Edisi 039

NEGARA ISLAM,

KENAPA TAKUT ?

Theo Syafei, seorang jendral purnawirawan beragama protestan diprotes oleh sejumlah tokoh Islam yang mengadukannya ke Polda Metro Jaya lantaran kaset ceramahnya yang mendiskreditkan Islam, kaum muslimin, dan sejumlah ormas Islam di Indonesia. Dalam pengaduan yang ditandatangani oleh Koordinator API (Asosiasi Pembela Islam) Hamdan Zoelva, SH dan sejumlah pengurus KISDI, DDII, KAHMI, dan PPMI, tokoh ormas Islam itu menilai isi ceramah mantan Pangdam Udayana yang telah beredar luas dalam bentuk kaset dan transkrip itu mengandung perasaan permusuhan dan kebencian yang sangat mendalam dan penghinaan terhadap beberapa kalangan Ummat Islam sebagai kelompok dalam masyarakat Indonesia. Mereka mensinyalir bahwa pidato-pidato seperti inilah yang memprovokasi kelompok-kelompok masyarakat tertentu untuk melakukan perbuatan-perbuatan anarkhis serta menimbulkan instabilitas di kalangan masyarakat. Lebih-lebih kaset itu, sebagaimana laporan Tabloid Abadi edisi 24-30 Desember 1998, telah beredar di Kupang sebelum terjadinya peristiwa kerusuhan Kupang.

Laporan pengaduan para tokoh Islam tersebut mendapat liputan yang cukup luas dan Theo yang menjadi trouble maker itu tak kunjung muncul beberapa hari hingga ia datang ke polda, bukan untuk memberikan penjelasan, tapi justru melaporkan Tabloid Abadi yang dia nilai sebagai telah mencemarkan namanya. Dalam jumpa pers yang tak memuaskan wartawan, dia minta maaf bukan atas ceramahnya, tetapi katanya atas ketersinggungan orang terhadap isi pemberitaan Tabloid Abadi. Jendral purnawirawan yang orang tuanya beragama Islam itu menyangkal bahwa kaset ceramah yang dipersoalkan itu adalah suara dia (Republika, 9/01/99). Pemred Abadi Hadi Mustofa Djuraid pun siap menyambut tantangan Theo dengan data-data dan bukti yang dimilikinya. Nampaknya perka- ranya akan lebih panjang lantaran Theo tidak mengikuti saran Ketua PAN Dr. H.M. Amien Rais, agar dia meminta maaf kepada kaum muslimin.

Kalau kita perhatikan secara mendalam isi kaset tersebut, tujuan utama dari ceramah tersebut adalah untuk menimbulkan antipati terhadap negara Islam. Agar orang-orang yang mendengar kaset itu, baik nas- rani maupun muslim, atau apapun agamanya, mendapatkan satu persepsi bahwa bangsa In- donesia tidak menghendaki adanya negara Islam di sini sekalipun mayoritas penduduknya kaum muslimin. Paling tidak, orang-orang yang seagama dengan dia akan terbangkitkan militansinya untuk menentang terwujudnya negara Islam di muka bumi, termasuk di Indonesia.

Apa yang diceramahkan Theo pada hakikatnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Gus Dur dalam open house-nya beberapa waktu lalu (Terbit, 30/12/98, lihat As Salam nomor 138). Seakan keduanya memiliki satu komando, yakni propaganda menakut-nakuti masyarakat terhadap ide-ide dan hukum- hukum Islam yang tersimpul dalam terminologi negara Islam. Kecenderungan seperti itu dapat kita temukan dalam pernyataan Prof. Dr. Nurcholis Majid baru-baru ini yang dilaporkan Kompas (13/01/99) dengan judul berita: "Cak Nur: Negara Agama tidak Diperlukan". Nurcholis menyebut bahwa negara sekuler akan jauh lebih baik asalkan pemimpinnya memiliki komitmen kuat dalam penegakan etika. Juga, sekalipun tidak terlalu provokatif, opini mempersoalkan ide negara Islam terdapat dalam Laporan Khusus Majalah TEMPO edisi 18 Januari 1999. Dalam sebuah kolom Majalah tersebut, Ketua PP. Muham- madiyah Ahmad Syafi'i Ma'arif secara halus menolak ide pendirian negara Islam dengan mengatakan bahwa orang tidak boleh sembrono menggagas sebuah negara bernama nega- ra Islam jika perangkat lunaknya tidak disiapkan secara matang, sungguh-sungguh, dan tahan bantingan sejarah.

Benarkan negara Islam dengan segala ide dan hukum-hukum Islam merupakan hal menakutkan? Benarkah negara yang dicontohkan dan diwariskan oleh Rasulullah saw. itu bak sebuah monster yang harus diwaspadai secara dini? Benarkah sistem negara yang mengadopsi hukum-hukum Sang Maha Pen- cipta yang Maha Tahu apa yang paling baik buat manusia dalam seluruh aspek kehidupan itu layak untuk tidak dikehendaki? Benarkah sistem pemerintahan yang universal dan tidak membeda-bedakan bangsa itu harus ditakuti bangsa Indonesia? Tulisan ini berusaha me- nyingkap kabut penipuan yang menutup-nutupi hakikat sistem negara khilafah Islamiyyah yang pernah jaya di muka bumi lebih dari sepuluh abad itu.

Negara Islam adalah Negara Versi Rasulullah saw.

Nabi Muhammad saw. selain sebagai seorang rasul yang membawa risalah Allah SWT, beliau juga seorang kepala negara yang berkuasa dan memerintah dengan menerapkan hukum-hukum Allah SWT yang yang diwahyukan kepada beliau. Allah SWT berfirman:

"Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu..." (QS. Al Maidah 48).

Sebagai Kepala Negara Rasulullah saw. telah mewujudkan realitas hukum pemerintahan sebagai berikut :

1. Menjadikan syahadat "LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMAD RASULULLAH", sebagai asas kehidupan dalam seluruh aspeknya, seperti pengaturan hubungan manusia, penyelesaian persengketaan, asas hubungan luar negeri, dll.

2. Mengangkat para Pejabat yang membantu beliau dalam menjalankan tugas peme- rintahan, seperti :

a. Mu'awin (Wazir), yang betugas sebagai Wakil (Pembantu) Kepala Negara. Dalam hal ini beliau telah mengangkat Abu Bakar dan Umar sebagai pembantunya. Sabda Rasulullah : "_Dua orang pembantuku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar"

b. Wali dan Amil yang bertugas sebagai Penguasa Wilayah di tingkat semacam Propinsi dan Kabupaten. Beliau telah mengangkat Badzan bin Sasan sebagai wali di Yaman, Abu Dujanah sebagai Amil di Madinah, dll.

c. Qadli (Hakim), yang bertugas sebagai pemutus perkara-perkara masyarakat (warga negara muslim maupun non- muslim).Beliau mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai qadli di Yaman, Abdullah bin Naufal qadli di Madinah.

d. Al Jaisy atau AB, yang menjaga keamanan dalam negeri dan menjalankan misi jihad. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abdul Muthalib, dan Abdullah bin Rawahah, sebagai ko- mandan pasukan negara kaum muslimin untuk memerangi pasukan Romawi pada perang Mu'tah, dll. Beliau sebagai Panglima AB, dalam banyak kesempatan memimpin langsung pertempuran, seperti perang Badar, Uhud, Fathu Makkah, dan Tabuk.

e. Pejabat Administrasi, yang mengurus administrasi negara dan kebutuhan masyarakat. Beliau mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai penulis piagam gencatan senjata dengan Quraisy, Mu'aiqib bin Abi Fathimah sebagai pencatat harta ghanimah, dll. Beliau juga mengangkat Mudir (semacam direktur) urusan kemaslahatan rakyat.

3. Melakukan musyawarah dengan kaum muslimin, khususnya dengan 14 orang sahabat Anshar dan Muhajirin, seperti : Hamzah, Abu Bakar, Umar, Ja'far, dll, Majlis Umat (Syura) yang pertama.

Demikianlah gambaran ringkas struk- tur pemerintahan yang dipimpim Rasulullah saw. dan diteruskan oleh para Shahabat serta generasi-generasi berikutnya, hingga runtuhnya Khilafah Islamiyah di Turki tahun 1924 M.

Selain itu, realitas Negara dalam Islam dapat dilihat dari karya ulama-ulama, yang mencantumkan pembahasan Fiqh Siyasah (Fiqh Politik) dalam buku-buku Fiqh mereka, terutama bab tentang al Imarat/al Imamah/al Khilafah. Imam Syafi'i misalnya, dalam Al-Umm telah membahas masalah ini pada Bab. Kitab Al-Hukmi fi Qital Al-Musyrikin. Bahkan buku Fiqh yang cukup populer di Indonesia, yaitu Fiqh Islam karya H. Sulaiman Rasjid, juga mencantumkan pembahasan tentang pemerintahan, pada Bab. Kitab Al-Khilafah.

Para filosof Nasrani yang orientalis pun mengakui eksistensi negara Islam. Abdul Muta'al Muhammad Al Jabari mengumpulkan pendapat para orientalis Nasrani dalam bukunya Nizhamul Hukm fil Islam biaqlaami Falaasifatin Nashaara. Dalam buku tersebut, Lorafa Giallery (hal 36) misalnya, mengata- kan bahwa Islam adalah agam000a dan negara. Sekalipun Barat yang kini maju dengan memisahkan agama dari negara, tetapi Islam tetap tidak memisahkan agama dari negara. Gus- tav Grembown (hal 36) mengatakan bahwa penobatan khalifah itu disepakati dengan ijma'. Hal ini, katanya, telah diperinci oleh para fuqaha. Menurut Bernard Lewis (hal 54), sebelum khilafah runtuh, para sultan (khalifah) adalah penguasa tanpa saingan yang hampir seluruh kaum muslimin di seluruh dunia bergabung dengannya. Setelah sultan dipecat(1924) dan khilafah diruntuhkan, posisinya lalu digantikan oleh sejumlah raja dan presiden serta para diktator.

Jelaslah bahwa negara Islam versi Rasulullah saw. itu tak bisa diingkari realitasnya oleh siapapun.

Negara versi Rasul saw. bukan monster

Setelah eksistensi negara Islam khilafah Islamiyah diruntuhkan oleh kolonialis Inggris melalui konspirasi dengan menggunakan tangan Musthafa Kamal pada tahun 1924, kaum muslimin kehilangan gambaran riil tentang negara itu. Hal itu diperparah dengan penyesatan pemikiran yang dilakukan oleh para orientalis Barat yang bertujuan agar negara yang telah lama mereka upayakan keruntuhannya itu tidak dapat kembali eksis di muka bumi. Salah satu serangan pemikiran Barat untuk itu adalah tulisan seorang orien- talis Barat, bernama Thomas W. Arnold, dengan menggunakan nama seorang tokoh Al-Azhar Mesir, yaitu Ali Abdur Raziq, menerbitkan buku Islam wa Ushulul hukm (Islam dan Pokok-Pokok Pemerintahan) yang isinya menuntut dihapuskannya pemerintahan Kekhilafahan seraya mengingkari eksistensinya dalam ajaran Islam.

Segala macam propaganda yang menyudutkan ide pendirian negara Islam hari ini, baik dilakukan oleh tokoh muslim maupun non muslim, pada hakikatnya adalah pesan- pesan negara-negara kolonialis Barat yang kufur kepada ajaran Allah SWT. Mereka khawatir terhadap lahirnya sistem pemerintahan Islam yang kuat yang bisa menghentikan kezhaliman-kezhaliman (eksploitasi) yang me- reka lakukan terhadap bangsa dan negara kecil dan terbelakang dalam praktek-praktek penjajahan mereka dalam segala bentuknya.

Berbagai makar telah mereka siapkan untuk menista Islam dan kaum muslimin. Berbagai rekayasa dan jerat telah mereka buat untuk memojokkan kaum muslimin yang ingin mengembalikan kemuliaan Islam dan kaum muslimin dalam bentuk pelaksanaan kehidupan Islam yang kaffah. Istilah-istilah funda- mentalis, ekstrimis, dan teroris merupakan sebagian produk unggulan mereka untuk men- teror masyarakat (muslim maupun non muslim) agar jangan mendekati kehidupan Islam yang sebenarnya. Hukum-hukum Islam mereka stempel sebagai hukum primitif yang tak beradab. Jadilah hukum tentang wajibnya mendirikan negara yang berdiri atas asas aqidah Islam dan negara yang membangun peradaban Islam yang agung sebagai hukum yang paling ditolak. Dan negara versi Rasu- lullah saw. yang akan menebar keadilan dan kesejahteraan dengan penerapan hukum- hukum Allah SWT pun tergambar sebagai monster yang menakutkan. Dipoles sedemikian rupa agar menakutkan masyarakat dunia yang non muslim, bahkan menakutkan kaum muslimin sendiri yang seharusnya memikul beban kewajiban menegakkannya!

Padahal yang sebenarnya tidaklah demikian. Rasulullah saw. menegakkan keadilan hukum Islam sebagai hukum Allah SWT (bukan hukum rekaan orang-orang muslim) kepada orang muslim maupun non muslim yang menjadi warga negara. Bahkan diriwa- yatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ber- sabda:

"Siapa yang menyakiti seorang dzimmi (seorang kafir yang tunduk kepada sistem pemerintahan Islam) pada hakikatnya sama dengan menyakitiku".

Perlindungan hukum Islam kepada orang non muslim yang merupakan keadilan hukum Islam itu tetap dilakukan oleh para khalifah pelanjut sistem pemerintahan versi Rasulullah saw. Umar bin Al Khaththab r.a. pernah menyidangkan kasus penganiayaan warga minoritas non muslim di wilayah (semacam propinsi) Mesir oleh anak Gubernur Mesir Amr bin Ash. Setelah anak Gubernur itu mengakui kesalahannya, maka diterapkanlah hukum qhisas, yakni balasan atas penganiayaan secara setimpal. Setelah pelaksanaan itu Khalifah Umar pun memberi kesempatan kepada warga teraniaya itu untuk memukul sang Gubernur dengan argumen bahwa anak Gubernur itu berani melakukan penganiayaan lantaran dia adalah anak gubernur. Namun warga minoritas non muslim itu telah puas dengan hukum qishash yang memenuhi rasa keadilan manusia (lihat Taariikhul Khulafa, Imam As Suyuthi).

Bahkan Amirul Mukminin, Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah mengadukan seorang Yahudi pemilik toko di Madinah lantaran beliau melihat baju besinya ada di toko Yahudi itu, padahal beliau belum pernah menjual ataupun memberikannya kepada siapapun. Di pengadilan, Qadli (hakim) Syuraih yang mengadili perkara antara khalifah dengan rakyat yang non muslim itu menolak saksi yang diajukan amirul mukminin lantaran kedua saksinya adalah putra dan pembantunya yang tergolong orang dekat dan dalam kasus seperti itu tak bisa diterima. Karena itu, Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. kalah dalam perkara tersebut. Dan beliau menerima keputusan pengadilan Islam yang benar-benar mengadili perkara tanpa pandang bulu itu.

Namun ternyata, orang Yahudi yang dimenangkan dalam perkara itu akhirnya mengungkap kebenaran bahwa baju besi itu sebenarnya adalah milik amirul mukminin Khalifah Ali r.a. Keadilan mahkamah peradilan Negara Islam yang digelar secara riil oleh Qadli Syuraih yang notabene adalah pejabat bawahan Khalifah Ali telah membuka mata hati orang Yahudi warga negara Islam itu untuk mengubah keyakinannya. Ia mengata- kan: : "Aku bersaksi bahwa (keadilan proses peradilan negara Amirul Mukminin) ini adalah sebuah kebenaran yang nyata, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah" (Taariikhul Khulafa, idem).

Keadilan seperti itu pulalah yang membuat Raja Richard Lion Heart, pemimpin Pasukan Salib dari Inggris, mena- rik pasukannya dan kembali ke Eropa setelah melihat keberanian dan kejantanan palingma pasukan kaum muslimin Shalahuddin al Ayyubi yang mendatangi kemahnya dan mengobatinya hingga lukanya sembuh dan siap bertempur kembali.

Khatimah

Kini nyatalah bahwa provokasi model kaset ceramah Theo Syafei itu justru yang menyulut kerusuhan dan tidak mengharga peradaban. Demikian juga berbagai pernyataan yang tidak menghendaki berdirinya negara Islam pada hakikatnya bertentangan dengan peradaban dan kemanusiaan dan tidak lebih adalah propaganda murahan untuk menutup-nutupi kebenaran dan keadilan.

Oleh karena itu, kaum muslimin dalam segala lapisan tak perlu terprovokasi oleh hal-hal yang tidak prinsip yang menyudutkan. Mereka harus waspada bahwa ultimate goal-nya adalah agar mereka membenci warisan ajaran Rasullullah saw., yakni negara Khilafah Islamiyyah yang universal.

Padahal telah nyata, tak ada sistem sosial politik dan ekonomi yang lebih adil dan beradab selain sistem dalam naungan negara Khilafah Islamiyyah. Fakta sejarah telah membuktikannya. Pantaslah Allah SWT meminta kita memperhatikan firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman penuhilah Allah dan Rasul-Nya jika menyeru kalian kepada apa yang menghidupkan kalian"

(QS. Al Anfal 24).

Setelah demikian, kenapa takut?