.

Namun dalam buku pegangan medis kasus-kasus biologi AB AS disebutkan bahwa jika 110 pounds anthrax menyebar ditiup angin berkecepatan 2 km diatas 500.000 penduduk. Maka virus tersebut akan menyebar seluas 20 mil dan dapat membunuh 220.000 orang.

Isu wabah anthrax merebak ketika surat kabar The Sun memberitakan bahwa Irak merencanakan menyerang sasaran "negara-negara musuh'' (hostile countries) termasuk AS dan negara anggota NATO dengan senjata kimia dan biologi. Dan yang menggelikan ternyata anthrax yang dimiliki Irak 100% buatan AS dan Inggris. (sun/msanews/akrfd)



[back to]