Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

Esok paginya, dengan badan dan kepala penuh balutan perban, aku membaca berita utama The Sun sambil meminum kopi, 

PEMBUNUHAN SADIS DI BAGIAN KUMUH LONDON. 
Ditemukan mayat di daerah kumuh London, di daerah Swandale. Mayat diidentifikasikan sebagai Jack Robert, seorang pengangguran. Menurut tim forensik kepolisian Scotland Yard, penyebab kematiannya disebabkan oleh tembakan senapan tabur di kepalanya. Pembunuhan yang sangat sadis ini membuat bingung Scotland Yard. Belum ditemukan bukti-bukti yang mengarah kepada seorang tersangka. 
"Kami belum bisa memberitahukan kepada media," jawab seorang Inspektur, "Kami hanya bisa bilang agar masyarakat lebih berhati-hati dan senantiasa waspada," 
... 

Bukan kejutan bagiku. 

... 

---
Berhari-hari penyelidikanku untuk memberatkan Moriarty menemui jalan buntu. Lupin juga tidak bisa memberikan hasil penyelidikan yang sama memuaskan. Seorang dokter dan pencuri, bukanlah suatu kombinasi yang baik. Aku terduduk di kursi saat malam Natal, memandangi salju yang turun di luar. Luka di kepalaku masih terasa agak sakit. Aku tersenyum simpul, teringat akan kasus 'Batu Delima Biru', dimana Holmes berurusan dengan bebek, yang ternyata menyimpan batu delima berharga di temboloknya, dan saat itulah, kebesaran hati Holmes ditunjukkan, dengan membiarkan sang penjahat pergi. Saat itu ia berkata, "Lagipula, ini malam Natal bukan Watson? Saatnya untuk berbuat baik," 
Aku melamun di dekat jendela, sesekali terlihat lampu-lampu gas tepi jalan berpijar. Suara keramaian jalan terdengar, lalu perlahan menghilang, seiring dengan berdentangnya jam. Aku masih terpaku di kursi tempatku duduk. Bibirku berbisik pilu, "Selamat Natal, sahabatku..." 
Tepat jam dua belas, aku berdiri, hendak tidur, saat tiba-tiba, seseorang menerjangku dari belakang. 
"AWAS!!!" teriaknya. 
Serasa menonton adegan lama, 
Suara tembakan pistol, 
Kaca jendela pecah berhamburan, 
AKu serasa melihat bayangan Holmes kembali berdiri didepanku, peluru menembak pelipisnya, memuncratkan darah yang langsung menyembur ke wajahku. Aku berteriak pilu, aku menggapai, meraih bayangan itu, namun aku tidak bisa. Andaikan saja saat itu aku menarik Holmes, andaikan saja saat itu aku tidak memaksa Holmes untuk mengatakan penyelidikannya... 
Badanku menabrak lantai, lalu aku berusaha bangun, namun aku merasa begitu pusing, sehingga aku terjatuh kembali. Sosok yang mendorongku langsung meniup peluit polisi sekuat tenaga. Dari luar juga terdengar suara peluit polisi yang tidak kalah nyaringnya. Peluit polisi menjerit bersahut-sahutan membelah malam. Pandanganku kuarahkan ke Camden House, samar-samar terlihat cahaya bergerak-gerak dan sosok-sosok orang. Langkah-langkah kaki berat memasuki pintu depan, menaiki tangga, dan dalam sekejap, satuan polisi langsung menyerbu masuk ke kamarku dan melindungiku, menjadikan diri mereka tameng. 
"Bagaimana dia?!" 
"Tidak apa-apa!!" 
"Apakah Dr. Watson terluka?!??!" 
"Tidak, dia baik-baik saja!!" 
"Puji Tuhan! Aku sudah sangat khawatir, karena telah melibatkannya!!" 
"Kau menemukan bukti, MacDonald?" 
"Disini, Inspektur Lestrade!! Pelurunya ada disini!!" 
"Disini ditemukan senapan! Ya, senapan yang sama!!" 
Inspektur Lestrade segera menghambur masuk, diikuti oleh Inspektur MacDonald yang harap-harap cemas, saat melihatku aman, mereka langsung berteriak lega. 
"Dr. Watson!!! Astaga!" teriak Lestrade. 
Mrs. Hudson langsung berlari seperti kesetanan ke kamarku, "Dr. Watson!! Saya mendengar tembakan!! Apakah anda tidak apa-apa??!? Dr. Watson!!" 
Aku berdiri, lalu menenangkannya, aku mengatakan bahwa aku tidak apa-apa. 
"Semuanya karena orang ini..." Lalu aku melotot keheranan melihat Wiggins berdiri di dekatku, "WIGGINS!!" 
"Ya, ini saya sir.." jawabnya hormat, "Saya sudah sangat takut sekali..." 
"Kenapa.. kau... kau..." jawabku tergagap-gagap. 
"Saya diperintah oleh Mr. Lupin untuk melindungi anda, sir," jawab Wiggins. 
"Mr. Lupin?" 
"Ya," 
Moriarty dibawa masuk ke kamarku, ia berontak, namun percuma, tenaga lima orang polisi yang membawanya sangat kuat, "Kau!! Kau!!!' 
Aku memandangnya heran, lalu aku melihat Moran di belakangnya, tidak diborgol, dan tersenyum kearahku, "Dr. Watson..." tangannya membuka topinya. 
Aku tercengang, "POLISI!! TANGKAP ORANG INI!! DIA... DIA.." teriakku kalap. 
"Tidak usah, Dr. Watson... Dia justru membantu kita semua..." senyum MacDonald, sambil menepuk pundakku. 
"Apa...apa maksudmu?" Aku menoleh ke MacDonald heran. 
Dengan kalem, Moran merobek kulit mukanya, membuatku berseru tertahan. 
Lalu yang terjadi di depanku sungguh mengherankan, kulit muka Moran seolah terkelupas, dan tampaklah wajah halus seorang pria berumur 40 tahun-an, berambut pirang bersih. 
"MR. LUPIN!" teriakku shock. 
"Maafkan saya, Monsieur Watson... Sebenarnya... ini bagian dari rencana..." senyum Lupin, "Apakah saya berhasil mengelabui anda, Monsieur Watson?" 
"Tentu saja," jawabku dengan tertegun, "Tentu saja..." 
Moriarty menatap Lupin dengan terkejut, "KAU! KAU! ORANG PERANCIS ITU... SEHARUSNYA KAU..." 
"Petualangan berakhir dengan bertemunya sepasang kekasih..." senyum Lupin, "Ah, Profesor... Tetapi herannya, kenapa saya sama sekali tidak bergembira ketika bertemu dengan anda, habis, anda begitu bernafsu untuk bertemu dengan saya lalu membunuh saya... Mana ada orang yang senang kalau begitu? Dan, anda juga heran kenapa saya bisa ada di London? Anda kira saya tidak berani mengambil resiko untuk melapor ke Monsieur Sherlock Holmes? Sayangnya anda salah, Profesor. Disinilah saya sekarang, berdiri di depan anda, dengan bantuan Scotland Yard, menangkap anda... Sedangkan Phillipe... Yah, ia sedang sibuk mencari nama Arsene lupin yang sebenarnya orangnya dan keluarganya berada aman dan selamat di London ini," Lupin tertawa. 
Moriarty berteriak marah, "KAU... KAU..." Ia berusaha menerjang Lupin, namun langsung ditahan oleh para polisi yang meringkusnya. 
"Kenapa??!" teriakku marah ke arah Moriarty, "Impas bukan??!? Kau telah membunuh Holmes, lalu kenapa kau marah??!?" 
Moriarty lalu terdiam sesaat, dan tertawa bengis, "Ya... benar... Holmes telah mati!! Holmes telah mati!!! Aku menang, Holmes telah mati!!" 
Tawanya terdengar bengis dan sangat menyakiti hatiku. Aku sampai menutup telingaku dan memalingkan wajahku. Mrs. Hudson menatap Moriarty yang sedang tertawa kesetanan dengan pandangan nanar. 
"Tidak juga," terdengar suara Lestrade kalem. Kami semua menoleh terkejut. Dan pemandangan berikutnya yang kulihat sangat mengejutkanku. Sama seperti Moran, Lestrade mengorek kulit mukanya sendiri. 
Kulit Lestrade terkelupas, rambut hitamnya, yang ternyata wig, terlepas, dan menampilkan figur sosok yang sangat kukenal. Bahkan untuk jutaan tahun sekalipun. 

Mata abu-abu yang tajam itu, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis itu, raut wajah yang dingin itu. 

Sherlock Holmes berdiri sambil tersenyum ke arahku. 

Menurut penuturan Lupin, saat itu Mrs. Hudson, aku, dan Moriarty langsung pingsan. Tidak sadarkan diri. 

"Sepertinya Dr. Watson pingsan kembali saat bertemu denganku... Sama saat bertemu di kasus Camden House... Seharusnya aku tidak begini ya?" samar-samar suara yang dingin itu terdengar di kepalaku. 
---
Yang kuingat selanjutnya adalah, saat aku membuka mata, kulihat wajah Lupin yang nampak cemas, wajah MacDonald yang menitikkan air mata, dan akhirnya... wajah kaku dan keras, sahabatku Sherlock Holmes, sedang tersenyum simpul. 
"HOLMES!!!!!" teriakku langsung bangkit, "INI BENAR KAU, HOLMES?!?!?!?" Aku sudah tidak bisa menguasai diri lagi, air mataku menetes. 
"Ya benar, ini aku, sobatku Watson..." terdengar suaranya yang sangat kukenal. 
"Tetapi kau... kau... luka... pelipis... kau... terbunuh...." ucapku tergagap-gagap. 
Holmes memandang Lupin, "Kita harus memberitahukan semuanya kepadanya," 
Lupin mengangkat bahu sambil tersenyum, "Silakan Monsieur Holmes..." 
Holmes mengambil pipa miliknya dari atas perapian, "Well, well, aku senang kau ternyata tidak membuang barang-barang milikku.. Setiap kali kau keluar rumah, aku selalu memandang dengan was-was, takut kau membuang biolaku ke pasar loak..." 
"KAU?!" teriakku, "JADI KAU..." 
"Maafkan aku, Watson, tetapi ini adalah rencana yang terpaksa disembunyikan darimu. Aku takut, apabila kau mengetahui kenyataan yang ada, tanpa sadar, karena begitu besarnya rasa hormatmu dan kesetiakawananmu, kau bisa membongkar penyamaran kami semua, sehingga membuat Moriarty sadar, bahwa aku belum mati..." jawab Holmes. 
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku. 
"Sebenarnya, saat aku menjadi wanita tua itu.. Kau ingat? Moran telah ditangkap," senyum Holmes. 
"Hah?! Apa?!" teriakku. 
"Ya, lalu... Mr. Lupin menyamar menjadi Moran, menggantikan Moran yang asli yang saat ini telah diasingkan ke Australia..." 
"Tetapi, bagaimana dengan penembakanmu itu?!" 
"Mr. Lupin, benar-benar pencuri terhebat," gelak Holmes sambil menepuk pundak Lupin, "Saat Moriarty dan 'Moran' berada di Camden House, dengan cepat 'Moran' menukar semua pelurunya dengan peluru buatanku, perkenalkan, peluru palsu Mr. Sherlock Holmes! Peluru betulan, tetapi lebih kecil dan tidak begitu membahayakan," senyum Holmes, "Bandingkan dengan yang Moriarty pakai... Yang besarnya bisa sekuku jempol lelaki dewasa..." decak Holmes. 
"Tetapi, bagaimana mungkin... Mr. Lupin langsung melesat kesini apabila ia adalah Moran?" tanyaku. 
"Apa sih, susahnya berpisah lalu putar balik kesini?" tukas Holmes, "Itu yang dilakukan Mr. Lupin!" 
"Tetapi, kau sepertinya benar-benar mati!!" seruku lagi. 
"Ah, keahlian lama untuk berakting kembali," seru Holmes dengan riang, "Ditambah dengan keahlian Mr. Lupin dan Scotland Yard, semuanya berhasil mengelabui Moriarty!" 
"Dan diriku," Aku tidak bisa menutupi kegembiraanku. 
"Kenapa waktu itu Mr. Lupin melarangku untuk memegang lenganmu?" tanyaku. 
Lupin menjawab, "Ketakutan saya, adalah adanya kemungkinan tembakan susulan yang bisa melukai Monsieur Watson. Seperti yang seharusnya diketahui, saat malam penembakan itu, Moriarty juga membawa para penembak jitunya yang berada di atap. Sekali Monsieur Watson mendekati Monsieur Holmes, habislah sudah, karena selama ini Monsieur Watson dianggap telah tahu terlalu banyak. Dan saya juga mempunyai pertimbangan akan hal-hal yang terburuk, dan agar Dr. Watson bersiap-siap," 
"Maksudmu, Mr. Lupin, bisa saja saat itu Holmes mati?" teriakku. 
"Begitulah," jawab Holmes kalem, seolah membaca berita pagi. Aku memandang Holmes dengan khawatir. 
"Kalau saja Moriarty benar-benar tepat mengenai sasaran, habislah sudah. Rencanaku yang satu ini memang penuh resiko, perbandingannya satu banding sejuta," jawab Holmes. 
"Kenapa kau sampai bertindak sejauh itu?!?!" teriakku, "Apakah tidak ada cara yang lebih baik?!?" 
"Watson," Holmes menatapku tajam, "Seseorang, yang bertanggung jawab, harus mempertanggungjawabkannya sampai sedetil mungkin. Apabila Moriarty sampai tahu kalau saat itu darah yang tersembur hanyalah darah palsu, kau tahu apa akibatnya? Mr. Lupin yang mati! Lebih baik aku mengucurkan darah seliter, daripada darah klienku menetes setetes saja!" 
"Sebenarnya saat di rumah sakit, aku benar-benar dalam keadaan cukup kritis, tetapi tim dokter dengan cepat segera mengeluarkan peluru kecil itu," senyum Holmes, "Lalu, setelah dibalut, aku bergegas ke Scotland Yard. Disitulah, Scotland Yard mempunyai bukti positif untuk penangkapan Moriarty, percobaan pembunuhan terhadap diriku, dan ternyata pembunuhan terhadap Jack Robert, dan percobaan pembunuhan terhadap Dr. Watson." 
"Berhari-hari ini aku dan Mr. Lupin mengawasimu, untuk menjaga keselamatanmu. Beberapa polisi juga dikerahkan untuk menjaga tempat ini siang dan malam. Saat memukulimu di pelabuhan pun, Mr. Lupin benar-benar menangis saat itu. Lalu Mr. Lupin dan aku mengangkatmu dan membawamu dengan kereta sampai ke depan rumah," 
Saat itu, aku tahu betapa besar perhatiannya dan rasa kesetiakawanannya kepada diriku. Ia tetap memperhatikanku, walaupun aku tidak menyadarinya. 
"Mycroft langsung berteriak saat bertemu denganku, dikiranya aku hantu," Holmes tersenyum geli, "Ia sangat marah pada diriku, karena berani memperdayainya dan dirimu, Watson. 'Kau tidak tahu betapa hancurnya hati kami!' teriaknya waktu itu. Aku meminta maaf," 
"Ya, aku benar-benar hancur..." gumamku pelan, "Sebenarnya, saat kau di Swiss, apa yang kau cari?" 
"Hanya keterangan-keterangan kecil," jawab Holmes, "Kondisi fisik Moriarty, data perjalanan dia, dengan begitu aku bisa tahu, agennya tersebar dimana saja... Dari kondisi fisik Moriarty yang lemah, kau pasti lihat saat aku begitu gembira melihat posisi tangannya tidak wajar, dia terkena stroke, sangat mudah untuk menangkapnya," 
"Mr. Norton dan istri..." aku baru membuka mulut saat Holmes memotong. 
"Aku bertemu dengan mereka, dengan memakai pakaian pendeta. Namun rupanya Mrs. Irene Norton masih mengenaliku, ia berteriak dan nyaris pingsan saat melihatku, untung suaminya ada disitu, 'Mr. Holmes!! Anda Mr. Holmes kan?! Saya tidak akan melupakan penyamaran itu! Penyamaran saat anda menangkap saya!!' teriak Mrs. Norton. Lalu aku tertawa dan akhirnya membuka penyamaranku. 'Dr. Watson sangat hancur hatinya!' seru Mr. Norton, 'Sebaiknya anda segera bertemu dengannya'. Aku menjawab, jangan sekarang, karena waktunya belum tepat," kata Holmes. 
"Saat Moriarty mengemukakan idenya untuk membunuh Monsieur Watson, saya langsung menghubungi Mr. Holmes," kata Lupin, "Saat itulah, Mr. Holmes merasa, sudah saatnya menggunakan semua kekuatan untuk menangkap Moriarty..." 
"Ya, kuhubungi Wiggins, kupersiapkan Scotland Yard, dan Mr. Lupin melakukan tugasnya dengan baik, seperti biasa," senyum Holmes, "Nyaris sekali. Karena saat penembakan ini, Moriarty menggunakan peluru betulan... Ini dia!" Holmes mengacungkan sebutir peluru, "Luar biasa, untung Wiggins tepat pada waktunya. Dia langsung meniup peluit polisi. Mr. Lupin juga langsung meniup peluitnya dengan sekuat tenaga. Para polisi langsung datang melindungimu, sedangkan aku dan satuan yang lain meringkus Moriarty," 
"Tetapi Holmes, wajahmu saat di gereja, benar-benar mengerikan!" seruku. 
"Astaga, Demi Tuhan Watson!" seru Holmes dengan geli, "Kau masih meragukan kemampuan aktingku rupanya?" 
"Tetapi, kau sungguh-sungguh seperti sudah mati!" 
"Akting seperti itu, siapa saja juga bisa," dengus Holmes, "Perkara kecil," 
Suasana di ruangan itu benar-benar melegakan dan riang. Para polisi menepuk-nepuk pundakku sambil meminta maaf telah membohongiku soal kematian Holmes. 
Tak lama, pintu apartemen kami terbuka, dan tampaklah sosok keibuan Mrs. Hudson yang telah sadar dari pingsan. 
Kami semua mendadak diam. Mrs. Hudson langsung berjalan ke depan Holmes. Matanya berkaca-kaca. 
Tiba-tiba tangannya menampar pipi Holmes dengan keras. Holmes hanya bisa tertegun. 
"Kau... kau..." Mrs. Hudson mulai menangis, "Kumohon, Mr. Holmes, jangan diulangi lagi. Saya tidak ingin kehilangan seorang penyewa kamar terburuk di seluruh London..." 
Para polisi langsung riuh bertepuk tangan, beberapa diantaranya mengusap mata. Mereka semua tahu, betapa sayangnya Mrs. Hudson kepada Holmes, seolah anaknya sendiri. Holmes tersenyum, lalu berkata, "Saya janji, Mrs. Hudson. Ini yang terakhir kalinya...". 
"Omong-omong Holmes," tanyaku, "Dimana Lestrade yang asli?" 
"Oh, dia sedang berlibur di Perancis lagi," jawab Holmes, pendek dan serius. 
--- 
"Sekali lagi saya tekankan, ada kemungkinan Moriarty kembali kabur ke Perancis!" teriak Lestrade. 
Inspektur polisi di depannya berdecak kesal, "Saya rasa, kita berdua mengalami deja vu, Inspektur! Anda orang Inggris yang waktu itu berteriak-teriak soal penjahat besar kan?" 
"Saya tidak peduli apa itu de ja, ataupun jam milik nenekmu!" teriak Lestrade kesal, "Yang saya tekankan, Moriarty kemungkinan akan kembali kesini!" 
Inspektur Perancis itu benar-benar telah kehilangan kesabaran, lalu ia memerintahkan ke anak buahnya, "Seret orang ini keluar!" 
Masih berteriak-teriak dan mengumpat-umpat, Lestrade diseret keluar. 
Inspektur Perancis itu bersandar kembali di kursinya, "Apakah semua orang Inggris memang gila?" gumamnya kesal. 
--- 
"Sangat membosankan, Watson..." keluh Holmes saat ia sedang melingkar dengan malas di kursinya. 
"Ayolah, bukankah kau sudah menangkap Moriarty? Khalayak memujimu," hiburku. 
Holmes mendengus lalu meraih biolanya, "Aku tidak butuh itu semua..." Tangannya mulai menggesek biolanya secara tidak beraturan, "Astaga!! Apakah tidak ada pekerjaan lagi??!?!", keluhnya keras-keras lalu mengayunkan tangannya ke udara. 
"Bagaimana dengan sulfat..." 
"Sudah selesai," potong Holmes, "Hasilanya sama, meledak. Tetapi artinya bagus," 
Aku tertawa, saat percobaan Holmes meledak dan membuat kami berdua terbatuk-batuk dan menghitam terkena jelaga, Mrs. Hudson langsung masuk sambil mengomel-omel, "Saya harus mencuci sarung bantal lagi!" omelnya, "Mr. Holmes! Tidak adakah hobi anda yang lain yang lebih mendingan daripada ini?!" Baru saja Mrs. Hudson berbicara, tercium bau yang tidak enak dan memuakkan dari botol percobaan Holmes, yang membuat kami semua berlari keluar apartemen. Sesampainya diluar, Mrs. Hudson mengomel lagi, namun ditanggapi dengan acuh dan seenaknya oleh Holmes. 
"Bagaimana luka di pelipismu?" 
"Sudah sembuh, kata para dokter, daya tahan tubuhku tergolong hebat," jawab Holmes pendek. 
Holmes telah kembali ke Holmes yang sama, yang dingin dan ketus. Aku hanya tersenyum sementara ia memainkan Canon in D, karya Pachelbel. 
Biarlah sejarah mengingatnya seperti ini. Detektif terhebat sepanjang masa, 
Sherlock Holmes.
---

THE END

1 » 2 » 3 » 4 » 5 » 6